6. Sweet Destiny

2.6K 380 19
                                    

Hari minggu pagi di kediaman keluarga Jeon terlihat tenang. Seorang wanita yang membersihkan kaca tidak henti-hentinya tersenyum.

"Kau baik-baik saja kan?" tanya temannya yang sedang memegang sapu.

"Hari ini sangat damai. Aku seperti bisa bekerja di sini seratus tahun lagi." Wanita itu mengikuti arah pandang temannya. Ikut tersenyum melihat dua tuan mudanya duduk manis di sofa.

"Tuhan sangat memberkati tuan besar sampai memberi putra yang pintar, tampan, manis, dan menggemaskan. Tidak hanya satu, tapi Tuhan memberi dua sekaligus. Aku yakin harta berlimpah yang dimiliki sekarang tidak sebanding dengan kebahagiaan memiliki mereka berdua."

"Kalian berdua, lanjutkan pekerjaan kalian." Dua wanita muda itu langsung pergi dengan tergesa. Membuat wanita yang lebih tua menggelengkan kepalanya.

Tidak seperti dua wanita muda yang memandang si kembar dengan tersenyum, wanita tua itu justru memandang sendu ke duanya. Namun ia langsung beranjak melihat kehadiran tuan Jeon.

"Kalian berdua ada di sini." Suara sang ayah membuat Wooshi dan Wonwoo mendongak bersamaan. Wooshi yang sedang tidur di paha Wonwoo langsung mendudukkan dirinya.

"Wonwoo-ya." Sang ayah memandangi ke duanya bergantian.

"Ya, Appa." Wooshi berdiri dari duduknya. Menghadap sang ayah yang langsung mengalihkan tatapan ke arahnya.

"Bersiaplah! Kau harus ikut dengan appa." Pria dewasa itu beranjak setelah menyelesaikan kalimatnya. Tidak menyadari salah satu putranya memandang kepergiannya dengan tatapan terluka.

"Sudah delapan belas tahun, tapi Appa sama sekali tidak mengenali kita Wonwoo-ya," ucap Wooshi sedih.

Wonwoo yang masih duduk di sofa menggerakkan tangannya. Menyentuh tangan Wooshi dan menggenggamnya. Ia tidak bisa memberikan kalimat pelipur lara untuk kembarannya. Hanya mampu menyalurkan kehangatan lewat genggaman.

"Di dunia ini, hanya kau yang mengenaliku dan hanya aku yang mengenalimu." Wooshi kembali bersuara. Sedangkan Wonwoo menyetujui kalimat itu dalam diamnya.

Setelah Wonwoo berganti pakaian, Wooshi masih duduk di sofa. Ia tersenyum melihat penampilan Wonwoo yang tampak berbeda.

"Kau sangat tampan dengan pakaian itu." Pujian itu membuat Wonwoo kembali menelisik penampilannya.

"Apa aku pantas dengan pakaian formal seperti ini?" tanya Wonwoo.

"Sangat bagus, sangat cocok, dan sangat tampan." Wooshi terlihat sangat antusias.

"Sepertinya kau bermaksud memuji dirimu sendiri," ucap Wonwoo yang membuat Wooshi terkekeh. Perhatian ke duanya teralihkan saat sang ayah mendekat.

"Kau sudah siap?" tanya tuan Jeon.

"Iya, Appa."

"Kita pergi sekarang!"

"Appa." Panggilan itu berasal dari Wooshi.

"Apa aku tidak bisa ikut menemani Wonwoo?" tanyanya.

"Kau di rumah saja dan beristirahatlah! Kalau kau menginginkan sesuatu, mereka akan menyiapkannya untukmu."

"Tapi-" Bibir Wooshi kembali tertutup saat tuan Jeon meninggalkannya begitu saja.

"Kau pergilah! Appa tidak suka menunggu." Wooshi menyadarkan Wonwoo yang hanya mematung di tempatnya.

Di luar sana tuan Jeon sudah duduk dengan nyaman. Dan seorang laki-laki berjas hitam berdiri di depan pintu. Mempersilahkan Wonwoo untuk duduk di dekat sang tuan besar.

Kiss Him, Not MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang