11

15.8K 2K 53
                                    

Cuplikan Part :

Andrean menatap rumah tertutup di depannya ini dalam diam. Ia bingung. Haruskah ia jujur? Atau tetap Egois dengan memilih diam?

Ia mengurut pangkal hidungnya, terlalu larut dalam pikirannya sendiri, ia tidak sadar pintu di depannya terbuka.

"Papa Andle!"

"Ara.."

Andrean menunduk, ia memegang kedua lengan atas anaknya.

"Ara kenapa keluar?"

Tidak menjawab pertanyaan sang Papa, Ara malah bertanya pada Andrean, "Papa Andle sakit?"

Mendapat perhatian kecil dari anaknya, Andrean tersenyum kecil. Kemudian menggeleng, "Tidak. Papa baik-baik saja, sayang"

"Papa bohong telus. Nenek selalu pegang hidung kalau pusing. Papa juga tadi"

Gemas, Andrean mengelus puncak kepala Ara, "tadi iya, Papa pusing. Sekarang tidak, kan udah ketemu Ara. Papa jadi sehat"

"Hmm.." Ara bergumam, ia tidak mempercayai perkataan papanya, "iyakah?"

Tak tahan lagi, Andrean mencium pipi anaknya lalu menggendongnya. "Iya sayang. Kalau Papa sakit, Papa tidak akan bertemu Ara ya kan?"

Ara mengalungkan satu tangannya di leher Andrean, sedang satu tangan lagi digunakan untuk mengangkat jempol di depan wajah Andrean, "Oke Papa!"

"Ara kenapa keluar?" tanya Andrean lagi. Mengulang pertanyaan yang sama seperti tadi.

"Ala dengel suala mobil. Ala kila Papa Malcel.." jawab Ara, ada kesedihan diujung kalimatnya. Tidak hanya itu, raut wajahnya pun menunjukkan kesedihan. "Ala lindu, Papa Malcel"

Mendengarnya, hati Andrean sakit. Ia sadar dibanding Marcel, ia tidak ada apa-apanya. Kedekatannya masih belum sedekat itu.

Didekapnya sang anak dalam dekapan. Ia hirup wangi sampoo dari rambut Ara, setidaknya mengurangi sakit hatinya. Ia hanya tidak ingin hilang kendali. Dirasa cukup, Andrean mengajak Ara masuk. Kedatangannya kemari untuk membawa Cio ke psikolog guna mencari tahu kondisi anaknya.

Matanya sempat menatap Izy. Anaknya berlari menuruni tangga, Namun ketika matanya tak sengaja bersitatap dengan mata Izy, raut senang di wajah sang anak malah tak lagi ada. Berganti dengan raut wajah kekecewaan. Terlihat anak itu kembali berbalik arah.

Jangan tanya soal hatinya. Coba pikirkan dan rasakan, saat anak kandungmu mengharapkan kehadiran orang lain daripada dirimu. Bagaimana rasanya? Itulah yang Andrean rasakan.


Pengganti 2 ( Selesai ✓ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang