Jungkook pikir semua itu sangat biasa sekali. Ia hanya berbincang selaik aristokrat berwibawa, tidak bertele-tele dan langsung menjelaskan maksud kedatangannya. Tanpa repot membalas senyum lebar dan memilih tipis saja, berkata bahwa ia memesan satu buah lukisan yang amat besar untuk disimpan di ruang tengah manor miliknya dan bisa tahu tentang toko Taehyung karena Ibunda.

"Tentu, tentu, lukisan seperti apa yang Anda inginkan, Tuan?"

Namun alih-alih menciut karena didatangi seorang bangsawan, nada bicara Taehyung tetap ramah. Seramah bagaimana binar mata pun garis senyum sopan yang tidak luntur, atau ketika dia memperkenalkan diri sebagai Kim Taehyung.

"Nebula. Langit dengan rasi bintang."

"Oh." Sebelah alis Taehyung terangkat. "Dan rasi bintang seperti apa yang seharusnya saya buat?"

"Apa pun, tapi pastikan rasi Circinus yang paling terlihat."

"Dimengerti." Cengirnya kembali terbit, diam-diam Jungkook mempertanyakan ada seberapa banyak stok senyum yang pemuda seniman ini simpan. "Apa ada tenggat waktu tertentu berapa lama saya harus menyelesaikan lukisannya?"

"Tiga bulan, dimulai dari besok dan tidak ada toleransi kalau melewati tenggat. Aku akan datang sekali dalam seminggu untuk memantau progres. Ada keberatan?"

"Tidak." Gelengan kecil, bahkan jawaban Taehyung kelewat cepat dan begitu percaya diri. "Saya akan melakukan yang terbaik."

Begitu saja. Tidak ada kesan atau momen yang unik.

Tidak ketika Jungkook pamit dengan ucap terima kasih juga mengingatkan kembali akan tenggat waktu. Tidak ketika Taehyung membungkuk sopan dan mengantar kepergiannya ke depan pintu. Dan tidak juga ketika saat itu atau untuk waktu-waktu ke depan yang ia lewati, Jungkook akan menyimpan dua kesalahan besar dalam hidupnya.

Pertama ia mengenal Kim Taehyung, kedua ia menerima tawaran sang Ayah untuk mempersunting putri bangsawan seorang Duke.

.

#3

Akan ada malam terasa lebih panjang, yang jauh dari relung hatinya, diam-diam Jungkook berharap bahwa fajar tidak pernah tiba. Ia tidak suka menghitung waktu yang terasa sewindu lamanya (sebab dalam benaknya adalah Taehyung, dan Taehyung, dan ia tidak bisa bersabar lebih dari ini) sembari mengutuk perlu banyak berapa putaran lagi roda kereta kuda berderak di jalan aspal berselimut salju, hingga Jungkook bisa berhenti uring-uringan saat kereta berhenti dan ia tiba di depan toko lukisan. Agak gelap karena penerangan telah dimatikan dan cahaya yang menerangi langkahnya tak lebih dari lampu lilin di beberapa sudut jalan. Jungkook tak perlu permisi karena ia punya peta dalam kepalanya dan lekas berjalan ke arah belakang toko, berhenti tepat di depan rumah minimalis dengan pijar lampur oranye berpendar hangat, yang sesaat sebelum kepalan tangan Jungkook terangkat untuk meninggalkan bunyi ketukan, daun pintu di hadapannya terbuka lebih dulu dan sosok Taehyung menyembul lugas.

"Jung―"

Satu sekon melangkah maju, sekon kemudian pelukan tanpa aba-aba. Selintas ia mendengar pekik terkejut lolos dari bibir Taehyung, tetapi selang sekon setelahnya pelukan Jungkook dikembalikan. Ia bisa merasakan rambat hangat suhu tubuh Taehyung atau jemari-jemari usil yang menitik punggungnya dengan gerakan main-main.

"Tuan tidak sabar, aku masih punya pekerjaan di sini," kelakar Taehyung jenaka, lalu terkikik kecil ketika Jungkook sengaja menyusupkan kepala ke dalam lipatan pundak dan lehernya. "Hei! Kau dengar aku tidak sih? Lepas, kau dingin!"

"Waktu kita tidak banyak," bisik Jungkook, dengan enggan menarik diri dan matanya jatuh ke dalam sepasang palet cokelat tua milik Taehyung. "Tenggatmu bisa aku perpanjang kalau kau butuh lebih. Satu hari, seminggu, sebulan, berapa pun yang kau mau, ma chérie."

Circinus [kookv]Where stories live. Discover now