Don't Cry

3.5K 138 13
                                    

.
.
.
.
.
.
.

Gladys Point

Aku duduk sendiri dikoridor kampus sambil menunggu Cathy yang sepertinya sudah lama untuk keperluan yang hanya menyerahkan data kelas. Mereka udah ngerumpi kali yah, tapi kok gak ngajak aku sih? Mana mungkin juga Cathy gak ngajak aku. Perasaanku mulai gak enak, tapi aku berusaha menghilangkan perasaan nggak enak ini. Aku membuka sosial mediaku, dan membaca-baca berita yang sedang hot sambil mendengarkan lagu dengan headsetku. Lalu headsetku yang kiri tiba-tiba ditarik, aku menengok ke arah kiri ingin memarahi orang yang ternyata sudah duduk disampingku. Aku mengerutkan keninggku ketika melihat siapa yang berani menarik headsetku. Aku menarik nafasku, ingin meredam emosiku.

"Kenapa? Mau apa? Langsung to the point aja yah, aku gak mau basa-basi sama kamu"

Dia hanya melihatku dengan tatapannya yang tidak terbaca. Ohh God! Aku memutar bola mataku. Dasar orang gak jelas. Aku mengambil headsetku yang sebelah kiri, dan menganggap orang ini tidak ada. Tapi nyatanya, dia menahan tanganku.

"Dimana Cath?"

"Astaga, kamu cuma mau nanyain itu tapi masih berpikir? Childish banget sih"

Aku melipat tanganku didadaku. Kali ini dia yang mengerutkan kedua alisnya. Ckck, anak ini emang gak jelas banget sama seperti yang dikatakan Cath. Aku berdiri dan ingin menuju kekelas tak mau berlamaan dengan dia, bisa-bisa aku tertular. Dia kembali menahanku, dengan memegang pergelangan tanganku. Aku langsung memberikan tatapan tak suka padanya.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku"

Aku memutar bola mataku. "Cath ada didalam, aku sedang menunggunya disini, katanya gak lama. Tapi kayaknya dia udah ngerumpi sama Miss Michele. Karna udah 15 menit dia belum keluar dari sana"

Dia langsung kaget mendengar ucapanku. Tapi aku tak peduli.

"Sudahkan ? Jadi lepaskan tanganmu sekarang childish!"

Aku mencoba melepaskan tanganku tapi dia malah menarikku duduk kembali, aku yang sontak terkejut tiba-tiba tubuhku hilang keseimbangan sehingga aku jatuh terduduk padanya. Aku langsung bertatapan dengannya sedekat hidung kami yang hampir bersentuhan. Dia menunjukan muka yang tak bisa kubaca. Lalu dia tersenyum miring padaku. Dia semakin mendekatkan wajahnya dengan wajahku.

"Kenedy Brian Steel, itulah namaku. Ingat baik-baik"

Dia membisikan namanya padaku. Aku yakin sekarang wajahku sudah seperti kepiting rebus, jantungku berdegub cepat, rasanya sudah tidak ada ruang untuk bernafas sekarang.

Drrttt drttt drrttt

Getaran handphone di saku Ken mengagetkanku, berbeda dengan Ken yang terlihat geram. Ken geram?. Ken mengambil handphonenya dengan satu tangannya yang bebas karena tangannya yang lain yahh, semua orang juga bisa menebaknya. Dia memelukku erat dengan tanganya yang satu, seakan tidak mau aku jatuh?. Aku menggelengkan kepalaku, ingin mengusir pikiran-pikiran aneh yang mulai hinggap dalam isi otakku ini. Gosshh, ada apa denganku?.

"Kau harus kekampus sekarang, ini tentang Cathy"

Ken langsung berbicara tanpa ingin mendengar kata-kata dari orang yang meneleponnya. Aku penasaran siapa yang meneleponnya. Karena, saat Ken berbicara telponnya sudah mati. Ken terus menatapku sambil mengisi handphonenya kembali kedalam saku jacket jeansnya.

"Siapa itu ? Kenapa kau berbicara tentang Cathy?"

Saat Ken ingin menjawab pertanyaanku, tiba-tiba Cathy keluar dari ruangan lalu berlari, aku sontak terkejut karena Cathy keluar secara tiba-tiba dengan keadaan aku masih duduk dipangkuan Ken. Aku berdiri ingin mengejar Cathy yang terlihat seperti sedang menangis. Aku lantas menarik tangan Ken bersamaku. Aku meneriaki nama Cathy, tapi dia terus berlari menghiraukan panggilanku. Sialnya Cathy larinya sangat cepat atau aku yang larinya lambat ? Aku dan Ken berhenti didepan pintu masuk kampus. Kami berdua melihat tak jauh dari tempat kami berdiri Cathy menabrak seseorang.

"Biarin aja"

"Tapi,,,"

Ken langsung menutup mulutku dengan jari telunjuknya. Kali ini Ken yang memegang tanganku. Ken lalu membawaku kembali kedalam kampus. Aku semakin tak mengerti.

*******

Cath Point

Rasanya seperti disambar petir, sesuatu yang tak ingin ku akui, sesuatu yang tak ingin ku trima secara nyata. Aku langsung meminta izin untuk pergi, karna kalau aku masih bertahan pasti air mataku jatuh saat ini juga, dan yahhh saat aku sudah berjalan keluar dari ruangan air mata yang sudah tidak dapat kutahan jatuh seperti hujan. Aku menghiraukan panggilan Gladys yang memanggil-manggilku, aku tak melihat orang disekitarku. Hingga, ketika aku sampai ditempat parkir mobil aku menabrak dada bidang seseorang, aku seperti mengenal bau tubuhnya tapi aku tak peduli, aku meminta maaf dan ingin cepat pergi dari sini. Tapi tiba-tiba tanganku ditarik secara paksa.

"Apaan sihh"

Aku melihat ke arah orang yang menarik tanganku.

"Ikut aku"

Air mata masih mengalir dengan deras diwajahku, aku melepaskan tanganku dengan satu hentakan, aku menghapus air mata yang semakin deras jatuh di kedua pipiku.

"No! Aku mau sendiri"

Aku langsung berjalan, tanpa menunggu balasan dari orang itu. Kenapa waktunya tepat sekali sih?. Belum berapa langkah aku berjalan, badanku langsung diangkat dengan gampangnya seperti bridal style. Aku meronta-ronta ingin turun.

"Turunin aku Filand! Aku gak mau ikut sama kamu!"

"Diam, atau kucium"

Aku langsung melongo mendengar ucapannya, saat seperti ini dia ingin menciumku. Dia memang sudah gila. Aku tahu dengan jelas kalau ucapannya tidak main-main. Yah dia orang yang sangat tegas, aku tahu. Tapi dalam keadaan seperti ini aku tidak langsung menuruti perintahnyaa, hell yahh i'm not your little sugar!  Aku hanya bisa mengatainya dalam hatiku. Aku kembali bergerak-gerak tidak ingin menuruti perintahnya yang konyol, hati dan badanku lelah, aku hanya mau sendiri sekarang.

"Turunin aku sekarang atau aku teriak"

Aku tidak mengerti dengan cara Filand, dia tetap berjalan ke arah dimana mobilnya terparkir. Dia tidak mengganggap diriku berbicara kali ini, dia hanya diam dan matanya lurus kedepan. Oke kalau kau memang tidak ingin menurunkanku, aku menghapus air mataku lalu menghirup nafas yang dalam. Saat aku ingin membuka mulutku untuk berteriak. Cup. Mataku berhasil membulat, dia menciumku. Awalnya hanya kecupan biasa, tapi dengan cepat berubah menjadi lumatan yang lembut. Dia ingin aku membuka mulutku, dia mengecap bibir atas dan bibir bawahku, dia menggigit pelan bibir bawahku yang membuat mulutku terbuka sedikit. Tapi dia langsung memanfaatkan kesempatan itu. Aku mengalungkan tanganku pada lehernya, aku langsung merespon ciumannya yang awalnya hanya lumatan-lumatan kecil sekarang menjadi gelora nafsu yang panas dalam. Seakan menciumku adalah nafas kehidupan baginya, begitupun aku. Kami bertukar saliva, nafas kami berdua semakin berat dan aku semakin larut dalam ciumannya. Aku yakin kalau dia tidak akan dapat menahan nafsunya yang hampir lepas kalau dia tidak langsung melepaskan ciumannya, wajah kami masih sangat dekat. Deruh nafas kami sangat cepat. Kepalaku terasa pusing, bibirku bengkak karna ciumannya yang sangat panas.

"Jangan mengujiku Cathleen"

Filand membuka pintu mobil, dan mendudukanku dalam mobil. Dia menutup pintu mobil, lalu dia duduk di kursi kemudi. Dia tidak langsung menyalahkan mesinnya. Dia melihat ke arahku. Dia mendekatiku, mengarahkan wajahku ke arahnya. Dia menghapus air mataku yang masih tersisah.

"Don't cry" Lalu mengecup kedua mataku bergantian.

-
Iam

Crazy BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang