Bahagia

145 3 0
                                    

Anne, namanya. Ia bukan wanita biasa. Jabatannya adalah manajer di sebuah perusahaan marketplace ternama di ibukota, yakni Lapakku. Kabarnya ia memang sudah pintar sejak sekolah, tidak pernah sekalipun mendapatkan ranking di bawah dua atau tiga. Saat menuntut ilmu di Sekolah Bisnis dan Manajemen, ia pun mendapatkan IPK sempurna. Jadi, dia memang sudah keren dari sananya.

Akan tetapi, sehebat-hebatnya Anne, tidak ada manusia yang benar-benar sempurna tanpa cacat. Hanya kelihatannya saja Anne tidak punya kelemahan, tetapi sebenarnya ia sangat rentan terhadap tekanan. Tak pelak, hal-hal yang tak sesuai ekspektasinya seringkali membuat mood-nya rusak. Imbasnya, ia dikenal sebagai wanita yang jutek dan susah untuk didekati. Usia sudah hampir 30, tetapi belum juga ada yang tertarik menjadi pasangannya.

Sebenarnya, Anne adalah wanita yang cantik. Anggun. Paras dan penampilannya tampak dewasa. Akan tetapi, banyak yang bilang kecantikannya mematikan.

Hari itu, Anne tengah mencapai puncak kekesalannya. Target proyeknya tak tercapai. Bukan karena timnya tidak kompeten, tetapi karena banyak perubahan mendadak yang diminta oleh investor dan atasannya. Idealisme yang ingin ia tuangkan di proyeknya runtuh seketika. Ia sudah berdebat dengan atasannya bahwa idenya akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik, tetapi atasannya lebih memilih mendengarkan investor.

Ya, namanya juga bisnis, ujung-ujungnya tentang duit. Idealisme bukan faktor utamanya.

Akhirnya, Anne pulang dengan perasaan yang amat dongkol sore itu. Tidak seperti biasanya, ia meninggalkan kantor tepat jam 5 sore dan berjalan ke lobi dengan pijakan yang penuh dendam. Wajahnya masam, tak ada orang yang berani menyapanya. Sudah berbulan-bulan merancang dan menjalankan proyek, tiba-tiba saja semuanya diubah. Siapa tak kesal?

Tepat di depan lobi, seorang tukang ojek online tampak baru saja mengantarkan makanan kepada pegawai yang juga bekerja di kantor Lapakku. Pria berjaket hitam bergaris kuning itu masih duduk di motor matiknya, sembari menyerahkan kantong makanan U-Food kepada pelanggannya. Ya, dia adalah abang U-Jek, perusahaan ojek online mahsyur di Indonesia.

Anne terdiam sebentar. Ia merasa mengenali tukang ojek yang baru saja mengantarkan makanan tersebut. Matanya pun membelalak. Sesaat sebelum tukang ojek itu pergi, ia memutuskan untuk menjegalnya. 

"Kang Tio!" seru Anne.

Tukang ojek yang berparas tampan itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Ia tak jadi menancap gas. "Oh, Bu Anne. Selamat sore," ujar Tio tersenyum.

Melihat binar seringai Tio, perasaan Anne tiba-tiba saja menjadi lebih enteng. Sedikit berbunga-bunga. Entah mengapa. Ia pun bergegas menghampiri tukang ojek yang sebenarnya juga merupakan tetangganya tersebut. 

"K-Kang ... anu ... mau narik lagi?"

"Iya, Bu. Ada apa?"

"I-ih, jangan panggil Bu, dong! Saya kan masih muda," protes Anne seraya berbisik.

"Eh, iya, Mbak. Maaf. Hehe. Kenapa, Mbak?"

"A-anuuu ... saya mau ikut pulang, apa bisa numpang sama Kang Tio sekarang?"

"Oh, bisa aja. Mbak Anne pakai aplikasi U-Jek, kan? Pesan langsung dari situ aja, nanti saya langsung approve."

"Okeee!"

Anne buru-buru mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi U-Jek untuk disambungkan ke ponsel Tio. Ketik, ketik, ketik. Jarinya bergerak lincah, tampak tergesa-gesa. Setelah berhasil melalui beberapa prosedur singkat, ia langsung menaiki motor dan menyuruh Tio untuk buru-buru pergi dari lingkungan kantor.

***

"Mbak Anne mau ada urusan di rumah? Kelihatannya kayak buru-buru ..." tanya Tio seraya mengemudikan sepeda motornya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 09, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kamadesa (Kumcer)Where stories live. Discover now