"Ayo mas, kita pulang" Ajak Viona lagi yang tentu mengabaikan teguran Sivia, karena kesehatan mental dan fisik Henri lebih penting daripada perhatiannya pada hati Henri.
"Aku akan bersama Ayah disini jika Ayah belum mau pergi, selama apapun waktu yang Ayah inginkan, Sivia akan menemani Ayah" Ucap Sivia yang bertolak belakang dengan kalimat Viona dan itu tentu membuat Viona geram. Tidak mengerti lagi ada apa dengan putrinya, kemarin – kemarin ia dengan jelas mendengar curahan hati Henri karena dibenci oleh Sivia, namun sekarang hal itu malah berbalik, Sivia terlihat kembali menyayangi Henri dan melupakan seluruh kesalahan sang Ayah.
"Tidak Sivia, ibumu benar, selama apapun Ayah disini itu takkan membuat Diana hidup kembali, kita pulang" Bantah Henri dengan nadanya yang lemah dan sedikit bergetar.
"Ayo pulang" Ajak Viona yang kemudian pergi terlebih dahulu dari Suami dan anaknya itu, Viona memang bukan orang yang memiliki empati tinggi, karena semasa hidupnya sebelum bersama Henri ia merasakan hal yang sama beratnya seperti Diana, bedanya Tuhan masih memberikan kewarasan pada Viona.
"Ayah pergi dulu Di.. Ayah janji akan lebih sering mengunjungimu nanti" Pamit Henri pada pusara Diana, ada sedikit harapan pada Henri jika Diana ada disampingnya sekarang, sekalipun tidak bisa ia lihat, ia berharap Diana mendengar penuturannya, yaa sesederhana itu harapan seorang Henri Adams.
Hilang, rasa yang mencemari semua perasaan Henri, ia tak menyangka kehilangan bisa sesakit ini, terlebih kehilangan seorang anak, sekalipun ia tidak ikut dalam pertumbuhan Diana, namun itu malah membuatnya semakin menyesal, ia merasa hidupnya tidak berguna, karena harta yang dititipkan Tuhan padanya tak bisa ia jaga dengan sangat baik, jika ada Ayah yang begitu pecundang, ia adalah salah satunya.
Hujan benar benar turun, rintik yang mulanya pelan dan sedikit akan semakin deras beberapa menit kemudian, semesta memang merasa ikut bersedih pada kepergian Diana, kepiluan hidup seorang Diana disamping kejahatan yang ia lakukan pantaslah juga mendapat rasa duka dari semesta , karena memang tak ada yang sempurna, ingatlah kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Selamat tinggal dan kematian
Dua salam perpisahan yang begitu memilukan
Tak ada yang dapat mengobatinya lebih dari kebahagiaan mendatang
Luka ,
Biarlah larut bersama rintik hujan yang kian Deras
Biarlah menjadi sisa dari jejak manusia.
Hampa.
****
Alyssa dan Mario, keduanya kini tengah duduk berlainan arah, saling menikmati diam dan sunyi yang mereka ciptakan sendiri. Setelah pulang dari pemakaman Diana, Mario meminta waktu pada Alyssa untuk bicara berdua, walau tentu tak mudah membuat Alyssa bersedia dengan permintaannya. Namun jangan panggil ia Mario jika menaklukan sifat arogan dan keras kepala Alyssa saja ia tidak bisa.
"Aku harus kerumah sakit" Ucap Alyssa yang sudah jengah dengan situasi sunyi yang ia dan Mario ciptakan, memutuskan untuk menjenguk Ibunya yang sudah lama tak ia kunjungi lagi semenjak pertama kalinya.
"Aku minta maaf" Tutur Mario yang nyatanya mampu membuat Alyssa duduk kembali pada kursinya.
"Katakan apalagi yang kau sembunyikan selain ini ?"
"Tidak ada , aku berani bersumpah hanya ini yang terakhir, tidak ada lagi"
"Aku sudah bebas dan bagaimanapun harus berterimakasih padamu, namun tidak untuk kita bersama, masalah antara kita sudah selesai, aku takkan mengganggu Ayahmu dan membalas dendam padanya, aku akan membiarkanmu hidup tenang dan kau pun harus begitu"
YOU ARE READING
Precious Time
ActionAlyssa, gadis cantik berwajah kaku harus rela mendekam dibelakang jeruji besi karena hukuman yang diterimanya atas pembunuhan pada saudaranya sendiri "Erlangga". Sivia, sahabatnya yang selalu menjenguknya disetiap bulan dan selalu meyakinkan Alyss...
Part 26 - Lost
Start from the beginning
