3. Cowok Idaman Prissa

Mulai dari awal
                                    

“Eh, gue kira lo bodyguard Prissa,” ucap Alex pada David. Alex adalah teman sebangku David. Mereka duduk di sebelah bangku Adam.

“Yes, bodyguard yang bakal disayang sama Prissa,” jawab David santai sambil meletakkan tas di bangkunya. Kemudian dia mendekati Prissa dan duduk di sebelah gadis itu. Ketiga cewek yang duduk di deret sebelah kanan memandangnya dengan muak.

Evelyn dan Kayonna menoleh ke belakang. Adam memilih untuk keluar kelas sambil menunggu bel masuk berbunyi.

“Lama-lama gue mau muntah lihat gaya Prissa,” tukas Evelyn sambil menjulurkan lidah. “Sebel gue, kenapa banyak cowok yang suka sama dia.”

“Gue rasanya pengen nonjok biar jontor tuh bibir yang sok manis di depan cowok. Apalagi di depan David kayak sekarang tuh.” Kayonna menunjuk David dan Prissa yang sedang dikerubungi siswa lain dengan sorak sorai yang membuat berisik. Evelyn dan Alanis mengikuti arah pandang Kayonna.

“Gimana kita bisa deketin David kalau David ternyata suka sama Prissa?” Alanis bergumam.

“Lo yakin David beneran suka sama Prissa? Gue kira dia cuma ngegoda aja.”

“Ngegoda gimana, Yon? Mereka pernah pacaran. Kali aja sekarang lagi CLBK.”

“Mau pernah pacaran kek, atau lagi CLBK kek, gue nggak peduli. Bagi gue, cewek macam Prissa nggak akan pernah serius sama satu cowok.”

Alanis diam saja tanpa ikut berkomentar. Pandangannya tidak lepas-lepas dari kedua makhluk yang sedang saling bertukar senyum itu. Melihat dari paras cowok itu, Alanis yakin David masih ada rasa pada Prissa. Sebelum langkah awal dalam menarik perhatian David, Alanis merasa semangatnya mulai berkurang.

***

Di tengah jam pelajaran kimia, Alanis mendengar derit bangku di sampingnya. David beranjak berdiri meminta izin pada Bu Herma. Mungkin cowok itu mau ke toilet, pikir Alanis. Pukul dua belas tiga puluh seperti sekarang memang bukan jam yang tepat untuk pelajaran kimia. Pikiran sudah tidak sesegar saat pagi hari. Kalau dipaksakan untuk konsentrasi juga tidak akan semudah di saat udara sedang sejuk.

Alanis baru akan menunduk lagi untuk mengerjakan soal-soal ketika dia mendengar suara derit kursi lain. Dia mengangkat wajahnya ingin tahu siapa yang akan meminta izin juga. Dia mengerutkan kening ketika melihat Prissa turut keluar. Bukan karena Prissa juga akan ke toilet, tapi karena sekilas Alanis melihat Prissa menatap Adam sebelum tubuh Adam menghilang keluar kelas.

Rasa penasaran tiba-tiba membumbung tak tertahankan. Dia ingin tahu apakah Prissa benar-benar ingin ke toilet atau hanya ingin mengikuti Adam. Melihat dari cara jalannya saja, Prissa sangat tergesa.

Alanis beranjak cepat seperti tidak ingin melewatkan sesuatu yang dia sendiri tidak tahu apa. Evelyn dan Kayonna berkerut menyadari Alanis yang terkesan mengikuti Adam. “Gue mau ke toilet. Jangan mikir aneh-aneh,” ucapnya ketika melihat dua sahabatnya seakan bertanya.

Setelah Bu Herma memberi izin, Alanis segera berjalan ke koridor melewati beberapa kelas kemudian turun tangga ke area toilet. Dia memasuki sebuah lorong toilet yang kemudian memisahkan antara toilet cowok dan toilet cewek.

Langkahnya perlahan seperti seorang penguntit. Samar-samar dia mendengar sesuatu. Dia tidak salah duga. Suara itu memang suara Adam dan Prissa. Ada hubungan apa mereka sampai Prissa mengejar cowok itu ke toilet?

Lo kenapa sih menghindar terus dari gue?” pertanyaan Prissa yang pertama terdengar.

Gue nggak menghindar. Buktinya sekarang kita ketemu.”

