"Terimakasih teruntuk perjalanan kisah cinta yang diluar akal."
Ansen Theo Edison (Kim Taehyung), laki-laki berparas tampan yang mempunyai harta melimpah. Semua keinginannya harus terpenuhi, apa pun caranya, ia harus dapatkan. Termasuk cinta dari du...
Theo melangkah santai ke markas Bangtan—tempat ngumpulnya cowok-cowok ganteng, tapi attitude-nya... yah, questionable. Di sinilah para pria bermuka tampan tapi hati tak sepenuhnya suci berkumpul setiap sore menjelang magrib (padahal gak ada yang niat sholat juga).
Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.
Markas ini "dipimpin" oleh Niko, si bossy dengan jiwa leadership yang tinggi... sayangnya sering disalahgunakan buat hal-hal yang you know what I mean.
Ada juga Saka, si juru masak andalan. Walaupun cowok, vibes-nya emak-emak banget. Btw, dia udah taken, jangan harap bisa ngedeketin.
Lalu Yuda, manusia putih dengan ekspresi datar kayak triplek. Saking datarnya, orang kadang gak yakin dia hidup atau sekadar patung lilin Madame Tussauds.
Jasson hadir sebagai pelawak resmi grup. Dia nggak pernah gagal bikin tawa pecah, bahkan di tengah drama paling absurd.
Dan Jay, si tampan tapi bantet. Bantetnya relatif sih, cuma kalau dibandingin sama anak-anak Bangtan. Di dunia luar, dia termasuk jangkung.
Tapi yang paling brengsek dan paling ganteng?
Tentu saja sang aktor utama: Theo.
Sebenarnya masih ada satu lagi. Cowok cakep tapi imut-imut kayak karakter webtoon: Jack, adiknya Nida. Karena beda sekolah, dia nggak bisa sering nongkrong bareng mereka.
"Cuy!" sapa Theo sambil duduk di tengah-tengah mereka dengan gaya sok cool, padahal hati lagi ruwet.
"Loh, tumben nongkrong. Biasanya kan bucin mulu sama Kayla," ejek Jasson sambil ngunyah keripik.
"Males," jawab Theo singkat, tanpa ekspresi.
"Tumben!" serempak mereka menjawab, nyaris kayak paduan suara dadakan.
Mereka heran. Theo, yang selama ini terkenal sebagai Raja Bucin Kerajaan Cinta, tiba-tiba bilang males. Aneh. Mencurigakan.
"Lo bosen sama Kayla? Sini, buat gua aja," kata Saka sambil nyengir jail.
Theo menatapnya tajam. Kalau bisa bunuh orang pakai tatapan, Saka udah jadi arwah gentayangan.
"Tiba-tiba males, kenapa? Gara-gara Nida balik lagi?" tanya Jay, yang langsung bikin suasana tegang kayak film thriller.
"Lu kali yang masih belum move on," sahut Yuda datar. Tapi justru karena datarnya, kalimat itu terasa nyindir banget.
"Kalau jawabannya emang iya karena Nida, terus kenapa?" kata Theo, santai... tapi jelas itu pengakuan terselubung.
BRAK!
Jay berdiri dan menjatuhkan kursi. Matanya penuh amarah dan... cemburu?
"Ngapa lu?! Masih suka sama Nida? Yakin nggak takut ditolak lagi? HAHAHA," tawa Theo penuh sindiran.
Jay mengepalkan tangan. "Kali ini, gue pastiin gue yang dapetin Nida!"
Dan dia pergi. Meninggalkan dentingan drama di udara.
Saka menepuk bahu Theo pelan. "Lo udah punya Kayla. Nida itu masa lalu. Temenan boleh, tapi inget... cuma temen."
Theo nyengir. "Gw bakal pastiin Nida balik lagi ke gw."
"BAJINGAN!" teriak Yuda spontan.
"Pilih salah satu! Jangan dua-duanya!" seru Niko ikut geram.
"Kalau bisa dua-duanya, kenapa harus milih satu?" jawab Theo, lalu pergi. Seperti protagonis brengsek di drama Korea.
"Liat aja Theo! Nida gak bakal balik ke cowok sampah kayak lo!" teriak Jasson sambil lempar bantal sofa.
l i m e r e n c e
Drttt. Drttt.
Nida menerima telepon.
"Iya, halo Theo kenapa?"
"Ketemu yuk. Ada tugas, ajarin ya. Di Kafe Alara. 10 menit lagi."
"Kamu masih suka maksa ya?"
"Dulu aja kamu suka."
"Dih! Gak! Udah ya, aku siap-siap dulu."
"Oke, hati-hati sayang."
Bip.
"Sayang?" Nida terdiam. Sebuah kata yang membangkitkan ribuan memori.
"Kenapa, Kak?" tanya Jack, yang tiba-tiba muncul di pintu.
"Nggak, kakak mau ke Kafe Alara."
"Theo?"
Deg. Kok dia bisa tahu?
"Kak, udahlah. Inget Theo cuma mantan. Dan inget gimana dia perlakukan kakak dulu. Jangan sampai kejadian itu keulang lagi."
Jack menatap kakaknya serius. "Aku gak mau lihat kakak nangis, ngurung diri berbulan-bulan lagi cuma karena cowok kayak dia."
Dia pegang pundak kakaknya erat. "Jangan percaya sama masa lalu yang kelihatan manis. Kadang itu racun paling pahit."
"Aku ke kamar dulu, Kak."
Nida diam.
Apakah ini saatnya dia menghadapi masa lalu yang belum benar-benar selesai?
Apakah dia...
Belum bisa move on?
LINE!
Nida menatap ponselnya.
Hatinya ragu.
Langkahnya bimbang.
Dan masa lalunya... mengintai dari balik senyuman Theo.