• | Day 5

99 1 0
                                    

A Break Time

Day 5 : Escape

Persona 4 © ATLUS
Narukami Aya [OC] & this fanfiction © Cordisylum

Adachi Tohru x OC

_start_

Lidah itu kelu menatap pemandangan di hadapannya. Seolah menolak untuk angkat bicara perihal apa yang baru saja ia temukan. Pandangannya berubah menjadi asing. Seperti guyuran air dingin, sama sekali bukan sesuatu yang mencerminkan sosok polos nan tenang seperti biasanya.

"Aya?"

Panggilan itu menyahuti derit berisik mengisi pikirannya. Lamunan akan seribu hal mengenai kemungkinan, lepas dari pengawasannya sesaat mata kelabu yang lebih cerah tampak lurus mengawasi miliknya. Tapi hanya dalam sedetik, iris milik sang gadis terpanggil menjauh dari titik perhatian. Tak ingin dipandang.

"Ah, apa kau lama menunggu? Maaf karena tidak segera menemuimu," suara itu masih dilayangkan Narukami Yu, pemuda pemilik suara pertama. Tatapan menyesal bercampur kebingungan bisa dapat dengan mudah terdeteksi darinya. Seseorang mungkin akan berpikir bahwa ia benar-benar menyesali kesalahannya pada orang ketiga dalam ruang kelas itu. Namun jika memperhatikan dengan teliti, kau bisa melihat sebelah tangannya di belakang sana sedang berusaha melepaskan diri dari jeratan sosok di samping.

Dan nampaknya, Narukami Aya adalah satu dari sekian banyak gadis dengan pandangan yang cukup teliti.

"Nii-san … aku datang untuk mengatakan," penyampaian kalimat yang tak sempurna darinya sepertinya membuat resah sang lawan bicara. Meski begitu, gelinya rasa ragu menggelitik lidah Aya dalam berbicara. Ia tak sesegera menyelesaikan kalimatnya--netra cokelat menatap pada gadis dengan potongan rambut bergelombang di dekat sang kakak. Cemas. Ia cemas tentu saja.

"Ya? Apa yang ingin kau katakan?" Yu di seberang sana mengejar.

"Ah," seperti baru saja menemukan kepingan yang hilang. Ia memandang Yu--tidak, lebih seperti … berusaha memandang pemuda itu selagi bisa. Pada detik ketiga memutuskan mengalihkan perhatiannya pada sosok lewat di ambang pintu; seseorang sebenarnya tak sengaja lewat di sana.

"Aku akan pulang sendiri hari ini." Tanpa ba-bi-bu, memutuskan untuk sejenak membungkukkan badan ke arah dua remaja di hadapannya. Sosok gadis bermarga Narukami lenyap dalam langkah larinya menyusul siapapun itu yang baru saja dilihatnya.

Hening.

Udara yang tertinggal selepas sosok itu sama sekali tidak berat. Namun entah mengapa terlalu canggung bagi kedua sosok dalam ruangan. Salah satu dari keduanya, Ebihara Ai, memutuskan memecah keheningan, "Ada apa dengan adikmu?"

"Entahlah," satu jawaban dari Yu mengakhiri sekelebat pertanyaan dalam kepala.

Sehari itu, Narukami Aya tak lagi berucap sepatah kata kepada kakaknya.

***

"Jadi?"

Kerjap mata yang timbul sebagai efek keterkejutan singkat. Aya menoleh pada sosok yang saat itu baru saja mengambil tempat duduk di sebelah kirinya. Sebuah waktu dihabiskan keduanya di sore hari. Dan kali ini, bahan obrolan Adachi sepertinya tak jauh-jauh dari menggali informasi dari gadis yang lebih muda darinya.

"Jadi…?" Pertanyaan itu tak lama kembali muncul ke permukaan. Seperti menagih sesuatu. Seperti menuntut sebuah penjelasan lebih tentang topik yang Aya bahkan tidak tahu. Gadis itu tampaknya bahkan terlalu ragu untuk menjawab. Sehingga membuat Adachi memutuskan untuk memperjelasnya. "Yu-kun hari ini seolah berniat melubangi kepalaku dengan tatapan tajamnya. Apa terjadi sesuatu?"

Ah, pembahasan mengenai Yu. Jika boleh jujur, sesuatu yang amat tidak ingin diungkit oleh Aya. Kali ini saja, sudah genap tiga hari ia mendiami kakaknya. Mungkin dalam pandang seorang Aya, keduanya hanya seperti sedang bertengkar selayaknya hubungan saudara. Tapi tidak, seandainya saja ia mendengar keterangan Aya. Narukami Yu merasakan nyawanya hampir melayang akibat keputusan sepihak atas perbuatan sang adik. Setidaknya, itu yang diyakini oleh si polisi detektif.

