"Tidak seperti itu, nona Haruno." Urashiki masih sangat sabar menghadapi Sakura yang emosinya mulai tersulut.

"Omong kosong. Transfer cakra, itu artinya Hinata harus mengirimkan cakranya pada perempuan entah siapa itu namannya. Bukankah ...."

Ucapan Sakura terputus ketika Naruto membekap mulut istrinya dengan telapak tangan, membawanya keluar darisana dengan dibantu Sai.
Jika dibiarkan, Sakura akan terus mengomel.
Dan meskipun itu bentuk kepeduliannya pada Hinata, perempuan itu tidak paham atas duduk masalah yang sebenarnya.

Hinata terdiam cukup lama, berpikir kembali atas semua hal yang dialaminya belakangan ini.
Kedatangan ibunya didalam mimpi, sesuatu yang menuntunnya untuk pergi dan sebuah pesan yang dikatakannya sebelum hari ini.

Putriku, jadilah kuat untuk dirimu dan keluargamu.
Tidak akan ada yang bisa menyakiti dirimu, selama kau bertahan untuk tetap berdiri dalam kebenaran itu.
Tetap bersama orang yang kau cintai yang siap mendekapmu.

Hinata, ibu hanya meminta sedikit saja.
Hanya sedikit dari apa yang kau miliki, agar ibu bisa menjagamu dari kejauhan.
Agar kau tidak lagi terluka, putriku.

Hatimu yang hangat dan selembut sutra itulah yang sering melukaimu.
Perasaan kasih dan welas asih itulah yang sebenarnya memberi jalan padamu.
Dan kegigihanmu yang selalu memberi kekuatan luar biasa.

Hinata, kau akan bahagia, sayangku.
Kau akan bahagia dengan hidupmu sendiri.
Jangan ragu, ibu tidak akan pernah menyakitimu.
Ibu akan melindungimu.

Bukankah seharusnya Hinata sudah sadar atas apa yang dikatakan ibunya.
Cakra, ibunya meminta sedikit cakra dalam dirinya, yang akan membawanya kembali ke tempatnya.
Tapi, apakah itu masuk akal ? Hinata tidak yakin.

Ketika tangannya terulur untuk menyentuh tangan hangat ibunya yang hanya berbaring dengan mata terpejam, sengatan itu jelas terasa diantara mereka.
Ibunya masih hidup, bahkan telapak tangan putih itu masih terasa hangat.

"Aku akan melakukannya." Katanya dengan suara mantap.

"Hinata,," Sasuke terlihat tidak bisa menerima apa yang dikatakan Hinata,  meraih bahu istrinya dengan kedua telapak tangan, meremasnya pelan saat tatapan mereka bertemu.

Hinata bukannya tidak menyadari arti tatapan itu, Sasuke melarangnya.
Suaminya tidak setuju atas apa yang akan dilakukannya.
Tapi Hinata hanya menampilkan senyum lembutnya, meringsek dan mendekap tubuh Sasuke dengan erat.
Menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya, memejamkan mata untuk menikmati kehangatan itu.

"Sasuke-kun, kumohon.," Mendongak dengan tatapan berkaca-kaca, wajah anak anjing malang yang menggemaskan, tatapan yang tidak akan bisa ditolak oleh Sasuke.
Sialann, bagaimana bisa Hinata membuat ekspresi semenggemaskan itu ?

Pada akhirnya, Sasuke hanya bisa mengangguk pasrah dengan wajah tidak rela.
Berbanding dengan sangat kontras pada wajah tersenyum Hinata yang kini nampak lega,seperti sesuatu yang berat diatas bahunya terangkat sempurna.

"Terimakasih, anata." Mengucapkannya dengan tulus, mengangkat telapak tangan Sasuke dan menciumnya dengan lembut.

Sasuke tidak bisa berkata-kata, merasa begitu haru saat melihat Hinata yang seperti itu.
Sebuah pikiran terbersit dalam kepalanya, tentang bagaimana Hinata yang begitu mau berkorban untuk seseorang yang bahkan belum diketahui apakah itu keluarganya atau bukan.
Jadi, bagaimana bisa Sasuke meragukan ketulusan dan kebaikan hati istrinya.

Some DayWhere stories live. Discover now