Hai, Chica!

82 13 0
                                    


"Lama sekali, sih, kamu?" keluh Yudi yang wajahnya sudah terlihat kesal.

"Iya, iya ... maaf," sahut Vita sambil memakai sabuk pengaman. Sejurus kemudian ia menyimpan tas di pangkuannya untuk menutupi ponsel yang menonjol dari balik saku celana jeansnya.

Yudi segera menancapkan gas. Mereka pun siap meluncur kembali ke Jakarta. Sembari menyetir, sesekali Yudi melirik Vita.

"Kamu sakit?" tanya Yudi.

Vita menggeleng. "Tidak."

"Yakin? Wajahmu pucat."

"Oh, ya?" Vita mengambil ponsel miliknya untuk bercermin. Benar kata Yudi, wajah Vita tampak pias. 'Ini pasti karena penglihatanku muncul', batinnya.

Yudi berdeham. "Jangan bilang kamu melihat sesuatu di rumah itu."

Vita memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam tas. "Ya, aku melihat sesuatu yang mengerikan, sekaligus menyedihkan."

"Sengaja melihat?"

Vita mengangguk.

"Damn!" seru Yudi sambil memukul stir. Vita sontak terkejut. "Vit, aku boleh saran tidak?"

"Apa?"

"Sebaiknya kamu ruqyah, supaya mata batinmu ditutup. Percayalah, Vit. Indigo sepertimu itu bukan anugerah, tapi gangguan."

Vita tersenyum samar. "Aku tahu."

"Kalau tahu kenapa kamu diam saja, hem? Malah kelihatan menikmati."

Vita tak langsung menjawab. Mobil sedang berada di jalan menurun dan berkelok-kelok, membuat Vita sedikit mual. Ia mengambil permen jahe yang selalu tersedia di atas dashboard, dan mengemutnya. "Aku memang menikmatinya, Yud. Aku tidak merasa terganggu," ujarnya.

Yudi menghela napas kasar. "Terserahlah. Tapi, aku tidak mau kalau yang kamu lakukan itu sampai mengganggu atau bahkan mencelakai kita."

"Insyaallah," jawab Vita datar. Ia merasa tak yakin mereka tidak akan diganggu. Ia hanya yakin bahwa Allah selalu ada untuk melindungi.

Waktu tempuh Bandung-Jakarta yang hampir 4 jam pun dihabiskan dengan hening, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Terutama Vita. Jemarinya mengetuk-ngetuk lutut. Sebenarnya ia tak sabar ingin membongkar isi ponsel Chica.

Kijang hitam Yudi kini telah menempati area parkir kantor berita JKT_MEDIA di bilangan Jakarta Selatan. Setelah mengambil kamera kesayangan di jok belakang, Yudi dan Vita melangkah ke ruangan redaktur. Vita mengetuk pintu.

"Ya, masuk!" sahut seseorang di dalam.

Vita dan Yudi pun masuk. Yudi yang berada di belakang Vita menutup kembali pintu ruangan. Mereka berdua duduk setelah dipersilakan.

"Bagaimana, lancar?" tanya Pak Darwin.

"Alhamdulillah, Pak," jawab Vita yang diangguki Yudi.

"Mana, saya mau lihat hasil laporan kalian."

Yudi memperlihatkan hasil moment record atau rekaman peristiwa. Pak Darwin mengusap dagunya.

"Apa tidak ada narasumber yang bisa kalian wawancara?" tanya Pak Darwin.

Vita menggeleng. "Tidak ada, Pak. Rumah korban berada di area terpencil, jauh ke mana-mana, bahkan jarak antar tetangga juga berjauhan. Kami sempat membujuk salah satu warga untuk diwawancara, tapi dia menolak."

Pak Darwin menyender di kursinya sambil menyilangkan kedua tangan di dada. "Lalu, apa menariknya liputan kalian kalau tidak ada fakta yang terungkap?" Matanya menatap Vita dan Yudi bergantian.

Dongeng Setelah TidurWhere stories live. Discover now