"Kupikir...yang mengirim mereka adalah yang mulia raja."

"Aku akan melaporkan hal ini pada putra mahkota."

"Jangan!" sergahku. "Putra mahkota tidak boleh tahu."

"Kenapa?"

Dalam sekejap pikiranku langsung dipenuhi oleh adegan-adegan tragis di penjara bawah tanah. "Aku takut mereka akan dihukum sangat berat."

"Tapi aku sudah mendengar semuanya."

Sebuah suara muncul dari pintu. Mataku melebar ketika Erick mendekati kami dan menatapku tajam.

"Bibi, aku ingin bicara dengan tuan putri berdua saja."

"Baik yang mulia." Bibi Athea langsung pamit undur diri setelah beberapa kali melirikku.

Pintu ditutup dan kini tinggal kami berdua dalam suasana tegang.

"Benar-benar posisi duduk yang sangat mulia, yang bahkan tidak dilakukan oleh gadis bangsawan manapun," sindirnya. "Meskipun jauh dari tata karma kesopanan, tapi biarlah. Kau bebas melakukan apapun sesukamu di kamar ini."

"Ada keperluan apa yang mulia kemari?" tanyaku dingin.

"Bukankah sudah kukatakan kalau aku akan menemuimu?" jawabnya turut dingin. Ia meletakkan benda emas yang baru-baru ini menjadi identitasku. "Mereka berusaha mengambil lencana ini darimu."

"Bukankah mereka selalu menginginkannya? Mereka telah berusaha keras untuk mendapatkannya dan juga mendapatkanmu."

"Aku tak ingin salah satu dari mereka mendapatkannya atau bahkan mendapatkanku."

"Kenapa kau membiarkanku mendapatkannya?"

"Kau putri raja Victor dan kau berhak mendapatkannya."

Ya, setiap kali dia mengatakan hal itu aku selalu tertawa dalam hati. Mentertawakannya sekaligus mentertawakan diriku sendiri. Bukankah katanya putra mahkota adalah sosok yang harus lebih diwaspadai daripada yang mulia raja? Apa dia tak merasa curiga padaku seperti curiganya yang mulia raja? Sebenarnya, ini juga sangat mengganjal pikiranku. Aku tak mengerti kenapa dia berbeda dengan kesan pertama saat aku bertemu dengannya? Dimanakah sosok kejamnya yang dulu pernah kutakuti?

"Valen," panggilnya. "Kenapa kau mengakui perbuatan yang tak kau lakukan? Penusukkan terhadap nona Lucy bukan kau yang melakukannya kan?"

"Apakah aku masih perlu membela diri untuk mendapatkan kepercayaanmu yang mulia?"

"Kau cukup mengatakan bahwa kau tidak melakukannya."

"Aku hanya merasa lega melihat wajah puas mereka."

Erick mengerutkan keningnya seketika. "Kau benar-benar aneh."

"Dan kau telah menjadikan Axylon memiliki seorang putri mahkota yang aneh."

Dia bungkam mendengar kalimatku barusan. "Ya, kau benar," sahutnya beberapa detik kemudian sambil mendekati jendela dan menatap kosong langit di luar sana. "Kau mengakui bahwa kau yang melakukan penusukkan itu di depan para selir lainnya. Akibat dari pengakuan itu, besok kau akan menjalankan hukuman juga."

Aku masih terdiam untuk menunggu kalimat berikutnya yang seperti sedang tertahan, namun kalimat itu tak kunjung keluar hiingga akhirnya aku sendiri yang bersuara.

"Hukuman seperti apa yang harus kujalani?"

"Besok, tinggallah di paviliun Mawar. Aku sudah menyiapkan hukumanmu di sana. Kau tidak boleh keluar dari paviliun selama satu bulan dan juga tidak boleh bertemu siapapun kecuali orang-orang yang sudah kutentukan."

AssassinOnde histórias criam vida. Descubra agora