OO. Prologue

11.1K 873 128
                                    

Jaemin menutup pintu kamarnya pelan dan bersandar pada pintu itu. Ia menarik nafas beberapa kali, menenangkan jantungnya yang berdetak kencang. Lama dengan posisi seperti itu akhirnya ia menyerah. Jaemin berjalan pelan mendekati ranjangnya dan terduduk disana.

Ia tidak tahu apakah ia harus merasa bahagia atau justru merasa sedih.

"Jisung, putra Chanyeol ahjussi, kau mengingatnya?"

Jaemin hanya mengangguk menjawab pertanyaan appanya. Bagaimana mungkin ia tidak mengingat seorang Park Jisung. Namja teman semasa kecilnya yang sampai sekarang sering diperhatikannya.

"Ia sekarang bekerja di perusahaan ayahnya. Bagaimana menurutmu?", lagi-lagi appanya bertanya.

Jaemin mengerutkan dahinya bingung, "Bagaimana maksud appa?"

"Kau membuatnya bingung", eommanya memukul lengan sang appa pelan. Kemudian ia beralih menatap Jaemin, "Maksud appamu, hmmm. . . Begini, Chanyeol ahjussi menyukaimu dan ingin meminangmu sebagai menantunya, untuk Jisung", eommanya berkata hati-hati.

Namun perkataan hati-hati itu berdampak besar bagi Jaemin. Ia langsung tersedak makan malamnya dan terbatuk-batuk merasakan perih di tenggorokan akibat epiglotisnya yang terbuka ketika ia tiba-tiba mengambil nafas mendengar ucapan eommanya.

Eommanya tergopoh-gopoh menggapai segelas air didepannya dan memberikannya pada Jaemin.

Jaemin menerima gelas itu dan meneguk air hingga kandas, "MWO?", teriaknya kemudian.

"Pelankan suaramu!", eommanya memperingatkannya dan Jaemin menutup mulutnya, menyadari ia baru saja berteriak, di meja makan saat makan malam. Hal ini bukan sesuatu yang diajarkan orang tuanya.

"Kau tidak memiliki kekasih kan, sayang? Appa dan eommamu rasa Jisung adalah pria yang baik untukmu. Apalagi ayah dan ibunya juga sangat menyukaimu", ibunya menjelaskan lagi, kali ini lebih lembut agar anaknya tidak terkejut untuk kedua kalinya.

Jaemin masih bisa merasakan jantungnya yang berdegup kencang. Kilasan makan malam tadi masih terus terulang di kepalanya. Ia menarik nafas panjang berkali-kali, menenangkan dirinya yang masih terkejut dengan berita baru itu.

Astaga. Park Jisung. Orang yang selalu menjadi objek imajinasinya, orang yang sering muncul di mimpi-mimpinya, orang yang deminya Jaemin rela menunggu setiap sore setelah jam kerjanya dengan duduk disebuah kedai kopi, berseberangan dengan gedung tempat namja itu bekerja. Ia akan tersenyum jika bisa melihat namja itu berjalan keluar dari kantornya, atau jika ia beruntung, namja itu akan berjalan lurus ke kedai kopi tempatnya menunggu untuk memesan espresso kesukaannya, dan mereka akan berbincang sesaat atau setidaknya saling menyapa dan tersenyum.

Park Jisung. Pangeran masa kecilnya. Yang meskipun bukan orang tempat ia berbagi, namun tetap saja namja itu pangerannya. Selalu begitu sejak dulu.

Jaemin melemparkan tubuhnya hingga terlentang di ranjang, lalu mengambil bantal dengan sebelah tangannya dan meletakkan bantal itu persis di depan wajahnya. Entah kenapa wajahnya terasa memanas dan ia merasa malu. Perlahan bibirnya tertarik dan ia tidak bisa menahan senyumnya.

.

.

.

Jisung menutup pintu kamarnya keras sebagai bentuk protes. Ia mengacak rambutnya kasar dan membuka kancing teratas kemejanya dengan gusar. Ia baru saja pulang dari kantor setelah dua meeting menegangkan yang menguras tenaganya dan beberapa file yang harus dibacanya. Ia bahkan belum sempat mengisi perutnya dengan apapun sejak siang, dan sekarang apa yang didapatnya begitu pulang? Masalah!

"Kau sudah cukup umur untuk menikah, dan appa sudah mencarikan jodoh yang tepat untukmu. Jadi persiapkanlah pernikahanmu, eomma akan membantu."

Kalimat tegas ayahnya sukses membuat Jisung melongo. Ia menatap ibunya yang balas menatapnya dengan pandangan menenangkan.

"Apa maksudnya appa?"

"Jaemin, putra Sehun ahjussi, teman kecilmu itu, menikahlah dengannya. Ia memenuhi syarat yang bagus untuk menjadi pendamping hidupmu."

Lagi-lagi kalimat perintah. Jisung merasakan kepalanya mulai berdenyut dan otaknya membawa sosok Jaemin bermain-main di pikirannya.

"Appa, apa-apaan ini. Kenapa tiba-tiba seperti ini", ia memulai lagi, masih berusaha berbicara sopan.

Akhirnya Chanyeol, sang ayah, menatapnya intens dan lebih lama daripada sebelumnya.

"Aku dan eommamu ingin melihatmu menikah. Jadi kami mencarikan jodoh untukmu. Ia orang yang kau kenal dan bukan dari sembarang keluarga."

"Tapi aku hanya berteman dengannya", Jisung berusaha membantah lagi.

"Aku dan eommamu-pun dulu begitu."

Jisung menyerah berusaha berbicara dengan ayahnya yang memang terkenal keras kepala. Jadi ia beralih menatap ibunya yang duduk tepat disampingnya. Namun sebelum sempat mengatakan apapun, tangan sang ibu sudah lebih dahulu menggenggam tangannya disertai satu senyum lembut.

"Jaemin orang yang baik."

Jisung mengusap wajahnya dengan telapak tangan dan menghempas duduk di kursi meja kerjanya. Pikirannya masih berusaha menolak apa yang baru saja terjadi walaupun adegan itu terus terulang dalam otaknya.

Bagaimana bisa orang tuanya membawa masalah pernikahan seperti sesuatu yang sepele? Apakah mereka sama sekali tidak memikirkan perasaannya? Kepentingannya? Jisung mengacak rambutnya lagi.

Pikirannya kemudian membawanya pada Jaemin, teman semasa kecilnya. Ia bahkan tidak berhubungan dekat dengannya. Mungkin dulu ketika kecil mereka memang sering main bersama, tapi itu dulu. Namun sekarang? Bisa dihitung entah baru berapa bulan belakangan ia bertemu dengan Jaemin yang baru menyelesaikan studi luar negerinya. Obrolan yang mereka lalukan juga hanya sebatas basa-basi sebagai penanda bahwa mereka memang saling mengenal. Dan kini orang tuanya membawa pria itu kehadapannya sebagai calon pendampingnya. Gila!

Lamunannya terhenti ketika merasakan ponselnya bergetar. Ia mengambil ponsel itu dari dalam sakunya dan melirik layarnya yang menampilkan fotonya dengan seorang pria yang tersenyum lebar.

Jisung menghela nafas lagi, kali ini lebih berat daripada sebelumnya. Sungguh ponselnya tidak membantu sama sekali dengan moodnya. Getaran ponsel itu justru membuat kepalanya semakin berdenyut dan ia tidak membutuhkan denyutan tambahan di kepalanya. Namun walaupun begitu, ia menggesek bagian berwarna hijau di layar ponselnya dan menempelkan benda itu di telinganya.

"Ne, Chenle-hyung. . ."

‍⊱ ──────ஓ๑♡๑ஓ ────── ⊰

...gimana?

kira-kira ff ini cocok gak di peranin sungjaem?

dan lagi,,, mau lanjut atau engga?

All © belong to PixiesPie
I just remake her/he story
with another pair.

Catch Your Heart ➳ sungjaemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang