Chapter 32

2.4K 400 300
                                    

Suara desingan, erangan dan gemuruh yang diiringi aroma darah yang membanjiri tanah. Semua terpampang jelas di mataku saat aku melihat kerumunan dan hampir tiba. Aku menarik kedua pedangku yang sudah berlumuran darah dan bersiap untuk menyerang orang-orang dari Vainea.

Sebagian dari mereka menatapku heran sekaligus takjub, seolah-olah baru pertama kali melihat wanita turun ke medan perang. Tentu saja, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menghabisi mereka karena telah berani terpesona oleh kedatanganku.

"Fokus pada musuh dan lindungi diri kalian sendiri!" teriakku pada pasukan yang hendak membuat formasi untuk melindungiku. "Jangan pikirkan keberadaanku! Cobalah pikirkan diri sendiri untuk tetap bertahan hidup!"

Satu persatu orang-orang Vainea tumbang, kedatanganku membuat semua pasukanku yang tersisa kembali bangkit dan semangat dengan mematuhi ucapanku.

"Menarik sekali! Benar benar menarik!" Seseorang bertepuk tangan.

Sosok pemuda berkuda dengan jubah kebesaran seorang pangeran berwarna merah di lengkapi armor yang terlihat kokoh sudah tersenyum ke arahku. Di belakangnya ada banyak sekali pasukan dan sebagian dari mereka membawa bedera Vainea.

"Sial, seharusnya aku tahu bahwa pasukan yang datang hanyalah permulaan dan sekarang datang lagi satu orang dengan banyak pasukan dari Vainea," umpatku dalam hati. "Aku sudah berusaha memaksimalkan pasukan yang ada dan yang jelas kami kalah jumlah, mengingat tujuh puluh persen pasukan mendampingi yang mulia raja sementara sisanya hanya untuk menjaga istana. Aku harus bagaimana? Pasukan yang kumiliki sebagian besar adalah militer pertahanan yang biasa menjaga benteng. Kemampuan mereka hanya menahan serangan dari luar tapi jika harus di adu dengan pasukan sebanyak itu, kami pasti kalah." Pikiranku terus berargumen di ikuti pertanyaan-pertanyaan yang menguras otak.

Pemuda itu mengangkat tangannya dan menarik mundur pasukannya yang tersisa sambil terus menatapku. Aku turut mengangkat tanganku untuk mencegah pasukanku agar tidak mengejar mereka. Kami dan pasukan kami saling berhadapan satu sama lain dengan jarak yang tak terlalu jauh.

"Tidak kusangka, putri mahkota Axylon akan turun langsung ke medan perang dengan kuda dan pedangnya." Pemuda itu menuruni kudanya lalu membungkuk padaku memberi hormat. "Perkenalkan namaku Finch Dreashy, putra mahkota Vainea. Aku sengaja diutus ayahku untuk mengambil alih kekuasaan Axylon."

"Kau terlalu percaya diri yang mulia," sahutku. "Kami tidak akan menyerahkan Axylon pada kalian sampai kapanpun."

Ia menghela saat kembali menaiki kudanya. "Kau tahu? Raja Axylon benar-benar bodoh. Ia mempercayai tawaran penjanjian damai kami, padahal itu hanyalah jebakan untuk membuatnya terperangkap di Vainea dan..." Ia mengeluarkan sebuah bingkisan yang isinya adalah...kepala Raja Herrian. "Raja kalian telah mati dan mulai sekarang Axylon dan semua wilayahnya adalah milik Vainea."

"Selama Axylon memiliki pewaris, Axylon tidak akan menjadi milik siapapun!" desisku.

"Ah, mungkin yang kau maksud adalah putra mahkota?" Ia tampak berpikir sejenak. "Putra mahkota berhasil melarikan diri, tapi ia juga terluka cukup parah. Sangat mustahil jika sampai sekarang ia masih hidup."

Kulihat pasukanku terlihat cemas mengetahui kematian raja mereka. Mereka terlihat bingung dan seakan-akan kehilangan semangat.

"Meskipun raja kami telah mati, tapi selama aku masih berdiri di sini, kalian tidak akan bisa memiliki Axylon," ujarku lantang.

"Kematian raja Axylon adalah kemenangan Vainea, dan Axylon sudah menjadi bagian dari Vainea. Semua penduduk yang tidak mau tunduk akan di hukum mati termasuk kau dan yang mulia ratu. Kecuali..." Ia menatapku terpesona. "Jika kau mau bersanding denganku, maka kedudukanmu tidak akan berubah. Kau akan menjadi ratuku."

AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang