I'd rather be

142 19 15
                                    

"Huffff,"

Seungmin meniup poni kemerahan yang agak menghalangi visinya. Siapa tahu juga bisa menguapkan sedikit beban pikirannya ke langit-langit.

Oh, sepertinya langit-langit kamar pun mendengus, menolak iba.

Sedikit cahaya yang menyelusup malu dari balik tirai menyilaukan matanya yang sudah lelah. Diluar sepertinya sedang terik, tapi ia lebih merasakan otaknya yang kepanasan.
Dagu Seungmin turun, menumpu kepalanya yang berat ke meja kayu itu. Ditatapnya soal-soal seleksi ujian masuk universitas yang selama berhari-hari ini ia perhatikan dengan saksama.

Ya, hanya memperhatikan. Akalnya melayang kemana-mana. Misalnya, teringat push rank, warrior, beli skin baru.

Teringat ingin mengembalikan earphone Hyunjin yang ia sengaja sembunyikan. ( Yah, walaupun sebenarnya Hyunjin sudah terlanjur beli yang baru. )

Tak jarang juga tiba-tiba ingin membersihkan tai Kkami yang busuknya kayak septitank bocor. Kkami bahkan bukan anjingnya.

Barusan ini Seungmin memikirkan apakah cicak yang merayap di langit-langit kamarnya kepusingan karena darahnya naik ke kepala semua. Eh-naik ke kepala atau turun ke kepala?

Seungmin menggelengkan kepalanya. Fantasi cicaknya buyar seketika, dan fokusnya kembali tertuju pada sederet soal integral dan induksi matematika di hadapannya.

"Gak ngerti apa apa. Bego. Mau nangis aja,"

Seungmin kemudian menutup matanya begitu lama. Soalnya, matanya tiba-tiba panas.

"Sial, kelenjar lakrimalis gue bakalan sekresi lagi,"

Seungmin melepas kacamata bulat yang sedari tadi bertengger bosan di hidungnya.
Dia menenggelamkan matanya yang panas ke kulit lengannya yang dingin. Ia sandarkan kepalanya di atas meja yang menjadi tumpuan kesedihannya itu.

Ffffffffuh

Tiba-tiba, udara hangat menerpa daun telinga kirinya. Seungmin melotot. Badannya seketika menegak, tegang.

"Sejak kapan kamar gua ada demitnya..."

Seungmin gelisah, tapi tidak berani bergerak.

Fffffffuh
Seungmin~
Kini deru udara hangat itu membisikkan namanya.

"Jadi, yang namanya setan ngehasut di telinga kiri dan malaikat memberi nasihat di telinga kanan, kayak di film-film, itu beneran?"

Oh, mungkin maksudnya ini.

Fffffuh
Sekarang giliran telinga kanannya ada yang meniup.

Tetapi setelah tiga kali hembus, rasanya Seungmin mengenal aroma, rasa, dan kehangatan hawa ini. Sangat.

Dengan cepat ia menoleh ke belakang.

Tidak ada siapa-siapa. Seungmin mengerjap bingung.
Sedetik.
Dua detik.
Tiga detik.

Grep

"Annyeong haseyo?"

"Sialan. Kirain ghost, ternyata ghorilla. Nado anyingaseo," balas Seungmin cuek. Ia hempaskan punggungnya ke sandaran kursi, menghela nafas.

Tanpa repot repot melepaskan tangannya dari pundak Seungmin, sekarang Hyunjin malah menyenderkan dagunya di pundak Seungmin.

"Lagi apa, sih? Suram amat kayak masa depan lo," Hyunjin menatap meja belajar Seungmin yang acak-acakan.

Oh, belajar.

"Jangan ngomong gitu. Nanti kalo kejadian beneran gimana? Gua gak bisa ngerjain soal tes, terus gak lolos, terus gak masuk universitas manapun, nanti jadi pengangguran, mama papa gua jalanin masa tuanya sambil kesusahan sedangkan gua jadi anak gak guna, dan kami semua jadi gembel, gitu?" cerocos Seungmin dengan suara yang makin lama makin pelan.. dan lirih.

Hyunjin merasa ada yang janggal, ia melongokkan kepalanya sedikit untuk melihat wajah Seungmin, dan oh, benar. Sahabatnya itu menunduk, hampir menangis. Hampir.

"Bercanda, lur. Kok lo bisa sih, punya pikiran senegatif, sepesimis itu?" Hyunjin mengeratkan pelukannya di pundak Seungmin. Siapa tau bisa memberi sedikit ketenangan.

"Memang gitu, kan, akibatnya kalo jadi anak bodoh?"

Everbro [ hyunjin + seungmin ]Where stories live. Discover now