TS: Menuju Baik 2

1.2K 152 24
                                    

Picture source: Pinterest
-----------------------

Di luar sana hujan sudah mulai reda. Hanya menyisakan titik-titik kecil gerimis yang masih berjuang turun menyiram bumi. Rumi sudah selesai salat Asar. Sekarang dia sedang melipat mukena.

Tiba-tiba pintu ruangan Rumi di buka kasar. Otomatis dia menoleh dan langsung mendapati Eresta sudah melangkah ke dalam. Raut muka gadis itu cemas, juga gusar.

"Ada apa?" tanya Rumi bingung.

"Aku izin pulang lebih awal. Sous Chef kita akan menggantikan peranku sementara." Tidak menunggu keputusan Rumi, Eresta langsung melesat pergi.

Rumi jadi sedikit khawatir. "Chef!"

Dia menyusul Eresta. Langkahnya tergesa berusaha mengejar Chef mereka itu.

"Chef!" ulang Rumi.

Eresta abai. Masih saja melangkah menuju tempat parkir khusus karyawan restoran di basemen.

"Ada apa?" pertanyaan yang persis sama kali ini keluar dari mulut Prada.

Prada baru saja ingin menemui Rumi setelah selesai salat di musholla. Belum sampai ke tujuan dia melihat Eresta disusul Rumi berjalan hampir berlari.

Rumi menggeleng tanpa memperlamban langkah. Dia tidak ingin kehilangan jejak.

Daripada penasaran, Prada memilih mengikuti mereka. Bertiga berjalan cepat layaknya perlombaan.

"Eres!" panggil Prada sebelum Eresta masuk ke dalam mobilnya.

Mendengar suara Prada, Eresta membeku sepersekian detik sebelum menoleh. Air mukanya begitu mengkhawatirkan.

Rumi menutup mulutnya rapat-rapat. Berusaha menghalau perih seperti sakit mag. Perlu berkali-kali merasakan dan berbulan-bulan berlalu sebelum akhirnya mengerti bahwa itu tanda kecemburuan.

Dia menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Saat ini bukan waktunya terbawa perasaan.

"Aku yang bawa mobil," putus Prada, tidak jadi mengintrogasi Eresta.

Dia merasa tidak boleh menghambat Eresta, namun juga tidak bisa membiarkannya sendiri. Kondisi gadis itu sangat kacau.

Berjalan cepat dia melewati Rumi yang masih berjuang menghalau kemarahan. Lantas mengambil kunci yang menggantung di tangan Eresta.

"Yang," ujar Prada, memaksa Rumi membuang kesal dan menoleh. "Kamu sama Eres duduk di belakang."

Rumi mengangguk. Bergerak dia menghampiri Eresta. Tidak sempat protes apapun gadis itu langsung diseret duduk di kursi penumpang.

"Kemana?"

"Ke Rumah Sakit Hidayatullah, kak," jawab Eresta kilat. Dia memohon, "Tolong cepat ya, kak, please!"

Prada mengangguk. Tanpa mengatakan apapun lagi langsung melajukan mobil Eresta menuju tempat yang dikatakan.

Sunyi! Tidak ada yang bicara. Semua diam selama perjalanan seakan diam adalah kesepakatan bersama.

Tangkas dan lincah Prada mengendalikan mobil. Mengambil jalan tercepat agar segera sampai. Dalam waktu singkat mereka sudah berada di tempat tujuan, RSI Hidayatullah.

Baru saja mobil berhenti, Eresta langsung mendorong pintunya ketika bunyi 'klik' tanda kunci otomatis benda itu terbuka menghampiri telinga. Gelisah dia berlari menuju IGD.

Matanya menjelajah mencari sosok yang tadi mengabarinya. Rasa lega menghampiri ketika melihat sosok itu berdiri tegak, tampak baik-baik saja.

Badannya lemas karena setengah kekhawatirannya pergi. Namun, dipaksakan kaki itu melangkah, menubruk sosok itu dengan sebuah pelukan. Mengabaikan sekitar, bahkan kenyataan bahwa sosok itu sedang berbicara dengan seorang dokter.

Le Restaurant de Prada: Menuju BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang