Part 1. Jovan Geraldino

1.9K 23 0
                                    

Sebelum mulai, ayo kita kenalan dulu bestie. Jawab di kolom komentar, yaww!

**** Siapa nama kamu?****
**** Darimana kamu berasal?****
**** Jam berapa kamu baca cerita ini?****




Ig; Mutiaaaq__

Hari ini ada rapat di sekolah yang mungkin sudah setahun lamanya ia kepalai. Karena seminggu lagi akan ada acara kenaikan kelas dan beberapa acara yang harus memeriahkan acara tersebut, maka ia dipanggil untuk turut serta memberikan beberapa saran selaku pemilik sekolah.

Jovan Geraldino, pemuda dua puluh lima tahun berdarah asli Amerika, yang pernah menyandang status sebagai mucikari namun dengan terpaksa ia harus menanggalkan pekerjaan tersebut karena permintaan sang ayah. "Kamu itu pengusaha besar, Jovan. Perusahaanmu dimana-mana, tolong tinggalkan saja pekerjaan harammu itu. Akan memalukan keluarga jika seluruh rekanmu tahu!" Katanya begitu.

Sejatinya, agak berat hati untuk ia meninggalkan pekerjaan tersebut. Selain menyenangkan, ia bisa hura-hura bebas tanpa ada permaslahan. Memang, dari semua bisnisnya, menjadi mucikari tidak menghasilkan gelimang materi dibanding semuanya. Namun, ya... Kembali lagi. Terkadang hidup juga tidak melulu harus tegang dan serius. Tapi, mau bagaimana lagi? Pihak keluarga tak mau memberi ia izin.

Saat masih berjalan di koridor, ini bukan pemandangan pertama kalinya yang selalu berhasil menganggu penglihatannya. Oh, ayolah. Ia tahu jika parasnya sangatlah tampan bak titisan Dewa. Umurnya yang tergolong sudah tak lagi remaja, tapi masih banyak sekali pasang-mata wanita yang mengerling tergila-gila. Banyak dari siswi-siswi disana yang berebut pandang, melayangkan senyum, dan sekedar memberi sapaan pagi semacam,

"Selamat pagi Pak ketua, senang bertemu denganmu lagi."

"Hai, Pak ketua. Aku ada bekal, mau sarapan bersama?"

Dan, ada juga yang lebih sarkas

"Pak ketua, ini nomerku. Kau bisa menghubungiku nanti malam, atau sekedar dinner bersamaku."

Semua itu ia balas hanya dengan uluman senyum, atau sesekali dengan gelengan sopan. Itu yang selalu sukses membuat para gadis-gadis terpesona, kesopanannya, dan tentu saja senyumannya yang tak pernah ia tanggalkan barang sedetikpun. Sengaja sekali hendak membuat para gadis tak sehat mentalnya.

Syukurlah, koridor sudah ia lewati dengan selamat. Tanpa ada kecacatan hati atau sekedar tergoresnya perasaan. Bisa bahaya jika ia mencintai anak remaja yang masih belajar di bangku SMA nanti.

Saat ia sudah masuk kedalam kantor, ruangan yang awalnya bising, menjadi senyap sekejap ketika ia sudah menginjakan kakinya di dalam. Semua para guru berdiri, membungkuk hormat, lalu melayangkan seulas senyum. Ada juga beberapa yang melontarkan sapaan, terutama guru perempuan. Ah, come on gurls!

Untungnya hal tersebut sudah biasa ia alami, jadi pria bermata coklat itu tak harus bersusah-payah mengembalikan konsentrasinya yang berantakan hanya karena sapaan dan kerlingan manja tersebut. Yang ada, para guru wanita itulah yang harus fokus karena barusaja dilayangkan sesimpul senyuman oleh sang pemilik sekolah tampan itu.

Dengan auranya yang begitu kuat, dan pembawaannya yang amat sangat kental dengan suhu dingin, Jovan berusaha mencairkan tenggorokannya dengan berderham, tersenyum, lalu mulai membuka mulut.

"Mari kita mulai rapatnya sekarang!"

Bad ElssWhere stories live. Discover now