coral

326 72 10
                                    

(n) : Coral is reddish or pinkish shade of orange. The color is named after the sea animal also called corals.

*
*
*

#415 : tidak ada seorangpun yang berekspektasi bahwa aku akan memilih piano sebagai majorku. Aku mulai mempelajari piano di usia sebelas, bertahun-tahun lebih lambat dibanding pianis lain yang memulai di usia lima atau enam.

Aku membaca buku-buku kalkulus dan astronomi tingkat lanjut seperti novel. Aku bisa tidur dalam kelas sepanjang tahun dan tetap mendapat nilai tertinggi dalam ujian akhir. Semua orang berpikir aku akan menjadi scientist atau semacamnya. Mereka bilang aku tidak akan punya kesempatan menjadi pianis profesional.

Pernahkah kau mendengar tentang International Chopin Piano Competition? Kompetisi itu diadakan di Warsawa, Polandia tiap lima tahun sekali. Jika kau menang, itu seperti kau memiliki kunci ajaib untuk karir pianomu.

Aku mengikuti kompetisi itu tiga tahun lalu. Usiaku enam belas tahun ketika itu. Aku tidak berhasil mencapai babak final, dan hanya itu yang dipedulikan semua orang. Sama sekali tidak penting apakah aku lolos penyisihan pertama, kedua, atau ketiga hanya dengan lima tahun sejak aku pertama kali menyentuh alat musik itu.

Pada akhirnya, nenek yang memintaku melakukan apa yang kuinginkan dalam hidupku. Dia menunjukkan angka-angka dalam rekening banknya dan mengatakan itu semua milikku. Aku bisa melakukan apapun dengan uang itu.

Money can’t buy happiness, they say, but it can sure get real close.

*
*
*

Ini latihan pertama mereka. Hangyul tidak bisa diam di satu tempat, ia berjalan mengelilingi studio, bersandar di samping piano, dan terkadang duduk di samping Junho. Ia dengan ingin tahu menekan tuts-tuts piano itu sembarangan, sementara Junho disampingnya sedang sibuk menyiapkan music note yang akan mereka gunakan.

Hangyul tidak bisa tidak memperhatikan jemari Junho. Jemarinya lentik namun kokoh, sepertinya efek memainkan piano selama bertahun-tahun. Paha mereka tidak sengaja bersentuhan dan Hangyul segera bangkit dengan kaku, ia berdiri di sisi Junho sebagai gantinya.

Ia menelan ludah kasar, membasahi bibirnya yang tiba-tiba kering. Junho memandang piano seolah benda itu adalah rumahnya dan di mata Hangyul tidak ada hal yang lebih indah dibanding bagaimana Junho terlihat saat ini. He look tough but fragile. Handsome but really beautiful. Cha Junho adalah definisi keindahan dalam kamus Hangyul.

Ia memperhatikan bagaimana Junho menggulung lengan sweeternya hingga ke siku, mengungkap lengannya yang pucat dan kurus. Ia memperhatikan bagaimana Junho merilekskan bahu dan punggungnya dan itu membuat Hangyul kehilangan akal.

Hangyul berdeham karena aroma parfum Junho -- yang sepertinya campuran antara sandalwood, vanilla, dan pine -- memenuhi indera penciumannya.

"Apa kau perlu pemanasan?" tanya Junho.

Hangyul menyapu rambutnya kebelakang, mencoba menyingkirkan anak rambut yang menghalangi matanya. Bagaimanapun ia harus bersikap normal.

"Uh, ya. Mainkan saja lagunya dan aku akan bernyanyi bersama."

Suasana disekitar mereka kaku karena suatu alasan tetapi Hangyul tidak tahu mengapa. Ia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya, tetapi suasana diantara mereka benar-benar tidak nyaman.

Hangyul menyadari dua hal ketika Junho mulai memainkan pianonya.

Yang pertama adalah fakta bahwa ia tahu lagu ini, ia yang memilihnya dan ia benar-benar menyukai lagu ini. Ini bukan lagu yang mudah untuk dinyanyikan, tetapi ia telah berlatih menggunakan lagu ini selama bertahun-tahun, cukup lama sehingga ia menghafal lirik dan melodinya begitu saja.

Bersama dengan musik Junho, Hangyul mulai menyanyi. Ia menyanyi dengan satu-satunya cara yang ia bisa, dengan mata tertutup dan menggunakaan lagu itu untuk menyampaikan semua emosi yang ia miliki.