“Gue kemarin ke rumah lo. Tapi nyokap lo bilang lo nggak di rumah. Gue telponin lo juga nggak diangkat. Pesan juga nggak dibales. Seneng ya lo bikin gue kesal.”

“Emang lo perlu apa sama gue?”

“Dam, sampai kapan sih sikap lo berubah sama gue? Gue udah ngemis-ngemis cinta lo tapi sedikit pun lo nggak kasih harapan. Lo pernah bilang kalau nggak masalah sama predikat gue sebagai cewek brengsek. Ternyata lo nggak nganggep gue ada. Sama sekali.”

Alanis menutup mulutnya yang ternganga. Jadi Prissa naksir Adam? Alanis berusaha menghubungkan orang demi orang seperti menata potongan puzzle. David naksir Prissa. Prissa naksir Adam. Adam naksir aku. Aku naksir David.

Alanis masih memikirkan tentang kisah kasih mereka yang amburadul ketika dia mendengar suara hentakan sepatu. Segera dia keluar dan berdiri di dekat tangga yang berdampingan dengan pintu lorong.

Prissa berhenti sesaat saat melihat orang lain ada di luar lorong. “Ngapain lo di sini?” tanyanya tidak suka.

“Gue mau ke toilet,” jawab Alanis tenang. Berusaha tenang tepatnya.

Prissa mengamatinya dengan tatapan penasaran namun kemudian berlalu tanpa menghiraukan Alanis lagi. Sekarang giliran Adam yang keluar dari lorong.

“Mau ke toliet juga?”

Alanis mengangguk. Dia masuk segera kemudian membasuh wajahnya yang terasa kotor. Di depan kaca, dia melihat pantulan wajahnya sendiri kemudian teringat akan pembicaraan Adam dan Prissa. Di saat banyak cowok yang menyukai Prissa, kenapa Adam malah menolaknya? Itu yang jadi pertanyaan Alanis. Rasanya mustahil, Prissa yang begitu mudah mendapatkan cowok mana pun justru mengejar cinta cowok dingin seperti Adam.

Sepertinya dia harus mencari tahu apa alasan Adam menolak Prissa. Kalau saja Adam dan Prissa jadian, itu berarti David tidak akan mengejar cewek paling cantik di sekolah itu. Kesempatannya untuk mendapatkan perhatian David akan lebih besar.

Tapi mencari tahu alasan Adam itu sama saja dengan menjalin komunikasi lebih intens dengan cowok itu. Adam bisa saja menduga kalau Alanis mulai menerima perhatiannya. Kesadaran itu membuat Alanis bingung.

Merasa sudah cukup lama di dalam toilet, Alanis bergegas keluar dan hampir terlonjak saat melihat Adam duduk di anak tangga. Cowok itu berdiri ketika Alanis muncul di depannya.

“Udah?” tanyanya datar.

Alanis mengangguk. “Lo ngapain masih di sini?”

“Nunggu lo.”

Alanis bungkam. Tiba-tiba dadanya bergemuruh. Dia mengumpat dalam hati kenapa tubuhnya menjadi gugup. Seharusnya dia tidak merasakan apa-apa karena dia sama sekali tidak ada rasa pada Adam. Tapi anehnya, mengapa dia resah seperti sedang jalan berdua dengan gebetan?

“Lo nggak harus nunggu gue,” ucap Alanis tanpa sadar di tengah perjalanan menuju ke kelas. “Gue nggak mau ada yang berpikir macem-macem kalau kita jalan bareng begini.”

“Banyak orang lain yang jalan bareng lawan jenis.”

“Tapi beda sama kita.”

“Apa bedanya?”

“Bedanya karena lo...” Alanis tercekat. Tidak seharusnya dia mengucap ini.

“Karena gue suka lo?” Adam mengerti apa yang akan diucapkan Alanis. “Lo takut orang lain akan berpikir kalau lo jalan bareng gue berarti lo terima perhatian gue, gitu?”

Alanis belum mampu menjawab. Mereka bertatapan dalam diam. Sampai Alanis tidak tahan membalas tatapan Adam yang menohok, Alanis membuang muka kemudian berjalan lebih dulu ke dalam kelas.

Baru saja dia duduk, Evelyn berbalik. “Kalian ngapain aja di toilet? Nggak berbuat mesum, kan?”

Lalu sebuah buku paket kimia mampir di wajah bintang iklan itu. Alanis meletakkan kembali bukunya, lega setelah melihat Evelyn mengaduh dan mengelus puncak kepalanya.

***

The EleventhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang