Hilangnya Mahkota Kesucian

66 3 2
                                    

"Hai, gadis cantik. Mau cari siapa?"

"Dindanya ada, Om? Mau main sama Dinda."

"Ada, masuklah ...."

Gadis kecil itu berjalan pelan masuk ke rumah yang ia pikir akan bertemu dan bermain boneka dengan temannya. Tak tahu jika akan ada hal buruk terjadi.

"Di mana Dindanya, Om?" tanyanya membalikkan badan, mengetahui lelaki itu mengikutinya dari belakang. Gadis berambut ikal itu tengah sadar tak ada siapapun di dalam, dan merasa takut ketika sadar pintunya tertutup.

"Kamu mau buang air kecil?" tanya laki-laki berusia 19 tahun itu. Seketika mendapat gelengan pelan darinya.

"Tidak apa-apa. Sini om bantu bukakan celanamu." Lelaki itu mulai medekati.

"Aku mau main sama Dinda, Om. Bukan mau pipis." Wajah gadis berbaju pink itu mulai ketakutan.

"Iya, om bantu bukakan celanamu dulu. Biar kamu tidak ngompol di sini. Kalau ngompol, om akan marah."

"Tidak mau! Ibu ...!"

Gista terperanjat dari tidurnya, terduduk dengan napas yang terengah-engah. Keringat yang bercucuran membuatnya mengusap dahi berkali-kali.

Kemudian, meneguk satu gelas air putih yang tersedia di meja persis samping ranjangnya.

Wanita itu terlihat menutup wajahnya. Mimpi buruk lagi. Kemudian, terisak menangis.

**

"Kenapa? Tak biasanya kamu serius? Biasanya agak sengklek?" ledek Gista pada Kevin saat istirahat makan siang.

"Bingung, Gis. Kamu tahu sendiri, besok aku harus ke luar kota, walaupun cuma satu hari, nanti Allea dengan siapa? Memang ada tante Ratna, tapi tetap saja aku khawatir. Kadang Allea tidak stabil," jelas Kevin.

Gista terdiam setelah meneguk kopi latte kesukaannya, berpikir jika mendapatkan kesempatan untuk mencari tahu lebih jauh tentang Allea.

"Kalau boleh, aku bersedia menemani Allea besok. Setelah pulang kerja pastinya."

"Kamu yakin?" selidik Kevin.

Wanita berambut ikal itu mengangguk yakin.

"Kamu tidak takut pada Allea?" tanya Kevin mengaitkan alis, seperti tak percaya.

"Kamu bilang Allea gadis baik, bukan? Aku juga percaya itu. Lagi pula, sekalian supaya aku lebih dekat dengannya."

"Maksudmu? Lebih dekat untuk menjadi kakak ipar?" tanya Kevin, menaikkan alis berkali-kali seperti biasanya.

"Jangan harap! Kamu saja tak pernah berani bertemu orang tuaku," tepis Gista.

Mendengarnya, Kevin hanya menggaruk kepala belakang dan senyum yang cengengesan.

Gista merasa senang karena mendapatkan kesempatan itu. Ia hanya ingin mencari tahu dengan apa yang menurutnya sangat janggal, dan juga merasa iba dengan Allea.

Sesaat terlintas bayang mimpi buruk yang singgah dalam tidurnya semalam. Memang bukan yang pertama, Gista sering kali dihantui oleh mimpi itu, yang sekaligus menjadi momok menakutkan di masa lalu yang kelam.

**

Sore itu, Gista membeli beberapa tangkai bunga yang cantik nan wangi. Sudah pasti itu untuk Allea. Menurutnya, inilah cara satu-satunya untuk mendekati gadis cantik itu.

Gista mengetuk pintu yang terlihat sepi, ia tahu betul hanya ada tante Ratna dan Allea di dalam, sedangkan Kevin sudah pergi ke luar kota sejak semalam. mungkin akan pulang besok siang.

AlleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang