-05-

1.6K 250 10
                                    

"Nih, minum dulu." Jennie menatap ke arah tangan yang menyodorkannya segelas kopi dan tersenyum tipis.

"Gomawo." Balas Jennie sembari mengambil alih kopi tersebut dari tangan Jisoo.

Jisoo menjatuhkan duduknya di samping Jennie. Jisoo mendesah pelan seraya menyandarkan punggungnya ke dinding ruang tunggu. Jisoo baru saja menghubungi Wendy untuk memulangkan semua karyawan lebih awal. Begitu juga dengan Jennie. Jennie menatap kosong ke arah kamar IGD dari ibunya. Setelah mendapatkan kabar dari dokter, Jennie tentu saja sangat syok. Beruntung, ada Jisoo yang selalu menenangkan Jennie.

CKLEK!

Jennie dan Jisoo kompak melihat ke arah pintu yang terbuka. Dari balik pintu itu, muncul sosok Lisa yang baru saja melihat sang ibu. Lisa menatap Jennie dan Jisoo, lalu melemparkan senyumnya. Setelah itu, dia berjalan ke arah bangku ruang tunggu dan duduk di samping Jisoo. Jadinya, sebelah kanan Jisoo ada Lisa dan sebelah kiri Jisoo ada Jennie. Jennie dan Lisa sama-sama menyenderkan kepala mereka ke pundak Jisoo.

"Bagaimana kondisi Imo?" Tanya Jisoo memecah kesunyian.

"Dia baik-baik saja." Jawab Lisa singkat.

"Syukurlah." Balas Jisoo pelan.

Suasana kembali hening. Hanya terdengar dering telpon rumah sakit serta langkah kaki para suster yang sedang bekerja. Jennie dan Lisa hanya bisa berharap pada tangan ajaib dokter yang menangani ibu mereka.

"Jennie, Lisa." Jennie dan Lisa mengangkat kepala mereka dari pundak Jisoo dan menjatuhkan pandangan mereka pada suara tersebut.

"Buat apa anda kemari?" Tanya Jennie datar.

"Aku kemari untuk menjenguk ibumu yang notabene adalah istriku." Jawab orang yang ternyata ayah Jennie dan Lisa.

"Tidak." Jennie menggeleng tegas, "Sebaiknya anda pergi. Dia bukan istri anda lagi."

"Jennie-ya, Appa mohon, maafin Appa."

"Anda tau kalau istri anda sakit. Tapi, anda tidak memperdulikannya dan membiarkannya begitu saja tanpa membawanya ke rumah sakit." Kali ini, Jennie sedikit meninggikan nada bicaranya. "Suami seperti apa anda ini?"

"Untuk itu, Appa minta maaf Jennie-ya." Sang ayah mendekat ke arah Jennie, "Appa ngaku salah."

"Sudah terlambat, Appa." Kali ini, Lisa yang membuka suaranya.

Sang ayah mengalihkan tatapannya pada Lisa, "Apa maksudmu, Lisa-ya?"

Lisa menghela sejenak nafasnya, "Penyakit Eomma, sudah sangat parah."

"Kenapa kalian tidak langsung kasih tau Appa?"

"Oh, ternyata anda masih peduli?" Sindir Jennie dengan seringainya.

"Tentu saja." Sang ayah berdiri dan menatap tajam pada Jennie, "Dia istriku dan aku berhak untuk tau kondisinya!"

Jennie menatap sinis ayahnya, "Bukankah tadi di rumah anda menginginkan kematiannya?"

Sang ayah terdiam. Kini, tatapannya diarahkan pada Jisoo. Jisoo yang menyadari tatapan tajam dari ayah Jennie hanya mampu menundukkan kepalanya.

"Ini semua gara-gara kau!" Sang ayah menunjuk Jisoo, "Kalau kau tidak hadir di kehidupan Jennie, keluarga kita tidak mungkin seperti sekarang ini!"

"Mi-mianhae, aku-tidak bermaksud begitu." Ucap Jisoo dengan nada lemah.

"Diam kau!" Ayah Jennie dan Lisa menarik Jisoo untuk berdiri, "Pokoknya, ini semua gara-gara kau!"

Unwritten Feelings(Completed)On viuen les histories. Descobreix ara