Junho merasa suara pianonya dan nyanyian Hangyul adalah kombinasi yang cukup bagus. Karena musiknya bisa berharmonisasi dengan merdunya suara Hangyul.

Junho tidak pernah berduet sebelumnya. Ia takut ini tidak akan berhasil, ia takut ia tidak bisa menjaga temponya, ia juga takut ia akan terdistraksi dengan adanya suara kedua. Tetapi yang terjadi justru kebalikannya, ini seperti nyanyian Hangyul menyatukan kepingan-kepingan nada yang ia mainkan. Mengikatnya dan membuatnya lebih tajam dari sebelumnya.

Junho memperhatikan bagaimana Hangyul menyanyi. Ia mengagumi kenyataan bahwa semua hal dari pemuda didepannya ini sempurna. Ia memperhatikan bagaimana surai pink Hangyul bergerak pelan karena suara kuatnya. Ia mengamati bagaimana kelopak mata Hangyul yang tertutup memamerkan bulu matanya yang panjang dan lentik.

Bibir Hangyul kering dan Junho harus menahan diri agar ia tidak menelantarkan pianonya begitu saja dan memilih mencium pria yang lebih tua darinya itu. Ia ingin mencium Hangyul hingga pria itu terengah-engah karena alasan lain selain fakta bahwa dia baru saja menyanyikan sebuah lagu berdurasi empat menit dengan nada yang tidak bisa dicapai penyanyi pria kebanyakan.

Mereka saling menatap satu sama lain ketika Junho memainkan nada terakhir lagu itu. Hangyul terlihat bersemangat, gembira, seperti ada percikan api ceria yang menjadi bahan bakarnya.

Junho merasakan kehangatan Hangyul menjalari jemarinya, meluncur menuju lengannya sebelum berpisah melalui seluruh direksi tubuhnya. Senyuman Hangyul meninggalkan sensasi menggelitik di kulitnya, seolah kupu-kupu dengan sayap cerah menjalari sekujur tubuhnya.

Junho terpesona.

"Kau cantik," kata Junho dengan bersungguh-sungguh. "Nyanyianmu cantik sekali," ia harap Hangyul tidak salah paham.

Hangyul memerah dari kepala hingga kaki, matanya menjelaskan bagaimana senangnya dia terhadap pujian itu. Pipinya memerah dan dia tidak mampu menahan senyumnya.

Junho merasa -- ia tidak yakin apa yang ia rasakan. Saat ini ia lebih bahagia dari yang bisa ia ingat sebelumnya, ia entah mengapa merasa lebih bisa bernafas dalam studio musik sesak dibanding tempat lain. Junho merasa hidup.

"Terimakasih," kata Hangyul, suaranya hanya berupa bisikan.

Tidak ada lagi kekakuan diantara mereka. Mereka mulai mengulang lagu tersebut sedari awal. Jemari Junho mulai terbiasa dengan lagu itu, sementara suara Hangyul terdengar semakin rileks. Mereka bekerja dengan pelan namun pasti, saling mengoreksi kesalahan masing-masing dengan senyum.

Mereka menutup mata, membayangkan angin yang bertiup melintasi perairan. Merasakan diri mereka ada di sebuah perahu yang menyusuri laut Karibia. Lagu mereka masih kaku, sangat tidak sempurna, tidak seperti lagu aslinya. Tapi Junho yakin hanya butuh waktu hingga mereka bisa menampilkan lagu itu dengan sempurna.

"Tidak usah terburu-buru," kata Hangyul.

"Not yet," canda Junho, tanpa sadar ia memainkan potongan karya klasik yang tidak Hangyul kenali.

Hal kedua yang Hangyul sadari pada hari itu adalah bahwa ia mengenal bagaimana cara Junho bermain. Ia yakin hal itu, ia mendengar permainan piano ini beberapa kali dari kelas teori musiknya. Ia mendengar permainan ini di stadium hari itu.

Ia sadar siapa Cha Junho sebenarnya.









TBC


Ini tuh masuk sexualized ngga sih? Soalnya Junho kan masih dibawah umur. Aku ngga bikin adegan lebih dari kissing sih, tapi kalo menurut kalian ini ngga pantes comment ya, biar aku benerin

aku, kau, dan seribu bangau kertas || hangyul; junho✔️Where stories live. Discover now