Penantian I

70 6 1
                                    

Angin malam dingin menerpa wajahku menusuk kulitku. sesekali bibirku gemetar
"Iiihh" lirihku.
Hanya lampu jalan dan suara motor yang ilalang menemaniku.. kulihat jam di hpku menunjukkan angka cantik 00.00 ku beranjak berdiri
     "Oh dinginnya, sampai kapan aku disini" keluhku dalam hati..
Aku berjalan mondar mandir tuk menghangatkan tubuh ini.. tak lama ada soratan lampu motor mengarah padaku mataku menyelidiki tuk mengetahui tuan helm merah.. Aku terperanjak kaget, senyum tipis kuukir di bibirku.
"Akhirnya datang" ucapku dalam hati dibalik senyuman..
Motor semakin dekat dan rodanya berhenti tepat didepanku..   Senyuman kecilku sirna dengan berhentinya suara mesin motor. Dilepasnya helm merah yang menutupi wajahnya tangannya dengan lihai membenahi rambutnya hah kebiasaan anak laki laki. Senyuman manis dilontarkannya sembari mengisyaratkan tuk naik motor
     "Ayok naik" pintanya..
Tanpa berkata aku naik motor.. melaju meninggalkan lampu jalan.. tak berani mengawali percakapan.. tak berani ku pegang tubuhnya hanya tubuh motor yang mampu ku pegang.. suasana begitu hening hanya suara angin yang berhembus dan gemuruh suara motor.
" Ah keadaan apa inii" gerutuku dalam hati..
" Mampir makan yuk" suaranya memecahkan keheningan
     "Gak usah, gak lapar" jawabku dengan cepat.
"kkkrrr"
Oh sial perutku tak bisa diajak kompromi kenapa bersuara dalam kondisi seperti inii... tanpa ku melihatnya aku merasakan tawa di bibirnya seolah puas dengan keadaan ini..
"Ah sungguh malu ingin ku bungkam perutku agar tidak bersuara"  keluhku dalam hati..
Motor mulai kehilangan kecepatan rodanya berhenti berputar di depan tenda biru yang bergambarkan bebek lele ayam ah ternyata berhenti untuk makan..
"Turun, ayok makan" menyingrai senyuman kecil..
Aku mengangguk malu mengikuti jalannya masuk ke dalam tenda duduk bersila membenahkan jilbab dan tak lupa kububuhi dengan hembusan nafas keatas untuk meniupkan jilbabku.. Ada sepasang bola mata yang mengamatiku.
"Pakai gincu yaa?" Tanyannya sembari meledek...
aku terdiam menahan tawa kuyakin wajahku memerah.. 'gincu'.. iyaa gincu saat itu kali pertamaku memakai gincu, gincu berwarna pink kemerahan ber merk wardah. Ungkapan konyol apa ini. bukannya basa basi tuk tanya bagaimana tadi? bagaimana perjalanananya? baik baik sajakan? Malah membahas gincu.. ku terdiam tertegun akhirnya aku menatapnya memandang dengan lembut mata indahnya suara kukeluarkan dengan menahan tawa
     "iya" lirihku..
tak kusangka dia tertawa sambil mengalihkan pandangan
     "hahahahahaaha" suara tawanya lepas liar puas dengan jawaban yang ku lontarkan... memang realita tak sesuai  ekspetasi kukira dengan kuberi pndngan yang lembut syahdu akan luluh dengan pndanganku.... aku hanya menunduk malu wajahku bak buah delima.
"ini mas makanannya" ucap mas pedagang menepis tawa jahatnya..
bak malaikat yang menolongku dari keterpurukan keadaan ini... tawanya seketika terhenti di alihkan dengan nada lembut
     "iya mas, terimakasih mas" ucapnya..
menyingrai ke arahku begitu manis, menatapku dengan syahdu mata kita saling bertemu aku tak pernah sebelumnya menemui pandangan ini, begitu kunikmati keadaan ini, angin berhembus semilir menambah suasana jadi syahdu jemarinya menari di bibirku mengusap bibirku dengan lembut wajahnya mulai mendekat, jantungku serasa terguncang hebat, suara lembut ia keluarkan dan menatapku lekat
     "gincunya ndhak rata" katanya lembut diimbuhi dengan senyuman manis jemarinya menepis bibirku dengan keras. dan mengalihkan pandanganke ke makanannya.... aku terdiam menatapnya..
"Ohhh my God..... apa apa an ini cuma bilang gincunya ndhak rata sampai segitu dramatisnya, sial aku berharap" teriakku dalam hati..
"makan oii, mau disuapin" tegurnya memecah diamku..
"iya aku makan" ungkapku menyantap makananku.
Dalam setiap suapan ku merasa ada sorotan cahaya mata di bibirku.. hingga akhirnya suapan terakhir aku kunyah ku dengar bisikan
     "kamu imut kalau lagi makan" bisikan lirih pelan mengalun di telingaku.. senyum kecilku mengiringi kunyahan terkhir.. kupandangi dengan lekat wajahnya mata yang indah kumis tipisnya yang menawan rambutnya yang berjambul kecil yang mempesona.. angin semilir mendayu mengibaskan sayap ke wajahnya mata kita saling terpaut seakan akan menikmati momen ini...
"braaak" suara piring pecah
memudarkan momen romantis itu...

On My Way! My heroWhere stories live. Discover now