ㅡ💮💮💮 Hero [part 3 | END]

Start from the beginning
                                        

"A-apa?" mataku terbeliak.

"Byul," Taeil menggenggam tanganku yang lemas di atas bangku. "Aku tau semuanya mungkin udah terlambat sekarang. Tapi kalau kamu mau, aku bisa jelasin semuanya sekarang."

Perasaanku tidak karuan saat ini. Antara lega, ingin menangis, dan ingin memukul laki-laki di hadapanku. Menghilang bertahun-tahun lalu muncul lagi sebagai anggota badan intelijen? Apa ini mimpi?

"Terserah," ucapku sambil menatapnya kesal. "Toh selama ini juga kamu selalu berbuat semaunya kan?"

Taeil tersenyum getir. Dia meletakkan tanganku di pangkuannya, masih digenggam. Ingin rasanya aku menepis Taeil, tapi perasaanku tidak bisa berbohong, membuat seluruh anggota tubuh ini berkhianat.

"Mungkin kamu nggak akan ngerti kalau aku jelasin sistemnya, intinya aku ternyata udah diawasi selama SMA. Badan intelijen negara ini emang merekrut orang-orang tertentu yang menurut mereka potensial jadi bagian dari organisasi walaupun orang-orang itu nggak mengajukan dirinya sendiri."

"Ah... jadi itu alasan kamu jadi aneh beberapa bulan sebelum hari kelulusan?" tanyaku.

"Iya. Aku kaget waktu ada orang yang datang ke rumah dan minta aku jadi bagian dari mereka ㅡtentunya setelah pendidikan dan training dulu. Kamu tau? Waktu itu rasanya aku maunya langsung ke rumahmu dan cerita tentang semuanya, tapi yang boleh tau cuma aku dan keluargaku. Maaf, Han Byul, aku nggak pernah bermaksud menghindari kamu," lanjut Taeil panjang lebar.

Rasa kecewanya masih bisa kuingat. Saat itu aku sangat sedih karena orang yang kucintai mendadak menjauhiku dan tiba-tiba menghilang. Air mulai meluncur dari sudut-sudut mataku, tapi aku langsung menyekanya.

"Byul..." ujar Taeil saat melihatku menangis. Telapak tangannya yang terbungkus sarung tangan hitam terulur ke wajahku.

"Sekarang aku udah tau. Aku mau tau lebih banyak. Boleh? Aku mau tau alasan kenapa pesanku nggak pernah dibalas kecuali hari-hari tertentu. Kalau aku cuma nggak boleh tau, kenapa kita sama sekali nggak bisa ketemu?" tanyaku, berusaha tetap tenang.

"Semuanya rumit, Byul. Selama pelatihan aku nggak boleh berhubungan sama dunia luar, lagi-lagi cuma orang tuaku. Mereka bilang aku direkrut karena kemampuan multilangual, tapi itu semua nggak cukup. Aku juga harus belajar banyak hal baru. Politik, sejarah, bela diri, semuanya. Bahkan mereka tadinya menawarkan skenario kematian biar semua orang menganggap aku udah nggak ada, tapi... aku menolak karena kamu pasti sedih," Taeil menatapku sedih.

"Sedih kamu bilang? Kamu pikir yang selama ini aku alami lebih baik?" tukasku.

"Maaf," ujar Taeil lagi. "Sekarang aku milik negara, mengabdi sepenuhnya ke negara. Dedikasi Anonim untuk Kebebasan dan Kebenaran, nyawaku bukan prioritas lagi. Aku bukan Moon Taeil yang dulu."

"Anonim? Bahkan kirim pesan peringatan buat aku juga harus anonim??"

"Aku cuma nggak mau kamu dalam bahaya, Han Byul. Ini bukan pertama kali. Selama ini aku berusaha melindungi kamu dari jauh dengan cara mencegah kejahatan terjadi, tapi hari ini beda, Al Qaeda bukan organisasi biasa. Seandainya tadi telat sedikit, mungkin kita semua nggak akan selamat dan udah jadi debu!"

Mataku berkaca-kaca lagi mendengar penjelasan Taeil. Tubuhnya jauh lebih bidang daripada terakhir kami bertemu dan wajahnya juga lebih tegas. Dia benar, semua sudah berubah. Dia bukan orang yang boleh kutunggu dan kusukai lagi.

Dia pahlawan negara. Milik negara.


"Maaf," ucapku dengan air mata tak terbendung lagi. "Aku baru sadar selama ini apa yang aku perbuat justru ganggu kamu kan? Pesan-pesanku pasti nggak penting dan malah menghambat pekerjaan kamu. Aku minta maaf, banyak nyawa yang lebih penting daripada pesanku. Besok aku nggak akan ganggu kamu lagi."

Sweet RendezvousWhere stories live. Discover now