"Sayang, bagaimana harimu? Apa sekolahmu menyenangkan?"

"Tentu saja, eomma!"

"Bergegas ganti baju, eomma dan appa akan menunggu di meja makan."

Taehyung tersenyum miris menatap interior rumah dari arah pintu masuk. Ingatan masa lalunya terlalu kuat.

"Ah,"

Taehyung menahan pegangannya di gagang pintu, kepalanya mendadak sakit lagi entah kenapa.

Mungkin karena dirinya terlalu banyak berpikir? Atau nyeri demamnya kembali.

"Obat demam, aku harus sekolah besok." Gumamnya.


6 PM

Suara jam digital membangunkan Taehyung yang tertidur di sofa. Matanya mengerjap pelan, terasa sakit dan berbayang.

Taehyung mematikan televisi yang menyala berjam-jam tanpa ditonton.

Suasana di rumahnya benar-benar sepi dan sunyi, lampu belum dinyalakan membuat kesan seperti rumah angker.

Kadang Taehyung merasa ngeri, tapi Ia sempat berpikir mungkin jika ada hantu yang tinggal di rumah ini mereka akan segera pergi, toh mereka tidak akan tahan melihat Taehyung berdiam diri larut dalam kesedihan setiap malamnya.

Ia berjalan perlahan menuju saklar lampu dan menutup gorden, lalu berbalik saat ponselnya berdering.

Jimin: ada tugas kelompok bertiga, dan Seokjin hyung juga datang, ayo kerjakan malam ini di sebuah kafe, aku akan menjemputmu pukul tujuh.

Taehyung tak yakin bisa keluar mengerjakan tugas malam ini, tapi Taehyung punya alasan sendiri untuk tidak menolak hal itu.

Nothing Last Forever.

Pukul tujuh kurang lima menit, Jimin sudah di rumah Taehyung. Menekan bel satu kali dan pemilik rumah meresponnya dengan cepat.

"Jimin."

"Ck panggil aku hyung." Jimin menyenggol lengan Taehyung pelan.

"Kita hanya beda dua bulan, lagipula tak apa sesekali memanggilmu begitu kan." Taehyung terkekeh pelan menatap Jimin yang terlihat jengkel.

Jimin memutar bola matanya malas, "Ya terserahlah, ayo bergegas."

"Omong-omong kau sudah makan belum?"

Taehyung mengangguk pelan atas pertanyaan Jimin.

"Padahal santai saja, tugasnya tidak banyak dan mudah, kita bisa bersantai di sana."

Taehyung mengalihkan pandangan ke kaca mobil, memejamkan matanya dan menghela nafas pelan.

Sumpah, Taehyung ingin lari saja rasanya.

Kondisinya belum sepenuhnya membaik, dan sekarang Ia malah keluar dengan urusan yang tidak terlalu penting.

"Taehyung? Tak apa kan?"

"Um ya tentu."

Taehyung lelah memakai topeng.

"Kenapa kau tidak mengatakannya dari awal hyung?"

"Maksudmu?"

"Bisa di rumah salah satu kita dan membeli beberapa camilan."

"Aku yang mentraktir kali ini, ya?"

Terserahlah.

Saat sampai di kafe, Seokjin dan Namjoon ternyata sudah menunggu, mereka melaambai ke arah Taehyung dan Jimin untuk mendekat.

"Kalian sudah memesan?" Tanya Jimin lalu menarik kursi di depan Namjoon.

Namjoon dan Seokjin menggeleng, "Kami menunggu kalian."

"Baiklah ayo memesan beberapa makanan."

Taehyung hanya sesekali berbicara, tubuhnya lemas dan wajahnya memucat, tapi setidaknya tersamarkan dengan cahaya lampu kekuningan.

"Taehyung, bagianmu."

Taehyung tersadar, posisinya sangat canggung lalu mengunyah dengan terpaksa kentang goreng yang sedari tadi tetap utuh dipegangnya.

Dengan cepat Ia mengetik di laptop dan menyimpulkan beberapa kalimat yang berasal dari buku.

"Bagianku selesai, aku ke toilet sebentar."

Tak ada yang peduli dengan ucapannya, mereka terlalu antusias dengan hasil yang Ia kerjakan barusan.

"Huwek."

Punggungnya naik turun, memuntahkan isi lambungnya di kloset. Matanya berair dan wajahnya terasa hangat.

"Benar, harusnya aku tidak memaksakan diri."

Taehyung keluar, menuju deretan wastafel. Untunglah toilet dalam keadaan sepi sekarang.

Ia menumpu kedua tangannya di sisi wastafel, menyalakan keran dan mengambil beberapa helai tisu.

"Taehyung? Kau—wajahmu pucat sekali!"

"Tolong antarkan aku pulang sekarang."

-tbc-

Nothing Last ForeverOn viuen les histories. Descobreix ara