Lavender - Fukumoto

45 4 14
                                    

Hidup menjadi sosok manusia dengan bakat akting yang luar biasa merupakan anugrah dan kesialan bagi Fukumoto. Karena talenta yang dimiliki, karir nya sebagai aktor pun berjalan mulus baik di dalam maupun di luar layar kaca. Ia dapat menahan diri dengan baik, dan bersikap manis baik di depan maupun di belakang kamera jika di butuhkan. Akan tetapi lambat laun, ia semakin dibuat bingung oleh perasaan yang ia rasakan dalam kehidupan pribadi. Dan saat hal ini semakin memburuk, disaat itulah ia meminta bantuan Tama, seorang psikiater yang juga sahabat baiknya. 

"'Hidup adalah senuah pilihan.' Katanya. Mereka bilang, aku bisa menjadi siapa saja saat aku sudah dewasa kelak. Tapi kini, bahkan satu hembusan napasku pun masih dapat ku hebuskan atas perintah mereka." Ujiar Fukumoto, kepada Tama yang dengan setia duduk disampingnya untuk mendengar setiap keluh kesahnya.

"Sepertinya, kamu kurang berusaha lebih baik lagi agar lepas dari mereka. Sisa-sisa karakter yang telah kamu bawakan di depan layar kaca." Balas Tama dengan suaranya yang selalu Fukumoto sukai.

Fukumoto membalas dengan sengit, "Mereka adalah aku, dan aku adalah mereka. Sudah sepantasnya suara mereka selalu menggema di kepalaku, berusaha untuk mengambil alih tubuh ini."

"Lalu bagaimana denganku? Bukan kah aku juga bagian dari dirimu?" Tanya Tama, nada suaranya masih datar, dan pertanyaan ini membuat Fukumoto terdiam. "Lihat, bunga-bunga yang kau muntahkan! Mereka nyata! Mereka itu adalah buktinya."

Fukumoto melirik kearah semangkuk besi berisi kelopak bunga lavender yang Tama tunjuk di samping tempat tidurnya. Tangan kiri nya yang kosong meraih picisan kelopak, dan memang benar, kelopak-kelopak itu nyata.

Disitulah, dengan separuh kewarasan yang tersisa. Otaknya. menjerit bahwa semua hal yang saat ini ia alami adalah kenyataan.

"Tinggalkan lah mereka yang ada dikepalamu dan tetaplah bersama ku. Kamu harus bertanggung jawab karena membuatku jatuh cinta padamu." Lanjut Tama.

"Kamu tidak pernah mencintaiku bukan. Tidak pernah sekalipun..." Ujiar Fukumoto, dan sang wanita tidak membalasnya. Ia hanya membelai tangan kanan Fukumoto dengan lembut sebelum mengenggam seutuhnya, dan gadis itu hanya tersenyum keji selayaknya memenangkan sebuah permainan diantara mereka. 

Fukumoto menghela napas seiring mendengar suara tetesan air yang berjalan di infus yang terpasang di tangan kanannya dan suara hiruk pikuk rumah sakit. Ia menyadari betapa hampanya belaian wanita yang kini hanya dapat hidup sebatas imajinasinya selepas kematian sang dokter jiwa oleh tangannya sendiri.

Tak ada yang tau tentang ini, bahkan ia yakin diri nya sendiri pun tidak, "Diakhir hidupku pun, kau dan aku tak berbentuk."

"Hidup untuk Hidup"

"Kematian untuk Kematian"

"Tutup matamulah tuan dan tidurlah, bebaskanlah dirimu dari fatamorgana yang semu."

Apakah ini kenyataan? Ataukah bagian dari peran yang ia mainkan?

Fukumoto tidak tau lagi. Ia hanya menatap refleksinya dengan pandangan kosong. Sementara suara tawa yang ia rindukan menggema di kepalanya.

END

Author's Note : IDK WHAT I'M DOING, PLEASE I DON'T KNOW WHAT I'M DOING IN THIS CHAP.
Ya saya lagi nyelip nyelip dikit dari rutinitas kantor + kampus saat ini, makanya nyepetin diri nulis ini d komputer kantor dengan kecepatan tangan dan imajinasi tinggeh.

Aku cuman mau bilang, only three chaps left till this oneshoot compilation is over (YAAY_. Untuk chap ini aku ucapkan spesial terima kasih pada Hatano's Mommy aka Chiku yang sudah meberikan aku ide QAQ, dan untuk nonsense BS yang terjadi di chap ini, lets blame game berjudul Layer of Fear 2. Thanks mom. Please be patient ya tuk kelanjutan selanjutnya.

RegretsWhere stories live. Discover now