My Best(Boy)Friend

431 45 3
                                    








.

.

.

“Itulah sebabnya kau tidak mendapatkan hasil yang benar karena kau tidak memindahkannya di awal.”

“Tetapi bukankah cara yang benar adalah seperti ini?”

“Apa kau tidak percaya padaku?”

“Oh, baiklah, aku mengalah padamu, anak jenius.”

Seperti itulah keadaan yang terjadi di salah satu meja perpustakaan yang dijadikan tempat belajar bersama oleh Sehun dan yoona. Layaknya hari-hari lainnya, sehun selalu mengisi waktu istirahatnya dengan mengajari berbagai mata pelajaran yang tak dimengerti oleh yoona, sahabatnya dari kecil. Mereka terlahir bagaikan langit dan bumi.

Sehun adalah laki-laki pintar nan jenius yang selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolahnya. Sedangkan yoona adalah perempuan yang cantik namun dengan kemampuan belajarnya yang menyedihkan. Setiap akhir semester, ia pasti selalu mendapatkan peringkat 10 terbawah untuk setiap pelajaran. Menyedihkan, bukan? Bahkan dalam urusan berdebat pun, yoona tidak akan pernah menang dari sehun.

“Sekarang, coba kau kerjakan latihan nomor 7. Caranya tidak jauh berbeda dari nomor sebelumnya.” ucap sehun.

“Sudahlah, aku sudah lelah dan ingin istirahat saja.” yoona merengek seraya menjauhkan buku Matematika dari hadapannya, membuat ruang yang cukup untuk menaruh kepalanya di atas meja.

“Tidak ada harapan bagiku untuk menaikkan peringkat pada semester ini.” ucapnya yang terdengar hampir seperti gumaman bagi sehun karena mulutnya tertutup dengan tangannya sendiri sebagai alas kepala.

“Kau tidak boleh menyerah begitu saja. Bukankah kau yang sangat bersemangat pada awalnya?” Berniat untuk menjahili yoona, ia sengaja memukul pelan kepala yoona dengan pulpen miliknya mengikuti irama dari setiap kata yang ia lontarkan.

“Ah~ Lupakan saja. Anggap aku tidak pernah meminta tolong darimu.” Suara Yoona terdengar lirih di telinga sehun.

Helaan napas tak sengaja Sehun keluarkan, merasa kasihan dan iba pada sahabat satunya ini. Ia ingin sekali membantu, tetapi apa daya jika yoona sendiri tidak memiliki semangat.

“Kau yakin? Demi orang tuamu sekalipun?

“Mereka sudah angkat tangan dalam mengurus diriku.”

“Bagaimana kalau demi eunwoo yang sedang duduk di ujung sana?”

Sekejap, hanya dalam sekejap, yoona menegakkan tubuhnya dan memutar badan ke belakang untuk melihat sosok eunwoo yang baru saja disebutkan sehun. Benar, eunwoo memang benar ada di sana, sedang membaca buku yang yoona tidak ketahui judulnya. Semburat merah mengisi pipi yoona tanpa sepengetahuan dirinya. Hanya sehun yang menyadari dan dapat melihat semburat merah itu yang tiba-tiba muncul di kedua pipi yoona.

“Kau masih menyukainya?” tanya sehun basa-basi, yang sudah jelas dengan pasti apa yang akan dijawab oleh yoona.

“Tentu saja. Siapa di sekolah ini yang tidak menyukai dirinya? Tidak ada.” jawab yoona dengan penuh keantusiasan.

Sehun mengedikkan kedua bahunya.
“Aku. Aku tidak pernah menyukai dirinya.”

“Apa kau sedang bercanda?”

Kerutan terbentuk di kening sehun. Ia merasa tidak sedang bercanda.
“Tidak, aku serius akan perkataanku.”

Tawa yoona terdengar selesai sehun menjawab pertanyaannya. Sehun memang sahabatnya, tetapi terkadang ia merasa sehun juga bukan sahabatnya. Tak heran jika mereka berdua memang sering bertengkar adu mulut padahal hanya untuk masalah-masalah sepele.

Story About YoonaWhere stories live. Discover now