PACTA | 5

43.1K 3.7K 194
                                    

Vote sama komentar yaa...

****

Sean tidak datang, bahkan sampai langit menggelap lelaki itu tidak juga menunjukan batang hidungnya. Mami sampai berulang kali menghubungi ponsel Sean untuk meminta anak laki-lakinya itu menjemput Safira, tapi lagi-lagi hanya suara operator yang terdengar.

Safira sudah beralasan, dan mengatakan bahwa Sean sedang sibuk dengan pekerjaannya. Karena begitu yang ia tahu saat melihat lelaki itu seharian kemarin berada di ruang kerjanya.

Entah mengapa secara kebetulan, Papi pun menanggapi alasan Safira itu dengan mengatakan kalau Sean sedang mendapatkan tugas untuk memantau proyek baru yang ada di Bandung, dan beruntung lah alasannya itu menjadi masuk akal.

"Ke kantor gitu, Pi?" Mami bertanya gemas sekaligus kesal lantaran Sean lebih memilih sibuk bekerja dibanding harus ke rumah orang tuanya.

"Papi gak tahu, gak ada laporan Sean ke kantor apa enggak. Cuma memang dari kemarin dia sibuk banget," jawab Papi seraya tidak lepas memandangi layar tablet di tangannya.

"Kok kasih kerjaan ke anak sampe segitunya sih, Pi?" Mami masih merengek karena kesal. "Masa gak ada waktu buat jenguk orang tua, untuk jemput istrinya aja gak bisa!"

Safira menelan ludahnya kelat. Apa iya Sean tiba-tiba menghilang karena sibuk bekerja?

"Papi gak suruh Sean kerja pas hari libur juga, Mi. Tapi anak itu kan memang gak bisa ditebak."

"Mami gak terima kalo gini, Sean juga gak ada kabar sama sekali." Mami lalu memandang Safira yang sejak tadi memilih untuk terdiam di sampingnya. "Sean kasih kabar ke kamu, Fir?"

"Belum, Mi."

Mami mendesah kesal. "Duh, anak itu! Ternyata belum berubah juga."

"Fira gak apa-apa kok, Mi, pulang naik taksi," ujar Safira menyela, membuat ibu mertuanya itu menoleh. "Mungkin Sean udah di rumah, ketiduran. Dia kalo capek biasanya langsung tidur."

Safira meringis, sedikit menertawai dirinya sendiri saat mengucapkan kalimat itu. Ck, sejak kapan ia mengenal Sean sampai sedetail itu? Ucapannya barusan benar-benar membuat perutnya melilit.

"Masa iya dia gak inget kamu di sini?" Mami mendengkus, masih belum bisa menerima alasan Sean tidak datang mengunjunginya. Padahal jelas-jelas di telepon kemarin Sean menyanggupi permintaan Mami untuk datang ke rumah.

"Ya udah." Papi menyela sambil menutup layar tablet ditangannya. "Fira pulang di antar supir aja, gak apa-apa?"

"Iya, Pi ... begitu juga gak apa-apa."

***

Akhirnya, malam itu Safira pulang diantar oleh supir Papi. Langit sudah menggelap, dan waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Begitu Safira tiba di depan rumah, terlihat carport yang masih kosong, tidak ada mobil Sean terpakir di sana, yang artinya lelaki itu tidak ada di rumah.

Safira menghela napas pelan, kemudian mengucapkan terima kasih pada supir Papi dan masuk ke dalam rumah. Suasana rumah masih sepi, tentu saja, Sean tidak pulang ke sana. Lelaki itu tidak ada di rumah.

Lantas, dimana dia?

Safira melepas sepatunya, melangkah masuk menuju dapur. Tadi Mami sempat membawakan beberapa masakan untuk bekal dirinya dan Sean di rumah. Safira menyimpan masakan itu agar bisa ia hangatkan besok pagi.

Setelah selesai, Safira melanjutkan langkahnya menuju kamar. Membersihkan diri dan berganti pakaian. Waktu sudah menujukan pukul sebelas malam, biasanya jam segini Safira sudah meringkuk di bawah selimut bukan malah berdiri di depan jendela, dan parahnya sambil menunggu Sean dengan cemas.

PACTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang