Bagian 2

485 20 11
                                    


"Cinta serupa serbuk ajaib yang ditaburkan dari langit. Ia berjatuhan pada hati anak-anak manusia, dan sihirnya meleburkan apa saja. Tanpa tapi."

***

Gadis setinggi 167cm itu memeluk map dengan tangan kiri, di mana jam kesayangannya melingkar. Satu-satunya tempat yang ada di pikirannya saat ini adalah kios ayam goreng. Hari ini Karina datang ke tempat yang sama bukan sebagai pembeli, dia benar-benar memerlukan bantuan penjualnya.

Pemuda itu baru saja selesai membersihkan gerobak, ketika Karina menghentikan langkah tepat di depan kios.

"Permisi, Mas," sapa Karina.

Pemuda yang mengenakan kaos biru dan celemek kuning itu menoleh, dan mendapati wanita cantik yang dia yakin akan jadi calonnya. Lebih tepatnya calon pelanggan super rajin. Dia menduga, gadis itu sudah ketagihan dengan ayam goreng buatannya. Karena saat neuron otaknya mencoba memindai setumpuk ingatan yang tersimpan, dia bisa memastikan, baru kemarin gadis yang sama juga datang ke kios itu sebagai pembeli.

"Ya?"

Ya. Hanya kata itu saja yang dapat terucap. Sesuatu dari penampilan Karina sedikit mengganggu konsentrasi. Sapuan warna merah muda samar membuat wajah putihnya terlihat lebih segar dan ... cantik.

"Saya mau minta bantuan Mas, untuk mengisi kuesioner yang akan saya gunakan dalam penyusunan skripsi," ungkap Karina hati-hati dengan bahasa yang sopan dan sangat formal.

"Oh, pejuang skripsi."

Menyebalkan! Bukannya memenuhi permintaan Karina, pemuda itu malah mengomentari dirinya. Kalau boleh jujur, sebenarnya Karina agak jengkel, tapi demi mendapatkan apa yang dia butuhkan, gadis itu mencoba menampilkan senyum terbaiknya sambil mengangguk.

"Emh, gimana ya?"

Pemuda itu memiringkan sedikit kepalanya, terlihat berpikir, dan menampilkan wajah bingung. Hal itu membuat kejengkelan di hati Karina semakin bertumpuk. Sebelumnya dia mengira tidak akan sesulit ini. Selama hidup dan bernapas, sependek ingatannya, belum ada satu pun cowok yang bisa menolak permintaan seorang Karina.

Bibir Karina kembali simetris, tidak ada yang tahu, dalam hatinya gadis itu sedang mengumpat. Betapa sialannya si tukang ayam itu.

"Nggak bisa ya?"

"Bukan gitu ...."

Menjengkelkan, menyebalkan, dan sangat-sangat menyebalkan! Begitu simpul otak Karina menilai pemuda di hadapannya. Secuil simpati yang sempat tumbuh karena melihat kebaikannya pada anak-anak kumal kemarin, lenyap seketika. Ternyata semua itu hanya pencitraan.

"Bisa kenalan dulu?"

Ketika Karina tengah sibuk dengan penilaian-penilaian negatifnya pada pemuda itu, sebuah tangan terulur ke hadapannya. Suara yang barusan menubruk gendang telinganya, penuh nada sindiran pada kesalahan pertama Karina. Dia lupa mengajak kenalan pada orang yang akan dimintai tolong.

"Oh iya. Maaf ya, kenalin namaku Karina." Karina menjabat tangan penjual ayam goreng itu. Kali ini gaya bicaranya lebih santai.

"Ilham," jawab pemuda itu mantap. Suaranya terdengar memancarkan kepercayaan diri dan sikap yang tegas.

"Tadi apa? Ngisi kuesioner ya?" tanya Ilham sambil memandang sekali lagi wajah cantik Karina meski tak lebih dari dua detik, karena Ilham sangat yakin, kesehatan jantungnya akan berada dalam bahaya kalau berlama-lama memandang wajah ayu tersebut.

"Iya ... Please, bantuin ya."

"Emh, gimana ya? Soalnya kalau sekarang, aku harus nyiapin itu."

AZZAM (Diterbitkan oleh: Penerbit Lovrinz)Where stories live. Discover now