1.8

932 171 16
                                    

sekarang, gue lagi bersiap untuk jalan-jalan malem sama luke. naik motor aja karena gue pengen berburu city lights dengan jelas. sebenernya gue pengennya pergi ke puncak bintang yang ada di bandung, tapi hell no, pasti nggak akan diizinin sama bunda.

dan entah firasat gue doang atau emang beneran, luke lebih banyak diem malem ini—ya walaupun emang dia juga jarang ngomong sih. tapi kayak beda aja gitu, kayak ada sesuatu yang dia umpetin.

"jam sembilan pulang ya? nanti lo masuk angin."

suara luke samar-samar masuk ke kuping gue yang sedari tadi cuma dengerin suara angin. gue cuma bisa ngangguk walaupun tau luke nggak bisa liat gue.

"eh, besok diundang sama mama ke rumah, mau ngerayain anniversary pernikahannya sama papa. lo kalo nggak mau dateng juga gapapa."

kalo ngomongin soal undangan ke rumah luke itu selalu bikin gue trauma. iya, inget sama omongan tantenya yang nggak jarang suka bikin gue kepikiran.

"liat besok aja aku bisa atau nggak. nggak papa kan?"

luke ngangguk. "gue paham kok kenapa. gue kalo jadi lo juga ogah."

gue cuma nyengir, walau lagi-lagi gue tau luke nggak ngeliat. gue ngelirik jam tangan, sekarang udah menunjukan pukul delapan. gue lalu minta luke buat mampir beli makan, dan berhubung yang paling deket cuma mcd, kita akhirnya ke sana.

"makan di sini apa bawa pulang?" tanya luke sambil jalan.

"di sini aja sekalian, mumpung nggak rame juga di dalem."

"terus city lights lo gimana?"

"yaa.. nggak papa, kayak nggak ada hari besok aja sih."

"masalahnya gue nggak tau bisa nemenin atau nggak."

gue mengangguk. "gampang, nanti aku nyari sendiri. atau sama calum kalo dia lagi pulang."

kita lalu kembali berjalan untuk mesen makan, habis itu nyari tempat di deket kaca. luke udah anteng dengan big mac-nya dan gue anteng dengan fishf fillet burger.

"lo makan segitu doang? katanya laper?"

"iya laper dan lagi pengen ini. kenapa deh?"

"ya.. nggak sih," luke cuma mengedikkan bahunya. "biasanya kan orang kalo laper makan nasi. elo gitu doang."

"ini kan tetep ngenyangin!"

"oke, oke. makan yang banyak biar cepet gede." luke ketawa sambil nepuk-nepuk kepala gue.

gue tuh kadang masih suka deg-degan sendiri kalo luke tiba-tiba bertingkah kayak gitu. soalnya luke kan cakepnya suka nggak kira-kira ya, jelas aja gue masih suka dibikin sempoyongan sama dia.

ngomong-ngomong... "kamu kemaren tumben banget nggak pamit sama aku. buru-buru banget, ya?"

"hng," dia bergumam. "mama minta temenin belanja soalnya. kenapa? nyariin?"

"iyalah. soalnya tumben banget aja gitu, nggak biasanya."

luke nggak ngomong apa-apa lagi. sama kayak gue yang fokus sama makanan. langit udah makin gelap dan udah hampir jam sembilan, tapi rasanya gue belom mau pisah sama luke.

"sre.."

"apa?"

"kalo nanti udah nggak sama gue, lo bakal ngapain lagi?"

gue cuma bisa diem, berusaha menyerap kata-kata luke dengan sebaik mungkin. pertanyaan yang bahkan menurut gue nggak ada jawabannya.

"ngapain ya? nggak tau," gue menelan ludah. "ya.. tetep ngejalanin hidup kayak biasa sih. mungkin berat, tapi mau gimana lagi? ini kan emang konsekuensinya."

"berat?"

gue menghela napas panjang. "yang namanya perpisahan itu nggak ada yang ringan, luke."

•••

a/n
btw, yuk kita spam twitternya luke🌝🌝

a/nbtw, yuk kita spam twitternya luke🌝🌝

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
meraki [luke]Where stories live. Discover now