❄️ BAB 05 - Jangan Terluka Sendirian

Start from the beginning
                                    

Selepas Wisnu pergi aku lalu menghabiskan sarapanku. Roti bakar dan teh manis hangat.

Lalu siap untuk naik ke kamar memulai aktivitas. Tetapi pada saat aku hendak menaiki anak tangga. Pintu depan terdengar ada yang mengetuk. Kalau tidak salah. Karena aku sampai hening sesaat untuk memastikan apakah memang ada yang mengetuk atau tidak. Dan suara ketukan pintu terdengar lagi.

Detak jantungku melaju lebih cepat. Aku mulai sedikit diserang panik. Aku takut kalau itu adalah Helga yang ingin membujukku lagi. Dan aku sudah berniat mencoba untuk tidak berhubungan dengan dia dalam konteks apapun. Terkecuali jika memang pada akhirnya aku menemukan alasan untuk menangani Mia.

Aku berjalan selambat mungkin supaya seseorang di luar sana tidak tahu ada siapa pun di dalam. Namun langkah jingkatku mematung saat terdengar suara salam kemudian. Kali ini beda. Aku malah bergegas menghampiri pintu. Membuka kenopnya, dan ... mematung.

Jantungku sepuluh kali lebih memburu dari pada ketakutanku sendiri seandainya itu Helga. Karena yang saat ini sedang berdiri di depan pintu adalah istriku sendiri. Orang yang paling aku hindari untuk bertemu. Orang yang paling bisa membaca mataku. Dan orang yang paling bisa mengartikan detak jantungku.

Kami berpandangan cukup lama. Aku tahu napas kami saling sesak di sana. Wajah Astrid seperti sedang berusaha tersenyum. Tapi aku tahu sekali apa yang sedang matanya katakan pada mataku.

Bodohnya suaraku seperti hilang. Satu kata pun rasanya sangat sulit untuk dikeluarkan. Ini bukan ilusi kan? Ini bukan bias-bias ada yang selama ini aku rindu lalu dengan satu kesalahan tidak kurindukan secara mudah? Tapi saat akhirnya senyum itu terbit di bibirnya yang manis. Meski dengan getar yang membuatku ingin mencurinya dan kusimpan di diriku agar tak pernah pergi, perlahan mengembalikan sadarku.

Pasti Wisnu ada di balik semua ini. Dan alasan kenapa dia pergi sepekan ke Frankfurt secara dadakan aku yakin karena ini.

Satu per satu tegarku runtuh. Apa yang kutakutkan selama ini ternyata hanya racun dari segala kecemasanku. Dan aku tidak pernah melakukan ini di depan Astrid. Maksudku ketika dengan payahnya air mataku meluncur tanpa disuruh. Aku menarik tangannya untuk segera membawanya menyelinap masuk ke dalam. Kututup pintu. Lalu dengan sigap aku memeluknya masih tanpa sepatah kata pun. Meski aku tahu aku sedang memeluk sesuatu yang dari dalam diriku sedang sangat kutakuti untuk bertemu.

Sesuatu yang hangat meletup di dalam dadaku. Dengan lekas menggugah keringat takutku. Aku rindu peluk ini. Badai dalam diriku tak berkutik di pelukan Astrid untuk sesaat. Laki-laki dalam diriku kembali bersama sikap gersangku yang rindu berteduh pada perempuan kesayanganku ini.

Sebelum Astrid mulai bicara aku segera membungkamnya dengan telapak tangan. Kepalaku menggeleng dengan cepat. Mata kami sangat dekat. Aku ingin dia membaca lebih dalam semua ketakutan yang ada di dalam diriku. Aku ingin dia membaca sandi-sandi yang diukir oleh air mata kepayahanku di pipiku sendiri. Aku ingin dia melihat bahwa ... tolong, sayang ... semua ini tidak bisa aku akui dengan kata-kata di depanmu

Kedua tanganku gemetar menyentuh pipinya. Seperti orang gila yang terlantar di jananan selama bertahun-tahun, dan tersesat, dan pasrah, dan kembali, dan menemukan satu wajah yang seperti hilang dikubur cemas. Aku menggigil. Gemetar sangat kuat. Kedua ibu jariku meraba pipinya. Mengelap parit hangat dari matanya. Lalu saat dia juga terisak, seolah mulai bisa menerjemahkan semua ini, kasihku membungkam bibirnya. Aku menguncinya untuk tidak menangis. Hening. Dan terpecahkan oleh satu pekikan kecil dari kerongkonganku.

Ya Rabb, rasanya tidak pernah sesakit ini mencium istriku sendiri. Rasanya tak pernah semencekam ini berada dalam satu garis lurus. Rasanya tak pernah sebersalah ini menunjukkan cintaku padanya. Rasanya aku tak pernah sekotor ini berada di dekat Astrid. Dan rasanya tak pernah seperih ini saat tragedi itu kini ada di antara aku, imanku, dan istriku sendiri.

RENTAN: Semusim di Praha [OPEN PO]Where stories live. Discover now