"Aya-chan ini, berbaikanlah dengan kakakmu," tersirat perhatian dalam kalimat itu, bagi Aya sendiri nasehat itu seolah mengatakan "jangan-libatkan-aku" di balik ekspresi tak puas Adachi. Gadis itu mengangguk. Menggumamkan maaf sementara kedua jemarinya memilih untuk tetap beradu. Tidak tau harus mengatakan apa. Bukankah ini artinya ia lagi-lagi merepotkan orang lain?

"Maaf membuat Adachi-san terlibat. Aku hanya ingin menjauh darinya untuk sementara," kalimat lirih, melodi kata dengan tutur lembut yang khas milik sang gadis Narukami. Yang perlu dicatat oleh Adachi bukanlah bagaimana jawaban yang telah didapatinya. Melainkan bagaimana cara Aya menjauhi tatapannya kala mengucapkan itu semua. Kesimpulan yang dapat ditariknya kala itu adalah, keraguan atas tanggapan dari kalimat terucap sebelumnya.

"Hmm … benarkah? Apa hanya itu masalahnya?" Seolah memasang pose berpikir. Bukan, Adachi bukannya sedang bodoh. Ia hanya sedang berusaha menjadi bodoh. Bermaksud memancing sesuatu yang mencurigakan sejak pertama kali ia melayangkan tatapan pada Yu dan Aya di Inaba. Netra melirik dengan harapan bahwa kalimatnya mungkin akan mengundang tumpahan kata yang bisa dijadikannya acuan opini.

Tapi, tidak ada.

Kesal.

"Kau tidak sedang cemburu atau semacamnya, kan?"

Sanggahan berupa serak suara terdengar. Tidak sengaja--atau mungkin, tak memperkirakan sebuah pertanyaan paling jujur yang pernah didengarnya. Aya menaruh gelas minuman dingin di atas meja. Masih menjauhi arah pandangan Adachi, ia berdehem. "Apa yang anda katakan?"

"Seperti yang baru saja kau dengar. Aku yakin semuanya berawal dari kau melihatnya bersama gadis lain."

Oh. Sekarang, darimana dia tahu itu?

"Itu adalah haknya," Aya memulai. Jeda lagi dengan hitungan waktu yang agak panjang sebelum ia kembali. Sepertinya, berusaha berhati-hati dalam bersikap. Apalagi jika di hadapannya adalah sosok yang mengenal kakaknya sendiri. "Terlalu bodoh untukku ikut campur. Jadi sebaiknya aku menyingkir saja."

Pria di sampingnya mengembuskan napas panjang. "Rumit sekali ya … hubungan saudara."

Nol reaksi berarti dari sang gadis, hanya sebatas menatap Adachi dalam diamnya. Sosok yang lebih tua dapat menangkap itu dari ekor mata melirik kepada Aya. Sesaat berpikir apakah perbincangan dari gadis itu selanjutnya adalah menanyakan perihal keluarga. Di sisi lain ia sadar Aya akan meninggalkan itu. Melihat dari bagaimana ia yakin Adachi mungkin tak tertarik membicarakan topik terkait.

Yang tidak disangkanya adalah, ketika Aya justru mengatakan, "Adachi-san, boleh pinjam bahumu sebentar?"

"Hah?" Kerjap matanya pertanda keterkejutan. Tapi lawan bicara tak mempedulikan itu. Aya benar-benar telah memilih untuk menaruh kepalanya di pundak sang pria. Bahkan ketika jengkit kaget akibat kenekatannya tercipta. "Tunggu sebentar, Aya-chan--"

"Rasanya lelah sekali."

Bungkam. Sejenak kalimat yang hendak diucapkan sang pria tak lagi mendarat pada tempatnya. Seolah tercekat, kemudian memutuskan untuk menelan kembali niatan itu. Tertawa ragu. "Melelahkan, eh?"

Anggukan.

'Aku juga akan lelah seandainya Dojima-san melihat kita dan mengomeliku nanti,' Adachi tak berencana mengutarakan itu keras-keras. Sebaliknya, mata menyapu pandang. Berharap tak menemukan sosok dalam benaknya sementara berujar, "Yah, maka berhentilah. Bukanlah kabur terus itu melelahkan?"

_end_

Updated : 13 Oktober 2019

PROMPTOBER: 'Fall'ing For YouOnde histórias criam vida. Descubra agora