Sampai di mana akhirnya Felix terpojok karena sisi belakang tubuhnya membentur meja yang sore tadi ia sandari. Definisi lainnya adalah jalan buntu. Belum sempat gadis itu memikirkan tempat berpindah, kedua lengan Hyunjin sudah jatuh duluan di kedua sisi tubuhnya. Menopang bobot tubuh pemuda itu yang agak merendah.

Bunyi hentakan yang berasal dari pertemuan tangan Hyunjin dan permukaan meja di belakang Felix terdengar begitu mengagetkan. Untuk beberapa waktu Felix merasa penglihatannya agak berkunang-kunang. Tapi itu tak bertahan lama ketika suara napas Hyunjin yang terengah sukses menyapa rungunya. Felix terperangkap di antara kedua lengan Hyunjin. Terkurung. Dan jangan lupakan perihal jarak mereka yang bahkan bisa merasakan pertukaran oksigen masing-masing.

"Berhenti menyudutkanku! Kaupikir hanya kau?" Hyunjin berucap dingin, sebelah sudut bibirnya naik. Felix bergetar gamang. "Aku pun selalu bertanya-tanya tentang sensasi asing yang tidak bisa kujelaskan sendiri. Tapi akhirnya aku sadar jika kau itu sumber dari adrenalin mengerikan ini." Hyunjin menatap tajam, memojokkan. "Nah, sekarang apa tanggapanmu? Bagaimana jika aku ingin kau mempertanggung jawabkannya?"

Felix tak menemukan ide perihal arah pembicaraan lelaki itu. Yang ia tahu kini darahnya berdesir lebih cepat di sekujur tubuh. Felix tercekat, dan lututnya terasa amat lemah. "A-apa?"

Felix melayangkan tatapan sengit begitu merasakan sakit di pergelangan tangannya yang digenggam Hyunjin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Felix melayangkan tatapan sengit begitu merasakan sakit di pergelangan tangannya yang digenggam Hyunjin. Gadis itu lupa sejak kapan Hyunjin telah memindahkan posisi mereka. Kini Felix berdiri menempel ke dinding, sebelah tangannya digenggam Hyunjin dan diangkat hingga berada sejengkal di atas puncak kepalanya. Sementara sebelah tangan lelaki itu mengurung kepala Felix di sisi kanan. Pria itu menatapnya dengan netra kelam yang berkilat.

Kepala Felix berputar pening saat mengingat kata-kata Hyunjin beberapa saat yang lalu. Ia menolak untuk merasa terintimidasi, tapi kini figur pemuda itu terlalu menyakitkan untuk dipandang.

Apa hal yang menarik simpati Hyunjin adalah penampakan gadis itu yang tengah meringis kecil. Namun begitu Hyunjin tetap bertahan akan kokoh genggamannya. Sekokoh dirinya. Dua pasang mata mereka bertemu tapi rahang Hyunjin yang menegas adalah pemandangan paling kentara. Ia sadar genggamannya menyakiti Felix tapi ia butuh itu untuk membuktikan bahwa lelaki itu bisa menjadi serius. Ia ingin menjelaskan bahwa apa saja yang telah dipikirkan oleh gadis itu adalah kesalahan, bahwa Hyunjin tidak bergurau dengan apapun, bahwa seorang Felix adalah alasan kegelisahannya. Bagaimana bisa gadis itu menjadi amat egois dengan melimpahkan segalanya kepada Hyunjin? Itu intinya. Penafsiran seolah Hyunjin yang kejam, itu sumber kegeraman lelaki itu.

"Kenapa kau selalu memainkan perasaanku?"

Tanpa Hyunjin sadari sebelumnya, kini lelaki itu mendapati mata adiknya yang berkaca-kaca. Felix menggigit bibir bawahnya kuat, menahan ledakan apapun yang akan ia keluarkan.

Hyunjin muak, memainkan apa?

"Demi Tuhan!" lelaki itu melemparkan tinju pada dinding di samping kepala gadis itu. Debumannya membuat psikis Felix terguncang. Telinganya berdengung, dan Felix nampak menelan kembali gumpalan air matanya yang nyaris terjatuh.

LIMERENCE; hyunjin ft. felix || hyunlixWhere stories live. Discover now