01

484 51 12
                                    

Malam semakin larut, udara terasa semakin dingin, namun suara dentuman musik semakin kencang terdengar di telinga wanita itu.

Wajahnya terlihat kacau, lipstick yang ia gunakan meleber kesamping kiri dan kanan bibirnya, rambut yang sengaja digerai terlihat kusut dan maskra terlihat membanjiri pipinya membuat wanita itu nampak sangat berantakan.

Banyak pria yang mendekatinya, berusaha mengajaknya berdansa diatas lantai hitam dengan lampu berwarna-warni dan diisi sesak oleh manusia, namun semua menyerah setelah wanita itu membalikkan badannya membelakangi pria-pria itu.

"Wanita gila."

Sudah hampir 17 kali ia mendengar orang mengucapkan hal serupa, tapi sama sekali tidak dihiraukannya, ia masih tetap bergerak tak karuan sambil menggengam botol birnya.

Ia menyerah, tepat pukul 02.00 ia akhirnya tersungkur di atas lantai hitam dingin itu. Membuat semua orang yang ada disana berteriak kaget.

"Apa wanita itu mati?"

Ia masih bisa mendengar beberapa ocehan orang-orang, tak satupun orang membantunya, ia rasa. Kepalanya terlalu pening akibat alkohol yang masuk kedalam lambungnya, entah sudah berapa gelas yang ia habiskan.

Tersenyum sinis pada dirinya sendiri dengan keadaannya sekarang. Tidak berharap ada orang yang membantunya. Tidak berharap ada orang yang menolongnya. Karna ia tau, ia sendirian.

***

Cahaya mentari menelusuk, masuk menembus celah-celah fentilasi, silau. Walaupun wanita itu tidak membuka matanya ia bisa merasakan bahwa cahaya mentari memaksa masuk dan membangunkannya, menerima kenyataan untuk hari-hari yng tidak pernah ia harapkan kehadirannya.

Pada akhirnya ia menyerah, ia membuka matanya. Kepalanya masih terasa sangat pening, ia rasa alkohol sudah masuk ke pembuluh vena di otaknya sekarang.

Belum selesai ia menyesali hal bodoh yang terjadi pada dirinya, ia tersadar. Ini bukan apartemennya, ah tidak, ini bukan kamarnya.

Sekarang ia merasa dirinya sangat amat kelewat bodoh. Seharusnya ia tidak minum sebanyak itu, bagaimana kalau kemarin ia melakukan hal yang bukan-bukan bersama orang asing. Pikirannya kacau.

Namun hal itu masih bisa tertolong ketika ia mendapati dirinya masih lengkap dengan mini dress hitam yang ia kenakan semalam.

Tapi dimana ini?

Bodohnya, ia baru bertanya pada dirinya tentang keberadaannya sekarang. Ia ingin berteriak, tapi itu ia tidak sebodoh itu untuk melakukan hal bodoh. Ah tidak, dia benar-benar bodoh.

"Sudah bangun nona?" Tanya seorang dari balik pintu, suara pria.

Tidak ada jawaban, lebih tepatnya wanita itu tidak berani menjawab. Ia masih berpikir keras mau dibawa kemana wajahnya saat bertemu pria itu nanti.

Pintu kamar terbuka, tubuh jangkung pria itu diterpa sinar mentari. Tampan. Satu kata singkat yang bisa mendefinisikan bagaimana pria itu.

"Jadi kau sudah bangun."

Penyamarannya tidak berhasil, berpura-pura tidur untuk menghindari pria itu memang pilihan bodoh.

"Ma-mau apa kau ah?!"

"Aku dimana?!"

"Dan-dan siapa kau?!"

"Hey-hey, pelan-pelan nona. Pertama aku akan menjelaskan kenapa kau bisa sampai disini, kau mabuk, memohon-mohon agar aku membawamu dan saat aku bertanya rumahmu dimana kau selalu menjawab Jeju, untungnya aku tidak sebodoh itu untuk membawamu ke Jeju.."

"Tapi aku juga tidak sepintar itu, akhirnya aku membawamu ke rumahku, aku terlalu kasihan melihatmu."

"Apa?! Rumahmu?! Kau gila atau apa sih?!"

Pria itu menggeleng, masih berdiri di depannya.

"Berkacalah dulu nona, sebelum menyebutku gila." Ledeknya seraya berjalan pergi meninggalkan wanita itu. Namun langkahnya terhenti tepat sebelum gagang pintu ditariknya.

"Tenang saja ini bukan kamarku dan sebaiknya kau mandi."

"Ah satu hal lagi, kau bisa memanggilku Sehun."

Lalu berlalu meninggalkan wanita itu yang masih duduk dipinggir kasur dengan wajah terkejutnya.

***

Tidak pernah terpikir oleh wanita itu, dosa apa yang telah ia perbuat dimasa lalu hingga hidupnya penuh dengan hal-hal bodoh.

Oh apalagi sekarang ia sedang didalam satu mobil dengan pria yang semalam mengaku menolongonya, ah ralat, bersedia menolongnya.

"Kau benar-benar tidak ingat dengan kejadian semalam?" Tanya Sehun singkat.

Pikiran wanita itu melayang, memikirkan hal-hal yang membuat suhu tubuhnya mendadak panas dan membuat semburan merah dipipinya.

"Kau berharap aku menyentuhmu?

Sayangnya hal seperti itu tidak terjadi semalam."

Oh tidak, lagi-lagi pria itu membaca pikirannya, dia peramal atau apa sih.

"Aku ti-tidak berpikir seperti itu!"

Pria itu hanya diam, entah kenapa, ini baru pertama kalinya ia bertemu dengan pria itu menatapnya secara sadar, tanpa pengaruh alkohol. Tulang rahang tegasnya membuat dirinya terlihat begitu masculin. Terlebih lagi alis tebal dan mata elang. Ah, apa yang wanita ini pikirkan.

"Sohee-ssi."

"YA! Bagaimana kau tau namaku?!"

"Kau menyebutnya sebanyak 23 kali kemarin.  Membuat telingaku sedikit kehilangan fungsinya."

Jujur saja, Sohee benar-benar tidak mengingat apapun yang terjadi semalam. Entah karna pengaruh alkohol atau memang dirinya tidak ingin mengingat hal itu, sampai-sampai membuangnya jauh kedasar jurang.

"Aku tidak ingat.."

"Ne, Sehun-ssi. Apa aku boleh bertanya sesuatu?"

Sehun mengangguk tanda persetujuan.

"Apa aku melakukan hal bodoh kemarin?"

Sehun menampilkan ekspresi berpikirnya, menggigit bagian bawah bibirnya, lalu menatap Baekhee dengan sangat intens.

"Aku rasa, tingkahmu kemarin..."

"Ehm..."

"Lebih dari kata bodoh."

-TO BE CONTINUE-

Hallo, aku Nard^^
Salam kenal semuanya, ini fanfiction pertama aka debut aku. Kindly berikan kritik dan saran supaya aku bisa menulis lebih baik~
Ditunggu part selanjutnya ya, Terimakasih sudah membaca!!^^

Time LimitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang