3. One of Those Days

1.9K 404 32
                                    

Kunaikkan selimut pada tubuh mungil Jinwoo hingga separuh lehernya. Kutatap wajah damai tidurnya. Hembusan napasnya yang teratur membuatku yakin ia sudah melalang buana dalam mimpi indahnya. Dengan sayang, kuusap surai hitamnya yang tebal, sesekali turun menyentuh pipi tembamnya.

Anak ini, entah mengapa akhir-akhir ini sering tidur larut malam.
Jika ditanya, ia selalu menjawb;sedang menungguku pulang dan ingin tidur bersamaku.

Sungguh tidak biasanya. Apakah ia kesepian?

Ah, maafkan aku yang tidak punya cukup waktu untukmu Jinwoo..

Wajar jika kau merasa kesepian. Sudah dua tahun kita hidup seperti ini.

Dua tahun?

Iya benar. Dua tahun. Waktu yang cukup lama bukan? Tapi juga baru sebentar sepertinya?

Dua tahun yang lalu ya?

A day when several things go wrong

Seperti kaset rusak, otakku memutar acak bagaimana kejadian nahas itu.






























.
.
.
.
Flash back ON

PRRAAAAANNGGG

Mug kesayangan Kakak jatuh dan pecah berkeping-keping saat tersenggol oleh tanganku yang hendak mengambil punyaku yang terletak di sebelahnya.

Aduh, kenapa harus mug kesayangannya sih?!

Bisa-bisa aku diomeli, nih.
Meskipun dia seorang pria, tapi tetap saja cerewet jika sedang kesal.

Dengan agak panik aku membereskan sisa pecahannya.

Seketika langsung terbersit olehku wajah kesal Kakak yang memarahiku akibat merusak benda kesayangannya.

Sejujurnya, dia tidak menakutkan meskipun sedang marah-marah. Ia merupakan orang yang baik, amat baik. Namun justru karena itu, aku tidak enak apabila melalukan kesalahan. Karena Kakak lah satu-satunya orang yang merawat dan menghidupiku semenjak aku lulus SMP, tiga tahun lalu, semenjak orang tua kami meninggal akibat kecelakaan.

Jadilah kami berdua tinggal di apartemen sederhana ini setelah menjual rumah yang sebelumnya kami tempati untuk menutupi biaya hidup dan melanjutkan sekolah.

Tapi dua tahun lalu, ia pindah ke rumah barunya di Haenam dan tinggal bersama anak serta istrinya.

Meski begitu, Kakak beberapa kali datang berkunjung sehingga beberapa barang juga ditinggal di sini, seperti alat makan dan beberapa lembar pakaian.

Seulas senyum tercetak diwajahku mengingat hari-hari yang telah kulalui bersamanya. Sungguh, waktu ternyata berjalan begitu cepat.

"Aduh!"

Satu pecahan mug yang tajam itu berhasil melukaiku. Darah mulai menetes dari ujung jariku. Perasaanku mulai tidak enak.

Ah, sudahlah. Nanti akan aku belikan yang baru sebagai gantinya.

DRRRTTT DDRRTTT DRRTT

Getaran ponsel dalam saku celanaku membuatku terkejut. Segera aku membasuh luka kemudian meraih ponsel.

Terlihat nomor tak dikenal pada layar.

"Halo?"

"Halo? Wei?!"

"Ka-Kakak??!"
Baru saja aku kepikiran olehnya, orangnya langsung menelepon.
Namun sepertinya keadannya tidak baik. Napasnya terdengar berat saat berbicara, terdengar suara tangisan anak kecil, serta terdengar suara bising disekitarnya.

My Shooting Star [Weishin][✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang