Dare to dare

49 9 0
                                    

Sudah tepat setahun setelah hari dimana Seungmin dan seluruh insekuritinya membasahi pundak Hyunjin. Hyunjin bukanlah anak pintar yang nasibnya sudah terjamin di masa depan, dan bukan pula ia tidak memikul insekuritinya sendiri kala itu. Ia justru datang ke kamar Seungmin ingin menumpahkan kekesalannya sedikit karena pilihan masa depan yang ia besar-besarkan dalam ruang impiannya masih terlihat kecil di mata ayah dan bunda.

Namun, setelah mengetahui keadaan sahabatnya itu, ia menelan kembali sumpah serapah yang tadinya hampir meledak di ujung lisan. Ketika itu memang bukan pertama kalinya bagi Hyunjin untuk menyaksikan bahu  Seungmin yang bergetar, pipinya yang basah oleh jejak vertikal air mata, dan sisa-sisa tetes yang tergantung di ujung bulu mata.

Ia sudah pernah melihat Seungmin menangis dulu ketika masa hidup mereka masih setara tujuh lingkar ulir pohon, sama-sama terjatuh dari sepeda di depan warung favorit di depan sekolah. Hyunjin masih ingat, waktu itu mereka membeli poppy ice (merk disamarkan). Hyunjin sering membeli yang rasa cokelat, sementara Seungmin lebih suka vanilla blue. Hyunjin juga masih ingat tentang dirinya yang sewot terhadap preferensi Seungmin.

"Ngapain sih, beli rasa yang ini terus. Udah rasanya kayak permen karet, mending beli permen karet sekalian kali,"
"EMANGNYA KENAPA? Permen karet nggak bisa disedot, beda. Pegel juga ngunyahnya,"
"Yailah gitu aja pegel, besok-besok aku kunyahin,"

Kalimat Hyunjin yang terakhir membuat Seungmin, yang pada hari itu giliran dirinyalah yang membonceng Hyunjin naik sepeda, kehilangan keseimbangan karena tangan kanannya reflek menyikut yang bersangkutan di belakangnya. Sepeda Seungmin oleng dan, adegan selanjutnya dapat ditebak: lutut dan tangan kedua anak itu lecet tergores aspal.

Hyunjin kecil yang memang hidupnya masih ceria-ceria saja, tertawa sambil meringis menatap tangannya yang terluka. Baru saja ia ingin menghujat kecerobohan Seungmin, tapi niatnya terhenti karena mendengar suara tangis Seungmin yang lirih di sebelahnya.

Awalnya hanya sekadar lirihan, tapi tiga detik berikutnya tangis Seungmin pecah. Seungmin menangis keras, terisak sambil menutupi wajah dengan lengannya yang kotor, sementara tangan lainnya memegangi kedua lututnya yang lecet. Lebih terlihat menyakitkan daripada luka di tangan Hyunjin.

Lalu akhirnya  mereka pulang ke rumah dengan sedikit terseok-seok. Hyunjin  mendorong sepeda sepanjang perjalanan pulang (karena tangannya tidak sanggup mencengkram stang kuat-kuat dan Seungmin yang tidak sanggup mengayuh pedal) dengan Seungmin yang tidak berhenti terisak disampingnya.

Hyunjin meringis mengingat kembali kejadian itu, sambil menepuk-nepuk pelan pundak Seungmin di pelukan Hyunjin, yang frekuensi getarannya mulai menipis. Kenyataan yang membuat hatinya terhenyak saat itu adalah: Seungmin menangis tanpa suara.

Hati Hyunjin seperti ikut teriris. Kontak badan keduanya yang sudah berjam-jam tidak terlepas, seakan menjadi media bagi Seungmin untuk menyukseskan konduksi perasaannya kepada Hyunjin. Dirinya tidak pernah berhenti membisikkan kalimat-kalimat penenang ke telinga Seungmin. Kalimat yang mempertegas bahwa Seungmin adalah orang hebat, Seungmin adalah orang yang lebih dari kuat.

Sekalipun nanti ada yang membuat Seungmin meragukan atau kehilangan sedikit kekuatannya, Hyunjin menjanjikan dirinya akan selalu memasang bahu bagi Seungmin untuk bertopang sembari mengumpulkan kembali helai-helai kekokohan dirinya yang rontok.

Hyunjin akan selalu.

——————

hai apa ini nulisnya dadakan banget mumpung lagi pengen WKWKWKWKWK 😭  terus juga itu flashback dalam flashback,, oke deh

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Sep 05, 2019 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Everbro [ hyunjin + seungmin ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora