PROLOG

4.9K 305 14
                                    

Pemuda jangkung itu terlihat melangkah ringan dengan melingkarkan stetoskop pada lehernya. Sesekali ia menganggukan kepalanya pelan saat beberapa suster atau pun dokter menyapanya di sepanjang koridor.

"Dokter Arseno!"

Panggilan seseorang membuatnya menolehkan kepala pelan, seorang staff berlari kecil mendekat kearahnya dengan tergesa-gesa.

"Ada kecelakaan di  kafe depan, sebuah truk menabrak beberapa pengendara sepeda motor. Sepertinya akibat supirnya mengantuk, dua orang sudah tewas." Jelas staff bertubuh gempal itu masih mengekori dokter Arseno yang sudah melangkah menuju ruang darurat, "dan enam pengendara mengalami luka hebat, dok." Tambahnya masih berusaha mengimbangi langkah dokter jangkung tampan itu.

Arseno, biasa disapa dokter Arsen itu menghentikan langkahnya dan berdiam sejenak lalu memanggil semua staff dan dokter disana.

"Oke. Enam pasien akan dibawa ke rumah sakit kita dalam lima menit ke depan. Dua pasien mengalami luka bakar akibat ledakan truk, dan dengan kemungkinan patah tulang dan cedera intestinal," tuturnya tegas sembari menggulung lengan jubah dokternya, para dokter mendengarkan dengan menganggukan kepala paham.

"Tetap fokus. Semuanya mengerti?"

Sekali lagi. Semuanya menganggukan kepala paham lalu membubarkan diri menyambut para pasien di depan pintu masuk.

Arseno melangkah cepat kearah ruang darurat diikuti para dokter magang yang mengekor dengan catatan kecil di tangannya. Ada juga perawat yang melangkah di sampingnya menunggu perintah.

"Siapkan infus hangat untuk ruangan hibrida, siapkan belat dan cairan juga." Ujarnya dengan mendekati pasien yang sudah terbaring pada ranjang dengan meringis kesakitan karena lukanya.

"Baik, dokter."

Arseno mengecek seorang pasien yang menggeliat kesakitan berusaha menggerakan tubuhnya, "apakah perut bapak sakit?" Tanyanya dengan mendekat pada pasien. "Pinggulku sakit, dokter." Balasnya kesakitan membuat Arseno memdongak kecil kearah suster. Dokter magang menyimak dengan menatap kearah Arseno tanpa berkedip.

"Tanda vitalnya bagaimana?"

"Antara 50 sampai 90, dok."

"Dokter, kita kedatangan pasien lagi!" Teriak suster lain yang sudah berdiri di hadapannya membuat dokter muda sekaligus kepala rumah sakit itu mengulum bibir.

"Oke. Hubungi dokter Arka untuk menangani pasien ini." Perintahnya lalu melangkah tenang mengikuti suster tadi.

Arseno berdiri sembari mengangkat wajah menatap dokter cantik berambut sebahu yang kini berdiri berhadapan dengannya.

"Gimana pasiennnya?"

"Ah? Pasiennya mengalami hemopneumothoraks di sisi kira dan juga cedera limpa, dokter." Jelas dokter cantik itu masih sempatnya melirik Arseno yang sedang memeriksa pasien di depannya, "bagaimana dengan pendarahan rongga dada?"

"Sekitar 100 cc di sisi kiri."

Arseno mengangguk.

"Oke. Masukan selang dada dan pindahkan ke ruang operasi," titahnya membuat dokter cantik itu terdiam dengan mengerjap polos.

"Operasi?"

"Iya, dokter Metta yang operasi."

Dokter cantik itu mematung dengan meneguk ludah memandang Arseno yang masih menatapnya dingin.

"Saya belum pernah operasi pasien hemoperitoneum, dok." Katanya dengan mencicit kecil, Arseno menghela kasar dengan berdecak kecil.

"Tapi sudah pernah dipelajari kan?"

TSUNDERE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang