Bab 1: Cewek Ini Agak Aneh

96 7 4
                                    

Awalnya aku tidak menyangka Vina ingin belajar Bahasa Inggris, tapi saat dia memintaku datang ke perpus, aku yakin kali ini dia serius. Mungkin dia ingin bilang ke orang lain kalau dia juga bisa ngomong fxxk dengan benar. I can speak fxxk fluently.

Vina sedang duduk, menatap buku dengan kepala tertunduk, di atas kepala aku bisa lihat tanda tanya terbentuk. Aku berjalan ke arah Vina, cepat-cepat sebelum dia berubah jadi singa. Urusannya berat kalau dia marah.

"Lo telat," katanya saat aku duduk di seberang.

"Mana."

Dia melempar buku, halaman 31 sudah terbuka. Lima soal uraian yang harus aku kerjakan. Vina cemberut, abaikan kalimat di awal. Melihat dia menyerah saat ini sudah bikin aku jadi pembohong.

"Ini kan sudah pernah aku ajarin--"

"Udah, nggak usah banyak bacot, gue mau tidur." Vina menjadikan lipatan tangan sebagai bantal. "Jangan lupa bangunin gue kalo udah selesai."

Dia mudah terlelap, aku sulit tidur di tempat asing. Kami sangat berbeda.

Aku menutup buku, semua jawaban sudah kutulis. Present continuos hanya butuh formula, tinggal perhatikan contoh. Soal ini akan gampang jika kepala Vina tidak sekeras batu.

Perpus mulai sepi, ada rak berjejer di kiri, di belakang Vina mentari bersinar terik. Apa lagi yang harus kulihat? Vina? Oh iya, i have to wake her up.

Tapi, wajah Vina sangat tenang, mirip anak singa lagi tiduran di sabana. Kumiringkan kepala, melihat dengan posisi yang benar. Aku ingin mengambil foto Vina tapi dia mulai bergerak.

Aku berdiri, memegang buku di atas kepala Vina, menghalangi matahari menganggu matanya. Tangan lain membuka kamera ponsel. Aku tersenyum setelah mengambil beberapa gambar.

Aku sibuk memandangi foto Vina, mendengar suara bel membuatku kaget. Buku di tangan terlepas dan menghantam wajah Vina. Dia bangun dengan muka kesal, kembali ke posisinya sebagai singa betina. Aku menahan napas seolah Vina akan menerkamku hidup-hidup.

"Lo mukul gue?"

Kuambil buku yang berserakan di meja. "Udah bel, ayo balik." Dia masih bergeming, nyawa Vina belum sampai di kepala. "Ayo, cepat."

Aku akhirnya menarik tangan Vina karena dia tak kunjung bergerak. Jantungku berdetak kencang, satu karena berlari, dua karena menggenggam tangan Vina, tiga karena aku mulai nyaman. Tangan Vina kecil dan lembut.

"Masuk sana." Kudorong setumpuk buku dan dia mendekapnya dengan cepat sebelum ada yang terjatuh.

"Lo mukul gue, kan?" Vina masih butuh penjelasan. Sudah kuduga dia tidak akan tinggal diam.

"Bukan, tadi itu."

"Apa nggak ada cara lain buat bangunin gue?" Satu alis naik mendengar pertanyaan Vina. "Kan bisa digilitikin atau apalah. Nggak mesti dipukul pake buku segala." Mulutku sedikit terbuka saat Vina menyimpulkan sendiri kejadian tadi.

"I-iya, kamu susah dibangunin." Sedetik kemudian Vina memukul lenganku dengan setumpuk buku. "Aduh."

"Bilang aja cuma alasan." Aku menahan napas. "Awas aja kalo ini salah." Vina berbalik dan masuk.

Hubungan kami baru seumur jagung, tapi aku seolah sudah biasa mendengar celoteh Vina yang agak absurd. Apalagi saat dia bilang motivasi belajar Bahasa Inggris cuma karena ingin mengobrol dengan sesama Potterhead. Tidak masalah ingin belajar karena tokoh fiksi, tapi aku baru saja menulis PR-nya. Agak aneh emang cewek satu ini.

°°°°

Bab Selanjutnya :

"Pergi sana, gue nggak mau diikuti sama cowok pembohong."

Luka yang Membuatmu Pergi | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang