Rensha Yudha Utama

130 44 22
                                    

Hujan itu selalu mengingatkan aku sama kamu, Ra, kata Benno sambil memeluk Ayara dari belakang. Karena kamu seperti air hujan yang mampu menyamarkan airmata aku..

"Neng, mau kemana? Ini udah pul terakhir" suara sopir angkot Kalapa-Dago mengagetkan Ayara yang sedang sendu-sendunya menikmati gerimis dari balik jendela angkot, sambil membayangkan Benno...

"Eh, saya mau ke kompleks..." Ayara garuk-garuk kepala "kompleks apa ya...?", lalu teringat kertas alamat pemberian Bu Felita dua hari yang lalu. Sesuai janjinya bahwa jika tidak ada shift di Mimosa, Ayara harus bekerja pada si Pelapor.

"Ini" Ayara menyodorkan kertas itu pada sopir angkot. "Saya mau kesitu"

"Ooooh" sopir angkot menunjuk pangkalan ojek disebelah sana "Neng, sok ka ojek. Bilang mau kesini. Sok"

Setelah membayar ongkos angkot, Ayara turun dan menuruti saran sopir angkot itu untuk naik ojek menuju kompleks perumahan yang dimaksud.

"Iyeu, Neng, rumahnya?" teriak si tukang ojek ditengah menderunya knalpot motornya yang super gede.

"Ayara mengibaskan plastik penutup badannya dan melongo melihat rumah besar yang ada dihadapannya.

"Jalan dan nomor rumahnya mah ini, Neng. Sok turun"

Ayara masih antara percaya dan tidak percaya melangkah masuk ke rumah besar itu. Sambil menutup kepalanya dengan tas, berharap air hujan tidak terlalu mengguyur batok kepalanya, Ayara mencari-cari tombol bel pagar besi yang tingginya ada mungkin dua meteran. Tidak ketemu. Ayara tidak menyerah, dia menarik pagar besi itu dan sedikit terbuka. Eureka! Tidak dikunci ternyata!

"Permisi..." Ayara mengetuk-ketuk pintu. Lima menit Ayara berdiri disana, tidak ada tanda-tanda rumah besar ini berpenghuni. Terpikir untuk menelpon si Pelapor yang nomor teleponnya tertulis di kertas ini, tapi tiba-tiba...

Ada suara kunci terputar dan pintu besar dengan dua daun pintu serupa sayap kupu-kupu itu terbuka. Seorang perempuan setengah baya, muncul dari baliknya.

"Cari siapa, Mbak?"

"Euhmmm.. Betul ini rumahnya.." Setengah mati Ayara berusaha mengingat siapa nama si Pelapor yang kemarin disebutkan oleh Bu Felita.

"... Si pelapor ini namanya Ren.." kata Felita waktu itu.

Oh ya , Ayara ingat.

"Rumahnya Ren?"

"Oooh, ya. Ayo masuk aja.." perempuan setengah baya itu membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkannya masuk.

"Ikut saya, Mbak"
Seperti tersihir, Ayara mengikuti perempuan itu, melewati ruang tamu, ruang tengah, belok ke kiri, melewati pintu kaca geser, lalu menuju sebuah taman kecil dengan gemericik air di kolam yang penuh ikan Koi, kemudian menuju bangunan kecil yang indah dengan banyak jendela, mirip seperti rumah-rumah orang Jepang.

"Kata Mas Ren, suruh tunggu disini. Sebentar ya saya panggilkan Mas Ren"

Ayara duduk di kursi dengan badan menggigil. Hujan gerimis tipis berhasil membuat kemeja dan rok sekolahnya basah dan itu membuatnya menggigil kedinginan. Ayara memperhatikan sekitar dengan napas tertahan.

Rumah ini sangat besar, tapi sepi.

Dari arah ruangan dimana tadi dia lewat bersama perempuan setengah baya sebelum menuju ke bangunan ini, tampak sosok itu. Sosok Pelapor yang wajah dan bodynya mirip personil Boy Band Korea! Sosok yang dikagumi seantero Mimosa dan Bos Anti!!
Ayara semakin menahan napasnya.

Cowok itu dengan wajah datar tanpa senyum segera menyuruhnya duduk di meja kerja, kemudian menyalakan laptopnya.

"Bos kamu udah cerita kamu musti kerja sama aku, kan?"

TELAH DITERBITKAN LAFMI (Love At First Moccacino Ice)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora