-pipinya merona.

Demi Tuhan semua manusia. Selama 22 tahun hidupnya, Jeon Jungkook tak pernah percaya jika manusia dapat menyaingi kesempurnaan wajah malaikat.

Lalu-

Apa yang tengah dilihatnya saat ini kalau bukan malaikat?

Rambut hitam sekelam malam, kedua mata almond bermanik madu, proporsi tubuh sempurna, pahatan bak patung dewa yunani.

Oh- benar. Dewa.

Kim Taehyung.

Definisi dewa bagi Jungkook.

Ditambah angin yang menerobos jendela, membuat jubah tidur beserta surai kelam Taehyung berkibar bak dibawah laut.

Pangeran duyung, patung, manekin, boneka, dewa, bisa sebutkan apa lagi?

Motherfucker.

Jungkook mengalihkan pandangan seraya mendesis. Sudah 2 kalinya ia mempertanyakan orientasinya saat ini. Dia sudah tidur dengan Taehyung, dan rasanya memang tak kalah nikmat.

"Pikiranmu terbaca. Mencoba menolak pesonaku?"

Terdengar mengesalkan, tapi suara berat Taehyung membuatnya tak berlaku. Jungkook kembali menegakkan kepala, menatap tajam pada pemuda tampan itu.

"Dasar penggoda."

"Lantas?"

"Pergilah, hyung. Pekerjaanku padat." ketus Jungkook. Kaki panjangnya memutar dan melangkah menuju jendela.

"Bagaimana ya? Tapi aku sedang horny."

"Bajingan! Bisakah kau tak mengatakan hal sefrontal itu padaku?!" sentak Jungkook bersamaan dengan suara keras dari jendela yang tertutup.

Sunyi. Hanya ada suara angin yang terdengar samar.

"Kau tahu, Jeon? Aku tidak yakin menjalani misi dengan sukses jika serumah denganmu seperti ini."

Sekali lagi. Jungkook itu straight.

"Rasa waktu itu belum dapat ku lupakan."

Namun dia dapat berubah menjadi gay dalam hitungan detik hanya karena Kim Taehyung. Tuannya.

"Jadi bisakah kau-"

"Park Jimin sedang mempertaruhkan nyawanya, dan kau malah merayuku?"

.

Tidak habis pikir bagaiman jalan pikiran seorang Jeon Jungkook. Hoseok sudah menjelaskan bagaimana perangai pemuda itu yang sangat gegabah, tapi Taehyung yang jelas-jelas No.2 di family tak bisa menghentikan keras kepalanya.

Mentari baru muncul, bahkan Venus masih terlihat. Tapi Jungkook sudah memakai jaket kulit dan tengah mengikat tali boots nya.

Setelah ucapan terakhir Jungkook semalam, mood Taehyung berubah hampir 180 derajat. Berbalik dan menutup pintu ruangan Jungkook. Memilih pergi ke ruang kerjanya. Berdiam diri.

Namun suara gaduh barusan membuat Taehyung yang tidak tidur semalaman itu bergegas keluar. Tatapannya menajam pada entitas di depan pintu rumah.

"Siapa yang mengizinkanmu pergi sebelum bilang padaku?"

Desahan berat ditangkap rungunya. Jungkook menoleh malas. "Ingin segera menemukan Jimin kan? Jadi diam lah dan siapkan saja uangmu."

Jungkook tak berkata lagi dan bergegas keluar rumah.

Hening selama beberapa saat hingga Taehyung menyambar ponselnya dan men-dial salah satu kontak.

"Alat pelacak di tubuh Jungkook bergerak. Kau tahu dia pergi kemana?"

"Itu sebabnya aku menghubungimu, Hoseok-hyung. Jangan sampai lepaskan perhatianmu darinya, dan minta Yoongi-hyung untuk memerintahkan bawahannya untuk menyusul Jungkook."

"Ahh- oke. Lalu apa yang akan kau lakukan?"

Berpikir sejenak sebelum pemuda bersurai hitam itu memilih menatap ke luar jendela besar di sampingnya.

"Hanya menunggu."

Seruan tak terima di dengarnya dari seberang panggilan. "Yya! Mana bisa begitu?!"

Mengambil selinting rokok murahan Jungkook, menyelipkannya di antara bibir dan membakar ujungnya dengan pemantik. Menghisapnya kuat, lalu menghembuskan kepulan asap putih ke arah jendela kaca hingga menjadi buram.

"Kita membayarnya cukup banyak, jadi jangan sampai mengeluarkan banyak keringat."

"Kau gila?! Ini bukan soal Jungkook, tapi Jimin!"

Sekali lagi isapan, dan sekali lagi bumbungan asap di sekitar wajah tampan milik Kim Taehyung.

"Terlalu gegabah."

"Apa?"

Taehyung sedikit mengangkat kedua alis tebalnya. Menatap ke luar jendela yang hampir kembali jelas.

"Jika sinyalnya hilang, kita anggap dia mati."

"Bajingan bangsat! Dia adikku yang berharga!"

"Itu salahnya, hyung. Aku tak memiliki kemampuan cukup untuk membantunya bertarung."

Jung Hoseok, diam seribu bahasa.

Tak ada yang bisa bertarung di antara mereka selain Jimin dan Yoongi. Mengingat kemampuan Yoongi dan Jungkook yang masih berlipat-lipat di bawah Jimin, tidak dapat menjamin keberhasilan apapun jika menggunakan otot.

Park Jimin si petarung terhebat yang pernah di lihat Hoseok, bahkan lenyap begitu saja. Sudah dipastikan kemampuan musuh mereka jauh lebih hebat.

"Lalu- bagaimana?"

Ada gemuruh tak menyenangkan dalam dada Taehyung saat memikirkannya.

"Jika matahari sudah terbenam sedangkan dia tak kunjung kembali, atau sinyal pelacak hilang, anggap dia mati."

"..."

"Cari orang baru yang jauh lebih baik untuk melanjutkan misi secepatnya."

~•~

THANK YOU

EPITOME: LUNISOLAR [TAEKOOK/VKOOK]Where stories live. Discover now