01 | Who?

5K 369 113
                                    

Halo, selamat datang di fan fiksi ini!

Walaupun sudah ending alias sudah tamat, ada baiknya kalian tetap memberikan vote dan komentar untuk menghargai penulis ♡

Seluruh chapter tidak direvisi ulang, mohon maaf untuk typo(s) yang masih bertebaran dan kesalahan grammar dan penggunaan tanda baca yang kurang tepat

Semoga kalian suka dan selamat membaca xx

---

H A R R Y

Bisikan aneh terus saja terdengar, makin lama makin menyebalkan. Bisikan itu terus-terusan mengejekku, merendahkanku, dan setiap ucapannya membuatku ingin menangis dan berteriak marah di saat bersamaan.

Obat-obatan tergeletak di atas meja samping tempat tidur, aku benci melihat satu per satu dari mereka yang memaksaku meminumnya dan berkata bahwa aku tidak sakit. Lalu apa gunanya obat-obatan itu?

Fück. Aku benci diriku sendiri.

Malam ini seperti biasa aku tidak bisa tidur. Menatap deburan ombak dari balkon memang menyenangkan, membiarkan dinginnya malam menusuk tulangku agar mati saja aku sekalian.

Aku tidak tahu menatap apa pada tengah lautan itu. Pikiranku melayang ke mana-mana. Membayangkan kembali wajah pertama kali mom, dad, teman-temanku, dan kekasihku (mantan sebenarnya) saat mereka tahu aku sakit. Lagi, aku ingin menangis dan marah di saat bersamaan.

"Gosh, Harry. What are you doing in there?"

Itu suara Louis. Aku tahu ia tiap tengah malam akan mengintip ke kamarku, memastikan aku tertidur dan mencari benda-benda tajam yang sering kusembunyikan. Dan sekarang ia sudah berdiri di sampingku, melipat kedua tangannya di atas pembatas pagar dengan punggung membungkuk mengikutiku.

"Malam ini bintangnya cantik, Mate."

Aku diam saja, masih terus menatap pada tengah laut dengan pikiran yang entah ke mana dan bisikan gila yang terus terdengar.

"Niall tadi sore pergi ke pantai dan mendengar cerita dari penduduk setempat. Cerita dongeng katanya, tapi dongeng bisa saja bukan cerita fiksi, kan? Apa kau ingin tahu?"

Shìt. Laki-laki satu ini terus saja berbicara dan membuat kepalaku pening.

"Lebih baik kau pergi atau diam." kataku sambil menatapnya tidak suka.

Louis mengangkat kedua bahu tidak peduli. "Tidak keduanya."

Aku memutar bola mata. "Then, I'll go sleep."

Kakiku berputar kemudian berjalan cepat ke tempat tidur yang langsung kuhempaskan diriku di sana. Kudengar pintu balkon tertutup selagi aku memakai selimut hingga menutupi hidung.

"Malam, Harry."

"Hmm." Louis tahu maksud dari gumamanku ini yang selalu kulontarkan saat ia mengucapkan selamat malam atau selamat tidur.

"Lou," panggilku masih dalam posisi berbaring saat laki-laki itu membuka pintu. "Ada cutter di laci mejaku. Kau bisa menyembunyikan atau membuangnya."

Louis menghela napas panjang dan saat itu juga aku menutup mata dan tertidur.

Paginya aku terbangun. Lebih tepatnya sekarang adalah siang hari. Matahari mulai naik dan sinarnya membuat kamarku terang. Aku berdiri lalu menutup gorden agar kamarku kembali gelap kemudian kembali ke tempat tidur. Rasanya sangat malas untuk melakukan aktivitas dan berbicara dengan orang-orang, hanya membuatku tambah sakit.

BellaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora