5 - [RUMAH]

200 38 1
                                    

5 - [RUMAH]

SISA hari yang berlanjut sedikit ringan untukku karena keberadaan Peter dan Harley. Aku hanya terfokus mengurusi pekerjaanku yang sebenarnya karena sudah ada Harley yang mengurus Morgan, dan Peter yang mengurus data-data Quentin Beck. Begitu jam kantor selesai, ruangan ini berganti menjadi peran tambahannya: rumahku selama di Malibu.

Setelah makan malam dan bersih-bersih diri, Harley pamit kembali ke Tennese untuk melanjutkan eksperimen proyek tugas akhirnya. Alhasil, tinggalah aku, Peter, dan Morgan sekarang. Dalam dekapanku di atas kasur portabel kami, Morgan sudah mulai bernapas teratur. Dia terlelap begitu cepat.

Dari meja kerja sana, kuperhatikan Peter kembali sibuk dengan data-data Beck dari komputer kantor. Remaja itu begitu mirip dengan mentornya-dengan ayah angkatnya-walaupun aku tidak tahu pasti bagaimana Tony di umur 16 tahun.

Dari earpiece kecil di telinga kirinya, lagu "Back In Black" mengentak, membuat Peter mengentakan kaki pula menikmati lagu itu. Lagu kesukaan Tony.

Tiba-tiba, Peter terusik. Dia melepas kacamatanya begitu saja dengan pandangan 'kesal', lalu menjauh; atau tepatnya, mendekatiku.

Eh, ada apa?

Sebelum kusempat bertanya siapa, Peter terlebih dahulu berkata, "Ada dua hal: Bibi May dan Happy, kemudian Nick Fury."

"Pertama?" Aku bertanya dengan perhatian. Lucu rasanya melihat raut wajah serius itu tiba-tiba kesal seperti ini.

"May baru saja berpacaran dengan Happy."

Ahahaha, sebenarnya bukan kabar baru buatku. Sebelum pergi ke London untuk menguntit Peter, Happy pernah menceritakan soal ini. Hanya saja, bukan tempatku untuk memberi saran, jadi kubiarkan saja. Yah, maksudku dia pria dewasa, pasti bisa dan punya hak untuk menjalani kehidupan pribadinya. Kalau May benar-benar cocok dengannya, kenapa tidak?

Maka, tanpa berminat mendebat kabar itu, kulanjutkan kepada hal kedua, "Lalu, Fury?"

"Dia memaksaku kembali ke Avenger."

"Kau sudah menjadi Avenger."

"Ck!"

Oh, Peter berdecak. Apa itu artinya?

"...Setelah apa yang terjadi di Eropa, aku tidak yakin, Mom." Peter menatapku serius. Sorot itu gabungan di antara takut, enggan, dan sedih. Sorot khas Tony ketika masa-masa pertimbangannya dulu untuk kembali masuk ke dalam misi. Sorot mata setelah menemukan GPS pengendali ruang dan waktu. Sorot mata yang menyadari bahwa hari itu segera tiba. Hari untuknya beristirahat sebenar-benar istirahat.

"Kau belum bercerita apa-apa soal perjalananmu itu. Menyenangkan?"

"Berkunjung ke Venice, Paris, London, menikmati opera," Peter menjawab antusias, tetapi kemudian dalam jedanya, raut wajah itu berubah muram ketika melanjutkan, "dan menerima tugas dari Nick Fury, padahal tujuanku ikut school trip untuk jeda sejenak dari tugas-tugas itu."

"Seorang spiderman akhirnya butuh istirahat? Ingat saat kau sungguh ingin terlibat dalam misi? Tony sampai-sampai stress dibuatnya. Ke mana spiderman yang itu?"

Menanggapiku, Peter terkekeh. "Mungkin saja sudah turut dibawa...mati?"

Ah, Peter menggulirkan ini ke bahasan yang sensitif untuk kami berdua. Tapi, daripada menolak topik ini, aku lebih memilih melempar pandangan pengertian pada Peter dan tersenyum. Entahlah, rasanya aku pun penasaran akan kelanjutannya. Jelas, yang dimaksud Peter adalah dirinya yang merindukan misi sudah 'dibawa mati' bersama Tony. Aku mau tahu bagaimana dia mengartikan ungkapan itu.

LEGACY [Fan Fiction] ✔Where stories live. Discover now