Iglerion

11 1 0
                                    

Asap pekat mulai memenuhi ruangan, diikuti dengan alarm kebakaran yang mulai bersahut-sahutan. Pesawat mulai kehilangan kendali karena adanya kerusakan sistem. Layaknya meteor jatuh, api terlihat menyelimuti seluruh pesawat ini. Beruntung, perisai luar dari pesawat ini belum rusak, sehingga badan pesawat tetap terlindungi. Bukan berarti semua baik-baik saja, pesawat ini akan berbenturan dengan planet asing itu dalam hitungan menit, belum lagi kemungkinan sistem meledak sebelum benturan kian meningkat. Sang pilot, Riksa berusaha untuk tetap tenang di tengah ramainya suasana dalam pesawat ini. Ia tengah mencoba berbagai hal untuk mengembalikan sistem pesawat seperti sedia kala, atau setidaknya memperlambat laju pesawat, tentunya dengan bantuan dari kedua anggota timnya. Namun tetap saja, benturan yang sangat keras tak terelakkan, menghasilkan bunyi dentuman yang cukup keras. Pesawat itu terpelanting ke sana kemari, hingga akhirnya berhenti di sebuah padang batu yang cukup luas. Pintu kokpit mendesis terbuka, bersamaan dengan asap putih tipis yang menyeruak keluar. Sang pilot menjejakkan kaki untuk pertama kalinya di planet tersebut, diikuti oleh kedua anggota timnya. Kilau batu yang menghamburkan spektrum warna dari bintang di dekat planet tersebut menerpa wajah mereka. Suhu di planet tersebut hangat, tak jauh berbeda dari planet asal mereka. Dua buah satelit menggantung di kedua sisi planet ini, menciptakan pemandangan yang begitu indah. Walau begitu, tak satupun dari mereka yang terpukau, raut wajah mereka waspada.

"Sialan! Kita terdampar di planet antah berantah sialan ini dan mesin kita rusak total," Atlar, sang kopilot menggeram kasar, dilanjutkan dengan umpatan dan sumpah serapah tanpa celah.

"Markas pusat tidak dapat dihubungi, dan sepertinya ini adalah planet tak terdaftar. Tapi jika dilihat dari menara disana, ini merupakan planet yang berpenghuni dan teknologinya bisa dikatakan cukup maju. Kita bisa mencari suku cadang di planet ini," sahut Erisa, salah satu pengintai terbaik tim Irlion yang baru saja menyelesaikan misinya di planet Torton. Selain keahliannya dalam mengintai, ia juga dapat mengendalikan angin, dan merasakan apa yang ada di lingkungan sekitar. Ia mengedarkan pandangannya, kembali membaca petunjuk-petunjuk yang tersebar di alam.

"Erisa benar." Riksa, sang pilot terlihat muncul dari balik ruang mesin. Ia baru saja memasang berbagai alat pengaman di dalamnya untuk mengantisipasi kerusakan mesin yang lebih parah. Sebelum itu, ia juga telah memasang berbagai perangkap di sekitar pesawat untuk mengantisipasi makhluk-makhluk planet ini bersarang di dalamnya. Perangkap-perangkap tersebut juga dipasang untuk menghindari penyamun antar planet yang sering mengambil rangka pesawat yang mengalami kecelakaan.

"Aku bisa merasakan ada energi kehidupan disana, diantara dua satelit, kearah bintang itu. Sepertinya ada permukiman disana." Erisa menunjuk ke arah cahaya berasal. Pembacaan alam Erisa berhasil baik, ada sedikit harapan untuk mereka.

Riksa melihat ke arah yang ditunjuk Erisa. Ia memimpin jalan di depan. Erisa dan Atlar mengikuti dari belakang. Mereka bertiga tetap waspada walau tanpa dibekali dengan persenjataan apapun, karena mereka dapat mengendalikan beberapa elemen alam. Padang batu ini sangat tenang, hanya ada beberapa makhluk kraptian yang senantiasa berlarian kesana kemari. Mereka adalah makhluk-makhluk dari planet kraptian yang sering melakukan migrasi antar planet, dan kembali ke planet asal mereka beberapa tahun sekali. Triton juga muncul beberapa kali, itu adalah hewan seperti ular derik dengan warna ungu kehitaman, ukurannya cukup kecil. Namun, racun dari Triton dapat langsung membunuh korbannya.

Langit makin meredupkan cahayanya, namun mereka belum juga sampai di permukiman tersebut. Atlar mengusulkan untuk beristirahat sebentar, memakan makanan kecil untuk mengembalikan tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Dua satelit yang menggantung di langit berubah warna. Salah satunya menjadi oranye seperti jeruk, dan yang satu menjadi ungu dengan garis-garis biru yang menawan. Terlihat ada sebuah badai besar yang menerpa satelit oranye, mencipatakan keindahan tersendiri. Angin bersiur sendu, dan gemintang menatap takzim.

IglerionWhere stories live. Discover now