lilac

485 93 5
                                    

(n) : Lilac is a light violet color. It is named after the color of the lilac flower.

*
*
*

Waktu-waktu seperti ini adalah saat ketika pendingin ruangan kehilangan fungsinya. Suhu di dalam biasanya berakhir lebih hangat dibanding suhu di luar. Cukup aneh, sepertinya pendingin ruangan mencoba menyesuaikan diri tapi tidak pernah berhasil.

Hasil akhirnya adalah setiap ruangan di universitas memiliki iklimnya masing-masing. Hangyul merasa terlalu panas dengan hoodienya tapi ia kedinginan bila hanya mengenakan kaos. Keringat membasahi kaos lengan panjangnya ketika ia berada di kelas teori musik. Tentu saja hal itu akan terjadi ketika ia terjebak dalam sebuah ruangan bersuhu 96° Fahrenheit.

Profesornya sengaja membiarkan pintu terbuka agar angin dapat berhembus masuk. Selang beberapa saat hembusan angin itu membawa suara denting piano yang terasa akrab di telinga Hangyul. Butuh beberapa saat baginya untuk mengidentifikasi bahwa nada yang dilantunkan piano itu adalah nocturne milik Chopin.

"Kalian dengar itu? Itu adalah bagaimana bunyi piano terbaik di SNU," kata profesornya sembari membuka pintu ruang kelas lebih lebar. "Piano-piano semacam ini harganya bisa mencapai 200.000 dollar. Hanya siswa terbaik yang boleh menggunakannya. Dengarkan dengan baik, sangat jarang ada konser gratis seperti ini."

Profesornya membiarkan mereka mendengarkan hingga lagu itu berakhir. Dia menutup pintu setelah itu dan melanjutkan ceramahnya. Hangyul mencoba melebarkan kerah kaosnya, suasana semakin panas karena aliran udara dari luar berhenti begitu saja.

*
*
*

Beberapa minggu kemudian Hangyul memiliki waktu kosong langka karena salah satu kelas yang ia asisteni dibatalkan. Saat ini ia siap untuk menghabiskan seluruh waktunya guna memperkaya kosa kata bahasa latinnya tapi kesempatan itu tidak pernah datang.

"Kuharap aku tidak mengganggumu," sebuah suara nyaring memasuki gendang telinga Hangyul. Ia mengenal suara itu dengan baik, tapi ia belum bertemu si pemilik suara sejak beberapa bulan lalu.

Yohan melangkah dengan percaya diri, membawa hawa sejuk bersamanya. Dia sudah seperti ini sejak Hangyul mengenalnya, selalu diikuti angin sepoi-sepoi dan bau parfum mahal. Terkadang, ia merasa bahwa Yohan dapat menurunkan suhu sauna beberapa derajat hanya dengan berada di dalamnya.

Hangyul sendiri sampai sekarang tidak yakin bagaimana ia bisa memiliki teman seperti Yohan. Ia ingat ia bertemu Yohan di kelas pertamanya di SNU, ketika itu ia benar-benar menyedihkan karena ia sepertinya akan memulai hari pertama dengan duduk sendirian.

Ia memasuki kelas hampir bersamaan dengan si dosen sehingga tanpa pikir panjang ia menempati tempat duduk pertama yang ia lihat. Tempat duduk yang kebetulan berada disebelah Yohan. Sejak saat itu pertemanan mereka terjalin.

"Han," katanya perlahan, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Ia yakin ia belum memberitahu Yohan nomor dormnya tahun ini. Ia belum bicara dengan yang lebih tua sejak katalk yang ia kirim beberapa bulan lalu. "Lama tidak bertemu."

Yohan mewarnai rambutnya lagi, kali ini platinum blonde dan entah bagaimana warna itu cocok untuknya. Yohan selalu terlihat bagus dalam pakaian apapun, seleranya bervariasi mulai ripped jeans, hingga scarf warna-warni. Berbeda 180° dengan Hangyul yang 90% waktunya dihabiskan dengan hoodie dan kaos unisex.

"Yeah. Siapa roommate-mu?" tanya Yohan.

"Seungyoun," Hangyul sadar ia tidak akan bisa belajar malam ini.

"Cho Seungyoun?" tanya Yohan.

"Yup."

Kali ini ada binar ketertarikan di mata Yohan, "tidak buruk, sama sekali tidak buruk. Aku berkencan dengannya beberapa kali tapi tidak berhasil. Kurasa kami teman sekarang."

Hangyul memandang temannya itu heran, "Seungyoun gay?"

"Bi," koreksi Yohan. "Atau mungkin tidak. Kurasa dia lebih seperti bi-curious atau mungkin panseksual."

Hangyul mengerutkan kening, "itu dua hal yang berbeda, Han."

"I’m aware of that. Hanya saja Cho Seungyoun menyukai semua orang. Kupikir dia tidak akan peduli siapa kau dan apa gendermu, baginya yang penting kau memiliki hati yang cantik."

"Dan itu juga alasan mengapa kalian tidak menjalin hubungan, kan?" tanya Hangyul.

"Dia tidak cocok dengan pendosa sepertiku," jawab Yohan. "What are you getting up to this year? Ada banyak yang ingin kuceritakan. Let’s go for some coffee," tawar Yohan. Hangyul selalu melupakan fakta bahwa temannya itu tidak suka berbasa-basi.

"Sekarang?"

"Kenapa tidak?"

Ia tidak dapat memikirkan alasan yang cukup bagus untuk menolak tawaran Yohan jadi ia meletakkan bukunya kembali ke atas meja. Yohan selalu mentraktirnya, dan Hangyul bukan tipe orang yang akan melewatkan segala sesuatu yang gratis.

Ketika ia kembali ke dormnya, Hangyul menemukan origami bangau berwarna lilac di pintunya.

#254 : aku sedang mempelajari sesuatu dan aku ingin menunjukkannya padamu. Duduklah di stadium besok sore jam 4 jika kau bisa. Aku akan melakukannya dengan cepat sehingga kau tidak akan terlambat bekerja.

Hangyul tertidur dengan kegembiraan dan rasa penasaran yang telah lama tidak ia rasakan. Ia bahkan tidak menyadari ia mengucapkan selamat tidur pada Seungyoun. Sebuah kebiasaan kecil yang berusaha ia hilangkan sejak masuk universitas.

Dahulu, ketika ia menginap bersama teman-temannya, mereka akan menghabiskan 20 menit hanya untuk saling bertukar ucapan selamat tidur. Rasanya konyol jika ia masih melanjutkan kebiasaan bodoh itu di universitas. Jika Seungyoun terkejut dia sama sekali tidak menampilkannya, dia membalas ucapan selamat tidur Hangyul dengan sebuah senyum lebar.

Mungkin teman barunya ini membawa kembali beberapa kebiasaan baik yang sudah lama Hangyul lupakan.





TBC

I love Cha Junho and Lee Hangyul to the moon and never back 💜

aku, kau, dan seribu bangau kertas || hangyul; junho✔️Where stories live. Discover now