Part 2 - Petualangan

2.7K 147 20
                                    

Aku menikmati rokok Jarum Super ditanganku ditemani segelas kopi hangat dan sepiring singkong goreng yang nikmat.

Lha?

Darimana tu kopi dan singkong goreng?

Darimana lagi kalau bukan dari si Alimin bin kawan-kawan.

Saat membantunya, aku tak pernah berharap untuk mendapatkan imbalan apa pun. Toh aku juga sedang menunggu dua temanku yang sudah janjian di tempat ini pagi tadi.

Jadi, tak ada salahnya kan kalau aku membantu anak-anak Karang Taruna disini untuk melakukan tugas mereka?

Anggap aja segelas kopi dan sepiring singkong goreng ini, bonus yang kudapat. Hitung-hitung rejeki anak sholeh.

"Sendirian Bro?" tanya Alimin yang baru saja datang sambil tersenyum ke arahku.

"Nggak, ada kawan kok," jawabku.

"Berapa orang?" tanya si Alimin lagi.

"Dua orang lagi, sama aku jadi tiga orang," jawabku.

Alimin terlihat sedikit mengerutkan dahi.

"Kamu tu emang nekat, berangkat naik gunung kok Ngganjil," sungutnya.

Aku hanya tertawa saja. Memang salah satu kebiasaan yang sebenarnya  lebih pantas disebut tahayul sangat dipercayai oleh orang-orang di daerahku.

Sebisa mungkin bepergian ke tempat wingit dengan jumlah orang yang ganjil. Tapi, mau gimana lagi, lha wong mereka yang ngajak dan mau juga.

Kami berdua lalu bercanda dan tertawa lepas sambil membahas entah apa-apa di emperan rumah warga sore itu yang ada di belakang pos pendakian Sidomukti ini.

Aku sesekali melirik ke arah jalan yang ada di depanku dan menuju perkampungan yang ada di bawah sana. Jalan yang sama dan tadi kulalui dari pasar Jimbaran.

Aku mencari-cari sosok kawan-kawanku yang juga tak kunjung kelihatan itu.

=====

"Jadi berapa orang kita?" tanya si Dicky ke arah rekannya.

"Berlima aja," jawab Dewi.

"Oke, jadi pake mobilmu kan?" tanya Dicky lagi.

"Iya, tenang aja," jawab Dewi sambil tersenyum.

Di sebelah mereka berdua ada 3 orang lagi yang dengan penuh semangat mendengar obrolan mereka.

"Beneran ni Wi kita ndak perlu ngajak orang lokal? Kan belum ada yang pernah naik kesana sih?" tanya Dian dengan raut muka kuatir.

"Tenang aja. Ungaran nggak kaya gunung yang lain kok. Mirip tempat wisata. Kata kakakku yang pernah muncak kesana, kalau malam minggu, Ungaran mirip kayak pasar malam. Apalagi pas Malam Tahun Baru. Macet," jelas Dewi berapi-api.

"Kalian bayangin lah. Gunung tapi jalannya macet. Selangkah berhenti, selangkah berhenti. Dari ujung bawah sampai ke atas. Kek gitu yang namanya Gunung?" tanya Dewi sambil menahan tawa.

Keempat teman Dewi hanya tersenyum kecil, mereka sedang membayangkan petualangan yang akan mereka alami nanti saat berada di Gunung Ungaran. Gunung yang katanya serame tempat wisata dan cocok bagi pemula seperti mereka.

Kelima mahasiswa dan mahasiswi ini memang bukan berasal dari Semarang dan sekitarnya.

Mereka secara kebetulan saja bertemu dan kuliah di jurusan yang sama.

Dicky Marpaung dan Lisa Situmorang, sesuai namanya berasal dari Sumatera Utara.

Dewi Saraswati dari Bandung.

Eki Sujana dari Tangerang.

Dan yang terakhir Dian Puji dari Jogjakarta, yang terdekat dari Semarang tapi tetap saja sudah berbeda provinsi.

"Peralatan gimana Ki?" tanya Dicky kearah Eki yang memang kedapatan tugas mempersiapkan peralatan mereka.

"Karena kita dua cowok tiga cewek, aku cuma sewa dua set aja. Kan nggak mungkin cewek-cewek bawa ransel Gunung?" jawab Eki.

"Dua set dah cukup. Nanti satu tenda untuk cewek, satu tenda untuk cowok. Pas itu. Kita dua yang bawa ranselnya," jawab Dicky.

"Oke, jadi deal ya? Nanti kalian mampir ke kosku. Motor tinggal aja disana, kita berangkat sama-sama pake mobilku," kata Dewi mengakhiri diskusi mereka.

Keempat kawan Dewi menganggukkan kepalanya dengan semangat dan bayangan petualangan masa muda yang akan mereka alami terpampang di depan mata.

01. Gunung (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang