Part 13 - Kenangan

1.7K 112 10
                                    

Gunung Ungaran.

Tempat yang penuh kenangan. Dulu. Dulu sekali. Waktu aku masih hijau dan sangat tertarik dengan dunia temaram, aku pernah punya pengalaman istimewa disini.

Waktu itu, aku, adikku, dan senior kami naik ke gunung ini dengan niat pengen mengetes mental.

Dan kejadian yang sampai saat ini masih membuatku gemetar ketakutan itu kembali muncul di kepalaku.

Kami bertiga naik gunung seperti biasa, tapi berbeda dengan sekarang, kami naik lewat jalur Perumasan di tengah malam.

Kami menelusuri jalur pendakian melewati kebun teh di atas perumasan, dan sesampainya disana, senior kami cuma tersenyum kecil dan menawari kami.

"Mau uji mental?" tanyanya waktu itu.

Aku dan adik menganggukkan kepala lalu tak lama kemudian senior membuka mata batin kami.

Saat itulah untuk pertama kalinya kami melihat 'hutan' di kebun teh yang kami lalui.

Hutan istimewa yang membuatku bergidik ngeri dan gemetar ketakutan.

Hutan yang bukan terbuat dari pepohonan tapi terdiri dari pocong yang berdiri berjejer rapat sekali.

Aku tak tahu berapa banyak sosok putih dengan ikatan kepala itu berdiri di sekeliling kami, tapi jumlahnya pasti ribuan.

Pocong yang berdiri diam dengan tinggi rata-rata 2m dan diam tak bergerak di tempatnya.

Mereka melihat ke arah kami bertiga dengan tatapan tanpa ekspresi.

Aku bisa mengingat jelas kenangan itu.

Ribuan sosok putih disela-sela kebun teh yang tingginya hanya sedada kami.

"Jangan pernah remehkan Gunung dan Laut," kata senior pelan dari belakang kami berdua.

Sesaat kemudian pemandangan mengerikan itu menghilang saat dia kembali menutup mata batin kami berdua.

Aku dan adikku langsung terduduk di tanah tak lama kemudian.

Pengalaman yang tak terlupakan.

Kini, aku kembali ke sini, tapi bukan karena mau uji nyali.

Huft.

Mereka, orang-orang kota berpendidikan tinggi itu, apa yang mereka lakukan hingga bisa membuat para penghuni gunung terusik dan melakukan ini semua.

Aku masih hanyut dalam pikiranku sendiri sambil berjalan mengikuti alur jalan setapak diantara pohon pinus yang masih berdesau tertiup angin ketika kami berdua sampai ke tempat kawan-kawan Eki berada.

Aku melihat sepasang cowok cewek yang saling berpelukan dan terduduk di tanah di sebelah gadis yang terbaring.

Pingsan?

Aku mendekat dan mereka berdua melihat ke arahku. Raut kaget jelas terlihat disana. Tapi saat mereka melihat Eki di sebelahku, mereka langsung menghempaskan napas lega.

Aku tak mempedulikan mereka dan melihat ke arah gadis yang terbaring di tanah.

"Pingsan?" tanyaku pendek.

Mereka tak menjawab.

"Bawa minyak kayu putih atau balsem?" tanyaku.

Eki membuka ranselnya dan mencari benda yang kuminta. Tak lama kemudian, aku meminta cewek yang satunya untuk mengoleskan balsem ke atas bibir cewek yang pingsan.

Sambil menunggu dia siuman, aku berdiri dan mengedarkan pandangan mataku ke hutan pinus di sekeliling kami.

Huft.

Aku menghempaskan nafas panjang.

Manusia itu kuat.

Jin lemah dan tak berdaya.

Tapi, ada kalanya manusia melemah dan memberikan kesempatan kepada Jin untuk masuk ke tubuh kita.

Marah, sedih, takut.

Dan mereka semua sedang ketakutan karena terror kuntilanak yang barusan.

Benteng mereka melemah dan mengundang rombongan mahluk lain yang tentunya dengan senang hati datang untuk berpesta.

Wajar kalau di sekitar kami, puluhan bedebah berkumpul dan siap menerkam.

Aku hanya menundukkan kepala.

"Pergi!" gumamku pelan.

Puluhan mahluk yang ada di sekeliling kami justru merasa tertantang dan makin merangsek maju.

Huft.

Aku benci melakukan ini. Tapi...

Aku memusatkan konsentrasiku dan mencoba merasakan gumpalan rasa hangat yang ada di bagian perut dekat pusar dan mengalirkannya ke seluruh tubuhku.

Seluruh bagian tubuhku juga mulai mengeras kecuali bagian leher ke atas.

Sensasi hangat itu mulai terasa di seluruh tubuhku dan membuatku bergetar pelan.

"Haaahhhhhhh!!!" aku berteriak dan menghempaskan semua tenaga dalam yang dari tadi aku kumpulkan ke sekelilingku.

Ke arah bedebah-bedebah yang berniat mengambil kesempatan dan berpesta disini tanpa diundang.

01. Gunung (End)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora