Gak tahu kapan harus berhenti

247 14 0
                                    

Setelah aku ngobrol sama Vano waktu itu, aku sering mikir apa ia aku mulai jatuh cinta sahabatku ini ? Tapi semua yang aku rasain ke Vano persis sama dengan apa yang diungkapin Vano waktu itu. Aku bakal seneng banget kalau Vano lagi bersamaku, aku juga gembira saat dapet kabar kalau dia berhasil jadi ketua senat di kampusnya, aku bakal rindu banget sama dia kalau aku gak liat sehari aja, dan yang paling aku benci adalah saat Vano mengenalkan teman barunya sekaligus sekretaris senatnya dan dia adalah seorang gadis yang cukup cantik menurutku.

"Aku gak bisa jemput kamu Vi, maaf ya hari ini aku ada janji sama Echa. Kamu ingetkan, temen yang aku kenalin kemaren ke kamu" ucap Vano ditelepon

Tuh kan bener. Ini pertama kalinya Vano membatalkan janji dengannya demi wanita lain

"Vi ? Masih disana kan ?" ucap Vano lagi

"Ia, aku masih disini" ucapku malas

"Jangan marah gitu dong Vi, ntar malem aku bawain waffle kesukaan kamu deh ke rumah" bujuk Vano

Vano tau banget nada suaraku kalau lagi marah.

"Aku janji kerumahmu jam 7 malam ini. Aku tutup dulu ya, ntar aku telepon kamu lagi" ucap Vano lalu menutup sambungan teleponnya sebelum sempat aku jawab.

Ikh Vano nyebelin banget sih, tau gitu kan tadi aku minta supirku saja. Heuu, aku berjalan malas ke pangkalan taksi berharap ada taksi nganggur, kalau gak ada ya terpaksa aku naik angkutan umum..

Aku duduk disofa ruang tamu setelah sampai rumah kurang lebih jam 4 sore karena tadi aku harus  naik angkutan umum. Aku menselonjorkan kakiku sebelum memutuskan untuk mandi dan ganti pakaian. Aku memencet salah satu nomor di ponselku dan mendekatkan ponselku di telinga. Terdengar nada sambung dari seberang tapi tidak ada jawaban sama sekali, ku coba sekali lagi tapi tetap seperti itu, aku membanting ponselku pelan ke sofa.

"Bahkan sekarang dia tidak mengangkat telepon dariku" ucapku dengan nada kecewa dan sedih.

Kenapa sih aku ini, memangnya kenapa kalau Vano tidak mengangkat teleponku ? Bukankah dia juga punya urusan sendiri yang gak pengen aku ganggu ? Tapi kenapa rasanya ada sesuatu yang hilang dalam hatiku saat ini. Aku menghembuskan nafas panjang lalu berdiri dan naik ke kamarku untuk ganti baju dan mandi..

Malam harinya seperti janji Vano dia datang kerumahku dan membawa waffle kesukaanku. Aku memakannya dengan diam, masih kesal.

"Kamu masih marah ?" tanya Vano

"Menurutmu ?" balasku

"Aku kan udah minta maaf. Kamu lagi PMS ya ? Kok tumben sih marahnya lama banget, biasanya langsung dimaafin"

Aku melotot mendengar ucapan Vano, dan malah dibalas cengiran sama Vano. Aduh dia tuh ya. Bikin gemes aja.

"Oh ya, gimana ? Udah dapet jawabannya ?" tanya Vano

"Jawaban ? jawaban apaan ?" tanyaku balik

"Jawaban perasaan kamulah, masa jawaban ujian. Emang kamu lagi ujian ?" balas Vano

Aku tertegun mendengar ucapan Vano. Benar, apa aku udah dapet jawabannya ? Sekali lagi aku menatap Vano.

"Kok malah ngeliatin aku ? Emang dimukaku ada jawabannya ya ?"

Mungkin ada, batinku berkata..

"Kan, sekarang malah jadi bengong" ucap Vano lalu menjitak kepalaku pelan.

Aku mengaduh pelan dan mengusap kepalaku yang dijitak Vano, sementara dia meneguk susu hangat yang tadi aku siapkan.

"Emm, Van" panggilku pelan

"Apa Vi ? Mau nanya lagi ?" tanya nya

"Waktu kamu jatuh cinta, gimana caranya kamu sadar kalau itu perasaan cinta ?"

Vano terdiam sebentar lalu membuka suaranya

"Aku juga gak tau, aku menjalani semuanya perlahan-lahan, awalnya aku kira ini cuma perasaan sayang biasa, tapi semakin lama aku sadar kalau ini bukan cuma sekedar sayang, ada perasaan lebih yang tumbuh di hatiku" ucap Vano tersenyum

"Trus kamu ngungkapin perasaan kamu ?"

Vano tersenyum

"Kok malah senyum ?"

"Aku rasa aku udah ngungkapin perasaan aku"

"Terus diterima ?"

Vano menoleh kearahku lalu menjitak sekali lagi kepalaku dan berkata "kamu mau tau aja deh"

Aku langsung manyun 5cm.

"Aku kan pengen tau kisah cinta kamu juga Van" ucapku

"Kamu inget film yang pernah kita tonton bareng ?" tanya Vano

"Yang mana ?" tanyaku balik

"Marmut merah jambu" jawab Vano

"Oohh, ia inget. Terus apa hubungannya sama kisah cinta kamu ?" tanyaku gak ngerti

"Inget dialog terakhir di film itu ?" tanya Vano lagi

Aku berpikir sejenak mencoba mengingat-ingat, tapi aku sama sekali tidak ingat.

"Cinta itu kayak marmut lucu warna merah jambu yang berlari disebuah roda, seolah udah berjalan jauh tapi gak kemana-mana, gak tau kapan harus berhenti" ucap Vano tersenyum

Aku terdiam mendengar ucapannya

"Masih gak ngerti juga ?" tanya Vano

"Aku ngerasa udah jalan sangat jauh sama dia, tapi pas aku sadar ternyata aku g pernah kemana-mana, diem ditempat. Dan bodohnya aku, aku g berani untuk menghentikan itu semua. Aku gak bisa mengatakan 'aku cinta sama kamu', aku juga gak bisa buat ngilangin perasaan itu. Hasilnya aku terus berlari di roda perasaan itu tanpa tau kapan aku bisa berhenti" terang Vano masih dengan senyumannya.

Aku sedikit terkejut dengan apa yang Vano.

"Udah ngerti sekarang ?" tanya Vano

Aku mengangguk pelan.

"Kalo kamu emang cinta sama cowok itu. Kenapa gak kamu ungkapin perasaan itu ? Jangan kayak aku, yang sampe sekarang masih terjebak dalam roda yang sama"

"Aku belum yakin sama perasaan aku"

"Kalau belum yakin, kamu coba tutup mata kamu, orang pertama yang muncul dalam pikiran kamu adalah orang yang kamu cintai"

Aku mencoba menutup mataku, aku mencoba membayangkan sesuatu. Terbesit bayangan Vano dalam benakku, kenangan kami bersama, kebersamaan yang kami jalani, canda tawa, tangis duka. Seolah menyadari sesuatu, hatiku berkata, aku tidak ingin kehilangannya, aku ingin dia selalu ada disisiku, selalu bersamaku, bukan sebagai sahabatku, tapi sebagai pria yang berarti dalam hidupku, pria yang aku inginkan menjagaku seumur hidupku. Aku membuka mataku perlahan dan melihat sosok pria itu ada dihadapanku sambil tersenyum.

LOVE SECRETWhere stories live. Discover now