Empat Belas.

7K 585 3
                                    

Rosie duduk di sebuah kursi di dekat meja kecil. Acara minum teh di tiap sore hari sudah dilaksakan. Hanya Rosie saja terlambat datang karena ada urusan mendadak. Ia melirik Farand yang sedaritadi duduk di hadapannya sambil memainkan ponsel. Di meja itu hanya ada Farand dan Rosie. Mungkin yang lain sudah pergi.

“Farand, apa kau punya kanvas kosong? Kanvasku habis. Tadi aku ke tempat biasa aku membeli kanvas, kanvas pilihanku kosong. Dan stoknya baru datang dua hari lagi. Karena bahan kanvas kita sama, apakah aku boleh meminta satu? Satu saja,” mohon Rosie menatap Farand dengan berharap Farand memperbolehkannya.

“Untuk apa kau perlu kanvas?” tanya Farand melirik Rosie.

“Oh, ayolah. Aku butuh untuk tugasku yang harus dikumpul tiga hari lagi,” desak Rosie. Memang, Rosie adalah seorang seorang mahasiswa sekolah seni.

“Oke. oke. Hanya satu saja, oke?”

Rosie tersenyum senang. Ia berterimakasih pada Farand dan segera bangkit. Ia berjalan sambil bersenandung pelan menyusuri koridor. Lalu menaiki tangga menuju kamar Farand yang terletak di lantai dua sebelah utara. Saat di koridor lantai dua, ia bertemu dengan Keira yang sedang kebingungan.

“Ada apa?” tanya Rosie setelah mendekati Keira.

“Aku mencari Abigail. Kau melihatnya?” tanya Keira kebingungan.

“Mungkin ia di dapur,” tebak Rosie mengangkat bahunya. “Abigail suka sekali mengambil cemilan di dapur.”

Keira mengangguk. Ia pamit pada Rosie dan segera menuruni tangga. Rosie kembali berjalan menuju kamar Farand. Tidak ada perubahan di kamar Farand. Hanya banyak kanvas yang penuh dengan lukisan saja yang berderet tersampir di dinding dan lemari.

Rosie mulai kebingungan. Dimana Farand meletakkan kanvas kosong? Rosie melangkah menuju lemari baju kayu yang besar itu. Ia mengintip ke belakang lemari dan mengerutkan kening. Kenapa Farand malah meletakkan beberapa kanvas di belakang lemari? Ah, mungkin saja kanvas kosong.

Rosie menggapai kanvas-kanvas di belakang lemari. Ia menarik satu kanvas dan membalikkan kanvas itu. Rosie terkejut ketika melihat apa yang terlukis di kanvas itu.

Wajah seorang gadis yang sedang tertawa. Itulah yang ada di lukisan itu. Rosie menatap lukisan itu beberapa detik dan menyadari jika wajah itu adalah wajah Keira. Bukan wajah Hannah. Ia bisa membedakan Keira dan Hannah.

Selama mengenal Farand, Rosie tahu jika Farand tidak akan melukis jika ada yang menarik di matanya. Farand tidak akan melukis sembarangan objek. Oh, tunggu. Farand tidak butuh objek. Ingatan Farand sangat kuat hingga bisa melukis dengan objek di benaknya.

Dan wajah Keira-lah yang Farand lukis. Ini aneh. Rosie menyandarkan kanvas itu ke depan lemari. Segera ia tarik lagi dua kanvas yang masih ada di belakang lemari. Lalu dibalikkan kedua kanvas yang besar itu dengan kesusahan. Kembali, ia terkejut.

Salah satu lukisan melukiskan Keira yang sedang duduk di atas tempat tidur yang Rosie kenali dengan tempat tidur di kamar Farand itu. Keira fokus memetik gitar dengan sudut bibir terangkat membentuk senyuman. Dan satu lukisan lagi melukiskan seorang wanita yang sedang bersama seorang lelaki. Wanita itu mengenakan gaun panjang berwarna merah muda dan lelaki itu memakai setelan hitam dari belakang. Rosie tahu siapa wanita itu. Itu adalah Keira.

Rosie teringat tepatnya minggu lalu Keira bersama Farand menghadiri sebuah acara peluncuran jam tangan. Dimana Keira mengenakan gaun panjang merah muda dan Farand mengenakan setelan hitam.

Rosie tersenyum menatap tiga lukisan itu secara bergantian. Ia pun baru menyadari. Ah, ternyata sepupunya sedang jatuh cinta.

*

Kutahu part ini pendek dari part yang lain di cerita ini. Maafkan aku. Selalu vomment. Bye. Love you gais

Be a PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang