"Kamu apa-apaan sih Gin? Kamu ga berusaha menjelaskan apa yang terjadi dan siapa cewe tadi? Kenapa dia panggil kamu 'sayang'?"
"Udah aku bilang client. Jelasin apa? Ga ada apa-apa. Dia emang suka iseng godain aku kaya tadi." Gina mulai emosi. Akupun terpancing karena jawaban Gina yang tidak jelas.
"Godain? Sampe buka baju? Kalo aku ga datang, kalian mau ngapain?"
"Kamu mau ngapain ke sini?" Gina tidak menjawab pertanyaanku.
"Aku kesini karena mau beresin kesalahpahaman kita. Tapi kamu malah mesra-mesraan sama cewe lain. Apa kamu emang begini di belakang aku?"
Gina memandangku dengan tatapan tajam. "Kok lo nuduh? Siapa yang mesra-mesraan? Lo ga ngaca siapa yang main belakang? Lo yang ciuman sampe dua kali. Yang tadi itu gue memang ga ngapa-ngapain. Terserah lo mau percaya atau ngga." Dia berkata dengan nada marah.
Aku merasa Gina berubah. Lebih emosional, lebih kasar.
Aku berusaha menahan agar tak menangis karena sikap kasarnya, juga karena apa yang dia lakukan dengan wanita tadi.
"Gin, aku kesini mau minta maaf soal aku dan Audy."
"Sstt... Ga usah bahas Audy."
Kami berdua terdiam. Aku tidak akan bisa membicarakannya secara baik-baik dengan kondisi kami berdua diliputi kemarahan.
Gina menghembuskan nafas panjang untuk menenangkan diri.
"Duduklah. Ada yang mau aku bahas," perintahnya kemudian duduk di sofa. Nada bicaranya sudah melunak. Aku menurut. Kami duduk berhadapan.
"Aku tanya sekali lagi, kamu percaya ga sama aku?"
Percaya apa?
"Kamu percaya ga kalo tadi aku ga ngapa-ngapain? Sekalipun yang kamu lihat terasa mustahil ga ada apa-apa."
Aku perlu berpikir untuk menjawabnya. Apa yang tadi kulihat memang mustahil jika mereka tidak macam-macam. Sulit untuk percaya.
"Jawab Sen."
Aku menggeleng.
"Apa?"
"Aku mau percaya tapi susah, Gin." Aku mulai menangis. Kenapa aku jadi ragu pada Gina?
Gina menundukkan kepalanya setelah mendengar jawabanku. Dia kemudian melihatku dengan tatapan kecewa(?)
"Oke. Sorry Sen."
Sorry apa?
"Untuk sekarang, aku juga ga percaya sama kamu." Ekspresinya terlihat sedih. Aku terdiam mendengar ucapannya.
"Aku ga yakin kita bisa LDR, Sen."
Oh. Aku mengerti maksud pembicaraannya.
"Aku baru pergi seminggu, tapi kamu sama Audy... Dua kali ciuman. Direkam pula. Gimana mau LDR?"
Aku menangis dalam diam, kesulitan untuk menanggapi pernyataannya.
"Apa kamu percaya kalau selama ini aku memang ga macem-macem di belakang kamu?"
Aku masih diam. Kenapa sulit untuk menjawabnya? Setau aku, Gina memang tidak pernah aneh-aneh. Tapi di belakangku? Mungkin saja. Dan aku tidak mengetahuinya.
"Apa kamu percaya kalau aku ga akan macem-macem seandainya kita LDR?" Dia bertanya lagi, aku masih tetap diam.
Membayangkan jika Gina di Bali dikelilingi bule-bule seksi berbikini. Dengan sikap ramahnya, dengan sikap genitnya, tidak mungkin tidak ada yang tak tertarik pada Gina.
Gina tidak macam-macam? I don't know!
Aku tiba-tiba merasa insecure. Aku tidak bisa memberikan jawaban. Takut dengan kekhawatiran yang tiba-tiba muncul.
"It's oke Sen. Aku tau. Aku ngerti." Gina menatap mataku. Matanya berkaca-kaca.
"Kita selesai kan ya?" Air matanya turun. Dia menangis. "Kamu ga percaya sama aku, begitupun aku," lanjutnya.
"Gin..." Aku pun semakin menangis, tidak sanggup melanjutkan. Ingin kukatakan sesuatu tetapi tertahan.
Jadi hubungan kami berakhir? Karena Audy? Karena Gina macam-macam? Atau karena aku tidak percaya padanya?
Gina menggenggam tanganku. "Kita udahan ya Sen? Sorry, aku ga mau kita jauh dengan saling ga percaya. Dan jujur, saat ini bagiku sulit untuk percaya sama kamu. Dengan adanya Audy. Dengan keberadaan kita yang saling berjauhan."
Gina benar. Kami tidak bisa menjalani hubungan tanpa adanya rasa percaya satu sama lain. Apa yang terjadi pada kami saat ini mempengaruhi kepercayaan kami terhadap masing-masing. Tapi aku tidak rela untuk melepas Gina.
Gina mendekatiku, menghapus air mataku. "Maaf untuk perbuatanku semalem. Ga seharusnya aku berlaku seperti itu sama kamu."
Aku meresponnya dengan anggukan.
"Udah malem. Ayo aku anter kamu pulang." Dia menatapku, tersenyum tipis lalu mengacak rambutku.
Bagaimana dia bisa meminta hubungan ini berakhir dengan dia masih bersikap manis di saat seperti ini?
* * *
Seminggu setelahnya, di hari kepindahannya, Gina mengirim pesan padaku.
Good bye Sen. Take care.
Pesan singkat yang membuat air mataku turun lagi.
Seminggu tanpanya, hariku sepi. Hatiku sepi. Ada yang hilang. Ada yang kurang.
Kini, aku harus menjalani hari-hari ke depan tanpa kehadiran Gina di sisiku. My other half.
to be continue
YOU ARE READING
I'm Happy When I'm With You
RomanceRegina, biasa dipanggil Gina : cewek extrovert, manis, periang, cuek sama diri sendiri tapi care sama pasangan, mantan player. Sena : cewek introvert, cantik, kalem, cerdas dan penyabar. Tapi Sena ga bisa sabar menghadapi kelakuannya Gina.
24 : We're Done
Start from the beginning
