Kemudian, dari seluruh anggota pendakian ini. Fajar lah yang juara. Gue sampai geleng-geleng. Entah apa yg dibawa Fajar sampai tas carriernya bisa sampai setinggi itu. Bahkan di atas tas carriernya, ia cantolkan lagi tas ukuran daypack yang juga terisi penuh. Luar biasa.
**

Pelan namun pasti, kami berjalan secara berurutan. Gue paling belakang. Gue ingin jalan santai supaya bisa mendokumentasikan perjalanan. Meskipun di kelompok kami, Dodi lah yang aktif memegang kamera.  Namun setidaknya gue punya koleksi pribadi.

Dua porter kami sudah melesat jauh di depan. Para porter memiliki prinsip lebih cepat lebih baik. Semakin cepat mereka sampai, semakin cepat pula tugas mereka selesai hari itu. Mungkin dari situlah energi besar para porter muncul. Porter-porter itu bisa sampai Camp 4 hanya 4-5 jam saja. Padahal beban yang mereka bawa lebih berat dair tas-tas gunung kami, bahkan juga lebih berat dari tasnya Fajar.
**

Sekarang kami berada di area kebun dengan pepohonan tinggi, bukan lagi kebun kopi. Gue tidak begitu paham tentang nama-nama pohon. Tapi yang jelas bisa gue lihat sekarang trek lebih terbuka dan pepohonan semakin tinggi.

Tepat pukul 10.00 Wib kami sampai di lokasi Camp 1. Benar-benar menguras tenaga. Padahal sejak tadi kami hanya berjalan menyusuri kebun dengan trek yang landai. Belum menanjak sama sekali. Gue belum bisa membayangkan seperti apa sulitnya trek di atas sana kalau di bawah sini saja sudah ngos-ngosan seperti ini.
Di Camp 1 kami hanya berhenti sebentar. Fajar bilang masih terlalu jauh untuk sampai di Camp 4. Untuk itu kami tidak boleh istirahat terlalu lama di awal seperti ini. Lagi pula Camp 1 ini masih terhitung perkebunan. Matahari juga masih terasa terik. Tempatnya kurang cocok untuk beristirahat. Maka dari itu kami pun melanjutkan pendakian.
Lepas dari Camp 1, tidak jauh setelahnya, kami mulai memasuki kawasan hutan. itu ditandai dengan pepohonan yang semakin rapat.
Trek yang kami lalui mulai berbelok-belok. Namun sejauh ini masih mudah karena jalur masih landai. Hingga kemudian gue dan teman-teman yang lain bertemu dengan sebuah pemandangan yang tidak enak. Yakni kawasan pembalakkan hutan.

Banyak pohon-pohon tumbang dan berserakan. Terlihat bekas-bekas kapak dan gergaji yang menggores di batang-batang pohon yang tumbang. Mereka dibantai habis-habisan. Terlepas dari legal atau tidaknya, gue berpendapat seharusnya pemandangan seperti ini tidak boleh terjadi.

Memang manusia membutuhkan kayu untuk sebuah pembangunan yang mereka dambakan. Namun seharusnya hal tersebut dilakukan secara adil. Gue ingat betul dalam pelajaran IPA waktu SD dulu ada istilah reboisasi atau penanaman kembali pada  lahan yang gundul akibat penebangan hutan. Seharusnya itu yang dilakukan di sini. Tapi apa yang gue lihat di depan mata gue justru seperti pembantaian. Sisa-sisa pohon dibiarkan teronggok. Daun-daun berserakan. Tak ada satu pun terlihat apa yang disebut reboisasi di sini. Sungguh miris. Pohon juga makhluk hidup.

Pelan dan pelan, gue dan rombongan pun melewati kawasan pembantaian tersebut. jauh di dalam hati gue seperti merasakan sakit, seperti inikah perlakuan manusia kepada alam?

Kami mulai masuk ke dalam hutan lebih dalam lagi. Sinar matahari mulai terhalang pohon-pohon tinggi dan besar. Ini cukup menguntungkan karena kami tidak lagi kepanasan. Meskipun keringat terus mengucur, tapi setidaknya kami tidak tersengat panas matahari. Meski begitu, ternyata lama-lama trek mulai menanjak.

Pukul 12.35 Wib kami pun  sampai di Camp 2 yang cukup luas.

“Oke kita istirahat di sini ya”
**

Dua porter kami rupanya menunggu di Camp 2. Begitu kami sampai di Camp 2 mereka terlihat sedang duduk sambil merokok.

Fajar kemudian menjelaskan, di Camp 2 ini kami akan makan siang terlebih dahulu dan ‘menimbun’ air.
“Mas Fajar, jadi mau ditimbun dimana airnya?” tanya salah satu porter.

MISTERI GUNUNG RAUNG: Novel Horror Seri #1Where stories live. Discover now