:: Ego

7 4 0
                                    



















::

"Kamu terlalu cuek. Awalnya masih ku toleri, tapi makin kesini makin parah. Tidak apa-apa tidak membalas pesanku, tidak apa-apa tidak mengangkat telfonku, sudah biasa, aku kebal. Tapi kemarin, aku kecelakaan pun kamu benar-benar tidak peduli, itu keterlaluan Sanya"

Sanya, gadis yang menjadi alasan kemarahan seseorang masih terdiam berdiri, pandangannya lurus ke arah pemuda yang kini menatapnya tajam.

"Kamu tahu aku"

"Ya, aku tahu. Tidak bisa kah kau mengubah sif-"

"Tidak."

Jawaban final, tidak bisa digugat.

Nanta tercengang dengan jawaban yang bahkan pertanyaannya saja belum selesai, ia menatap Sanya. Bagaimana bisa gadis itu masih saja memasang wajar datar, Nanta terkekeh, hampir tertawa terbahak-bahak, dadanya luar biasa sakit.

"Harusnya aku sadar, San. Dari awal kamu memang tidak peduli,  kemarin, hari ini pun kamu tidak pernah peduli. Tahu begini waktu dulu, kamu tidak usah menerimaku. Toh, ada kamu atau tidaknya sama saja"

"Kamu selalu menuntut ini-itu, selalu ingin seperti yang lain. Kamu tahu aku tidak suka, tapi kamu paksakan, kamu tahu aku dengan baik, kamu tahu sifafku seperti apa. Lantas, kenapa dipermasalahkan?"

Nanta menghela napas, memandang langit yang kini berubah menjadi jingga, lalu kembali memfokuskan diri pada objek di depannya,

"Kamu tahu, San? Ada fase-nya orang yang sabar akan berubah jadi muak,"

Nanta mengambil jaket yang tersampir di motornya lalu memakainya, tangannya mengambil sebuah helm, mengulurkannya ke Sanya.

"Naik!"

Tanpa guyonan , tanpa tawa, perjalanan menuju rumah Sanya kali ini tanpa suara dari keduanya.


























::

Nanta menghindar.

Menutup mata dan telinga pasal Sanya, dia sudah terlalu lelah, biarkan dirinya beristirahat sejenak.

Terhitung sudah lima hari tak ada komunikasi, terakhir bertemu hanya pada hari itu saja, pertengkaran pertama.

Hari ini Nanta sedang berada di minimarket, mengambil minuman dingin dan cemilan, hendak melangkah menuju kasir namun ada objek yang menghentikannya, ragu tapi setelah berpikir lama ia mengambilnya juga.

"Rokok?"

Nanta mengedikan bahu, membuang pandangan ke arah jalan raya yang dilalui berbagai kendaraan.

"Sejak kapan lo ngerokok?"

Nanta menoleh, "Itung aja sih, ngga usah nanya-nanya"

Petugas minimarket sekaligus teman dari kekasihnya itu memutar bola mata, mengambil cemilan satu persatu untuk di scan.

"Ada masalah?"

Nanta tak menggubris, terlalu malas.

Suasana minimarket masih sunyi, wajar masih pagi, orang-orang sedang beraktifitas. Namun, Nanta yang hari ini sedang tidak ada mata kuliah menghabiskan waktunya untuk berleha-leha di kamar.

"Ditanya bukannya dijawab"

"Nih, total 40.000.00"

Nanta mengambil dompet di saku celananya, mengeluarkan 2 lembar uang berwarna hijau, kemudian meletakannya di meja, baru saja ingin mengambil plastik dan pergi namun orang di depannya membuka suara.

Epiphany-Where stories live. Discover now