"Bertengkar?"

"Ceritanya panjang, eonnie. Yang pasti, setelah eonnie kabur dari rumah, Eomma dan Appa bertengkar hebat." Lisa menjeda kalimatnya, "Bahkan, Appa hampir menceraikan Eomma."

Syok, itulah yang Jennie rasakan saat mendengar penuturan dari mulut Lisa. Kedua orang tuanya hampir bercerai, dan ini semua karena dirinya. Air mata Jennie kembali tumpah saat Lisa selesai menceritakan semuanya. Kini, dirinya diliputi rasa bersalah yang begitu besar. Masalah percintaannya yang rumit ditambah dengan masalah keluarganya lagi. Meskipun, dia telah menyetujui Jisoo untuk membuang cincin yang diberikan Kai, tapi Jennie tetap masih merasa berat untuk membuang cincin itu.

"Kalau kau tidak mau membuang cincin itu, aku akan kembali ke Paris dan menikah dengan Jinyoung Oppa."

Ancaman dari Jisoo itu masih terngiang jelas di telinga dan pikirannya. Dia ingin menuruti kata Jisoo, tapi cincin itu terlalu berkesan. Cincin yang masih tersimpan rapi di laci meja kantornya.

"Eonnie," Lisa mengusap punggung Jennie, "Aku tau masalahmu berat."

Jennie memeluk Lisa dan mencurahkan tangisannya di pelukan Lisa. Lisa mengerti akan kondisi kakaknya sekarang. Jadi yang bisa dilakukan Lisa hanya menenangkan Jennie sembari mengusap punggungnya. Membiarkan Jennie menuangkan segala tangisannya disana.

"Aku harus bagaimana, Lisa?" Isak Jennie, "Aku mencintai Jisoo, tapi aku tak bisa melupakan Kai."

"Belajar untuk melupakan itu memang sulit, tapi kau harus melakukan itu, eonnie." Lisa menjeda kalimatnya, "Lagi pula, kau sudah mengikuti apa kata hatimu, bukan pikiranmu."

"Kata hatiku telah membuat keluargaku sendiri hancur, Lisa." Tangis Jennie semakin keras.

Kini, Lisa mengusap rambut Jennie yang tergerai, "Itu resiko, Eonnie. Appa dan Eomma hanya syok saat mendengar ucapan Eonnie waktu itu."

"Tapi, aku sudah hampir membuat Appa dan Eomma bercerai."

Kembali, Lisa hanya diam sembari mengusap rambut Jennie. Dia menyayangi kakaknya, sungguh. Tapi, dia juga tidak ingin melihat keluarga bahagianya menjadi suram seperti ini. Tanpa sadar, setetes cairan bening mengalir membasahi pipi Lisa. Lisa yang tidak pernah menangis, akhirnya menjatuhkan air matanya untuk pertama kali.

Jennie melepas pelukannya, kemudian mengusap air matanya diikuti oleh Lisa. Lisa menunjukkan senyumannya saat Jennie menatapnya. Meskipun menangis, tapi dia berusaha menutupinya agar terlihat kuat di hadapan Jennie.

"Kita harus bawa Eomma ke rumah sakit walau tanpa persetujuan Appa." Ucap Jennie yang mengejutkan Lisa.

"Kau yakin, eonnie? Nanti Appa marah gimana?" Tanya Lisa dengan nada syoknya.

"Persetan dengan itu! Eonnie akan membawa Eomma ke rumah sakit. Eomma butuh penanganan serius dari dokter." Jawab Jennie dengan nada tegasnya.

Jennie berdiri, lalu melangkah ke arah kamar ibunya. Dia menghampiri ibunya dan berkata, "Eomma, ayo kita ke rumah sakit."

Sang ibu hanya bisa tersenyum dan mengangguk, menyetujui ucapan Jennie. Jennie pun mulai memapah sang ibu keluar kamar. Lisa terkesiap saat mendengar suara langkah kaki yang keluar dari kamar sang ibu. Dengan sigap, dia pun berdiri dan menghampiri Jennie beserta sang ibu.

Unwritten Feelings(Completed)Where stories live. Discover now