"Udah bangun kamu?" tanya Ibunya yang baru saja terjaga dari tidurnya.

"Udah Ma!"

"Vin, kok bisa kamu sampai begini? Katanya kamu alergi, rapi setahu mama dari kecil kamu nggak pernah punya alergi."

"Dari kecil memang nggak ada, tapi dari tujuh tahun yang lalu." Arvin menunjukan senyum termanisnya agar sang ibu tidak mengkhawatirkan dia dengan berlebihan. "Beberapa tahun ini aku alergi—wanita—see food Ma."

"Kok bisa?"

"Ya nggak tau, yang penting sekarang Arvin udah nggak apa-apa?"

"Oh ya Vin, gimana dinnernya bareng Nanda, dia cantik nggak? Cantik dong dia kan model. Pasti dong, Mama milihin kamu cewek pasti yang cantik." tanya Ibunya yang berujung di jawab sendiri.

Arvin hanya tersenyum masam, ibunya tidak tahu saja jika penyebab dia berbaring di ranjang rumah sakit saat ini adalah wanita cantik itu.

"Oh ya Ma, Mama tau nggak nama gadis yang nolongin aku?" pancing Arvin, dia berharap ibunya mengetahui namanya.

"Haduh Vin, Mama lupa nanya!"

"Yah Mama!" Arvin mendesah kecewa.

"Tapi Pak Ari pasti tahu alamatnya, karena kemarin dia yang nganterin gadis itu pulang!"

"Ya udah tanyain ke Pak Ari di mana alamatnya, Arvin mau ngucapin terima kasih!"

Arvin berharap jika wanita itu benar-benar Rubi. Jujur dia sudah sangat putus aja mencari keberadaan mantan kekasihnya itu yang hilang bak di telan bumi setelah mereka putus. Arvin sudah bertekad, jika dia bertemu Rubi dia akan melakukan apapun asalkan gadis itu bersedia mencabut kutukannya. Terdengar aneh memang, tapi Arvin percaya jika alergi yang diidapnya selama tujuh tahun terakhir adalah kutukan dari Rubi.

——Missing_Between_Us——

Arvin sudah pulih dan sudah kembali beraktivitas seperti biasa. Setelah mengintrogasi supirnya dia yakin jika gadis itu benar-benar Rubi, karena nama mereka juga sama. Wajahnya, walaupun hanya sekilas Arvin yakin juga sama.

Sejak sore dia sudah menunggu di lobby apartemen Rubi. Ya, yang bisa dia lakukan hanya menunggu karena tidak mungkin dia menerobos masuk, bertemu dengan Rubi tidak masuk penjara iya.

Sepertinya keberuntungan berpihak pada Arvin. Rubi yang biasanya sangat betah di kantor pulang lebih awal. Matanya langsung tertuju pada sosok yang berdiri di depan pintu masuk lobi. Rubi mengenali wajah pria itu, orang yang dia tolong beberapa hari yang lalu.

"Kamu yang waktu itu, kan?" tanya Rubi memastikan.

"Bi, aku Arvin masa kamu lupa!"

"Akh iya saya ingat, nama kamu Arvin."

"Bi, kamu beneran nggak ingat aku?"

"Saya ingat, kamu yang kemarin pingsan!"

Arvin sedikit frustrasi, karena gadis terlihat benar-benar tidak mengenalinya, kecuali dia adalah orang yang ditolongnya.

"Bi, aku Arvin. Arvin Pradika Kusumawardana, mantan pacar kamu! Masa kamu lupa."

Rubi menatap laki-laki yang berdiri di depannya—yang mengaku sebagai mantan pacarnya. Sungguh Rubi tidak merasa mempunyai mantan sejenis ini.

"Maaf ya, tapi selain pertemuan kita kemarin, kita tidak pernah bertemu sebelumnya!" tegas Rubi sebelum akhirnya beranjak pergi, karena merasa jika laki-laki ini mungkin punya niatan tidak baik padanya.

"Bi!" Arvin menahan tangan Rubi.

"Maaf, lebih baik kamu pergi sebelum saya bertindak menyuruh security mengusir kamu!"

Rubi benar-benar meninggalkannya, tapi satu hal yang baru saja Arvin sadari alerginya tidak kambuh saat tadi tidak sengaja menyentuh Rubi. Mungkinkah?

🍂🍂🍂
TBC

Hello everyone

Ada orang di sini?

Nggak ada ya.

Ya udah, aku nitip sendal dulu ntar balik lagi kalau dah rame hehehe.

Happy reading 😘

Missing Between UsOù les histoires vivent. Découvrez maintenant